Tidak bisa dipungkiri bahwa popularitas Didi Kempot semakin terbukti dengan disiarkannya acara mengenang Didi Kempot oleh beberapa stasiun televisi Nasional, sebut saja Indosiar, Trans TV, RCTI dan KOMPAS TV.Â
Dalam tayangan yang disiarkan oleh KOMPAS TV pada hari Kamis, 7 Mei 2020, pukul 20.00 Wib sampai dengan pukul 22.00 Wib, kembali Rossi memandu acara yang diberi judul "Tribute to Didi Kempot Godfather of  broken heart".Â
Acara ini menampilkan berbagai sisi kehidupan Didi Kempot, tidak hanya sebabagi musisi tetapi juga menampilkan sisi kedermawanan Didi Kempot. Dalam wawancara Rossi dengan Blontank Poer salah satu sahabat dekat Didi Kempot terungkap bahwa ternyata sebelum kepergiannya, Didi Kempot telah melakukan penggalangan dana guna membantu masyarakat seni, khusunya yang terdampak pandemi Covid 19. Bahkan Didi Kempot juga membiayai pembangunan Masjid di daerah tempat tinggalnya di Ngawi Jawa Timur.Â
Tidak hanya itu, bahkan kebaikan yang dilakukan oleh Didi Kempot ditunjukkan dengan memberi kesempatan kepada anak kecil penyandang disabilitas (Tuna Netra) untuk menjadi populer dengan mengajaknya bernyanyi serta menciptakan lagu untuknya, Ardha adalah anak kecil yang beruntung bisa bertemu dengan Didi Kempot dan bisa menyanyikan lagunya.Â
Ardha Krisna Pratama, 13. Anak tunanetra ini sempat booming lewat lagu hits nya yang berjudul "Tatu" bersama sang maestro campursari ini. Seperti diketahui, sampai saat ini Ardha telah menyanyikan empat lagu ciptaan Didi Kempot. Mulai dari lagu Tatu, Kagem Ibu, Tulung dan Ora Bisa Mulih yang populer di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Lagu "Tatu" seolah menjadi firasat bagi Ardha atas kepergian sang Maestro untuk selamanya. "Senajan kowe ngilang//ra biso tak sawang//Nanging neng ati tansah kelingan" adalah cuplikan lagu "Tatu"Â yang di nyanyikan Ardha. Lagu ini hingga kemarin bahkan sudah di lihat 25 juta kali lebih di akun Youtube Didi Kempot Official Channel.
Sejarah perjuangan Sang maestro
Tentu tidak mudah untuk bisa mencapai puncak popularitas yang di raih Didi Kempot seperti saat ini, perjuangan dari nol, meniti karir sebagai pengamen jalanan, tentu sebuah contoh nyata bahwa proses tidak akan pernah menipu hasil. Bermodalkan ukulele dan gendang, dia mulai mengamen di kota kelahirannya Solo, Jawa Tengah, pada tahun 1984-1986.
Setelah menjalani kehidupannya sebagai pengamen di Solo, Didi Kempot mengadu nasib ke Yogyakarta, dan menjadikan Malioboro sebagai tempat mengamennya. Didi Kempot memilih menyanyikan lagu keroncong dangdut (congdut) yang kemudian dikenal masyarakat dengan musik campursari.
Setelah dari Yogyakarta, pada tahun 1988 Didi Kempot mulai menginjakkan kakinya di Jakarta. Didi Kempot kerap berkumpul dan mengamen bersama teman-temannya di daerah Slipi, Palmerah, Cakung, maupun Senen. Nah, saat itulah julukan Kempot yang merupakan kependekan dari kelompok pengamen trotoar terbentuk, hingga menjadikan Kempot sebagai nama belakang yang disandang sampai ajal menjelang.
Mengambil pelajaran positif dari Sang Maestro