DIDI KEMPOT SANG MAESTRO
In Memorian Didi Kempot (31 Desember 1966 -- 5 Mei 2020)
Oleh : Bambang Sri Hartono
Indonesia kembali kehilangan musisi terbaiknya, setelah beberapa waktu yang lalu Glenn Fredly, sekarang sang GodFather of Broken Heart Didi Kempot tutup usia.
Didi Kempot terlahir sebagai Dionisius Prasetyo; lahir di Surakarta, 31 Desember 1966, adalah seorang penyanyi dan penulis lagu campursari, Didi Kempot merupakan putra dari seniman tradisional terkenal, Ranto Edi Gudel yang lebih dikenal dengan nama Mbah Ranto.
khalayak mengenal Didi Kempot sebagai maestro campursari dan penulis lagu yang populer, ia memulai karirnya sebagai musisi jalanan di kota Surakarta sejak tahun 1984 hingga 1986, kemudian mengadu nasib ke Jakarta pada tahun 1987 hingga 1989.
Nama panggung Didi Kempot merupakan singkatan dari Kelompok Pengamen Trotoar, grup musik asal Surakarta yang membawanya hijrah ke Jakarta.
Hampir sebagian besar lagu yang ditulisnya bertemakan patah hati dan kehilangan, seperti lagu Pamer Bojo, BanyuÂ
Langit, Kalung Emas, Cidro, Layang kangen, Sewu Kutho, Ning Nickeri, Suket Teki. Lagu ini  adalah  sebagian dari sekian banyak lagunya yang mampu menghanyutkan rasa pendengarnya.
Kini lagu-lagu Didi Kempot banyak diminati oleh berbagai kalangan, baik yang muda maupun yang tua, bahkan penggemarnya yang berusia muda menamakan dirinya dengan  sebutan Sad boys dan Sad girls yang tergabung dalam "Sobat Ambyar" dan mendaulat Didi Kempot sebagai "The Godfather of Broken Heart" dengan panggilan Lord Didi.
Fanatisme penggemar Didi Kempot sungguh luar biasa, dan ini dibuktikan saat konser amal dari rumah yang ditayangkan KOMPAS TV secara Live, pada hari Sabtu, 11 April 2020, pukul 19.00 WIB s.d. pukul 22.00 WIB, berhasil mengumpulkan sumbangan dana sebesar 5,3 Milyar, sebuah angka yang sangat besar yang berhasil digalang dalam sebuah konser amal.
Dan ini sekaligus menunjukkan kecintaan pengemar pada Sang Maestro yang sukses menciptakan maha karya lagu campursari yang begitu menyentuh hati.
Lagu Cidro adalah lagu yang mampu membuat pendengarnya terhanyut seolah berada pada lagu tersebut, Silahkan dihayati dan diresapi cuplikan lagu Cidro.. "Remuk ati iki yen eling janjine//Ora ngiro jebul lamis wae//Dek opo salah awakku iki//Kowe nganti tego mblenjani janji//Opo mergo kahanan uripku iki//Mlarat bondo seje karo uripmu//Aku nelongso mergo ke bacut tresno".
Atau lagu Suket Teki.." Wong salah ora gelem ngaku salah//Suwe-suwe sopo wonge sing betah//Mripatku uwis ngerti sak nyatane//Kowe selak golek menangmu dewe//Tak tandur pari jebul tukule malah suket teki".
Kedua lagu tersebut punya kekuatan lirik yang sangat mendalam, sehingga menjadikan pendengarnya sebagai subjek dan mampu membuat pendengarnya meneteskan air mata, hal ini bukan sesuatu yang aneh apalagi mengada-ada karena setiap orang dalam perjalanan kehidupannya akan selalu mengalami pasang surut rasa yang dipendamnya.
Seperti alasan yang pernah disampaikan Didi Kempot "Rata-rata setiap orang pernah mengalami patah hati dan kehilangan".
Selamat jalan Sang Maestro..Semoga Kau temukan Bahagiamu di kehidupan kekal Abadi..Love You Full.. "Allahumma firlahu warhamhu wa`afihi wa`fu`anhu".
Dan sekarang aku merasa sedih karena Kehilangan.. "Sometimes I choose to look happy because I do not want to explain why I am sad to them who even can not understand what I feel". (Terkadang aku memilih untuk tampak bahagia karena aku tidak ingin menjelaskan mengapa aku sedih kepada mereka yang bahkan tidak bisa mengerti apa yang aku rasakan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H