Mohon tunggu...
Bambang Irwanto Soeripto
Bambang Irwanto Soeripto Mohon Tunggu... Penulis freelance - Penulis cerita anak, blogger, suka jalan-jalan, suka wisata kuliner, berbagi cerita dan ceria

Bercerita yang ringan-ringan saja, dan semoga membawa manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Saya dan Mas Penjual Ayam... End

3 Agustus 2024   09:58 Diperbarui: 3 Agustus 2024   10:04 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di depan sekolah krucil saya, ada penjual ayam dan ikan. Bila sedang ingin memasak ayam goreng, sambal goreng ati ampela, atau ikan layang balado, saya selalu membeli di sana. Bisa sekalian mengantar anak sekolah. penjualnya anak muda, dan ramah. Tapi itu dulu...

Pagi itu, saya kebetulan saya ingin membelikan bubur untuk ibu saya. Kebetulan penjual buburnya mangkal di depan sekolah juga. Waktu memang baru menunjukkan pukul 6 pagi. Setelah membeli bubur, saya melihat rolling door penjual ayam sudha terbuka. Maka mampirlah saya. kebetulan juga ada seorang ibu yang sedang menunggu.

"Pagi benar sih, Pak, datangnya?" sambut Mas penjual ayam.

Saya tersenyum, lalu menjawab, "sekalian beli bubur."

"Lho, bukannya bagus sudah ada pembeli pagi-pagi?" si ibu ikut berkata.

"Saya mengangguk. "Iya, rezeki pagi datang menyapa," tambah saya.

"Tapi belum siap!" jawab si Mas penjual ayam dengan nada malas.

Dengan ogah-ogahan, si Mas Penjual ayam melayani saya dan ibu tadi. Serasa kami ini dua orang yang akan berutang pagi-pagi hahaha. Padahal kami justru yang memberi rezeki.

Dan sebenarnya, kejadian seperti ini sudah saya alami sebelum. Waktu itu pas anak sekolah sedang libur. Rasanya tidak enak benar, dapat perlakuan seperti itu pagi-pagi. Apalagi saya belum sarapan nasi uduk hahaha.

Penjual Jangan Mengatur Pembeli

Sejatinya, orang berjualan itu ingin membeli datang membeli dagangannya. Semakin banyak pembali, maka penjual semakin senang. Dagangan banyak terjual, uang ngumpul, bisa segera naik haji hehehe.

jadi kalau ada penjual yang kurang senang kalau pembeli sudah datang, menurut saya agak aneh. Pembeli datang karena ingin memberi rezeki. Apalagi menurut orang tua dulu, rezeki pertama itu justru bagus karena sebagai pembuka rezeki-rezeki berikutnya.

Makanya sebaiknya, penjual tidak mengatur pembeli. Haru datang jam sekian-sekian, saat penjual sudah siap. Apalagi pintu toko atau tempat berjualan sudah dibuka. Artinya sudah siap menerima pembeli. selain itu, pembeli pasti punya alasan khusus datang membeli pagi-pagi. Misalnya sekalian jalan, ada urusan lain, atau harus segera mempersiapkan sarapan.

Kalaupun belum siap, tetaplah terus ramah. karena pepatah, Pembeli adalah Raja, memang masih terus berlaku. pembeli datang memberi rezeki, maka harus dilayani dengan baik. Kalau pembeli nyaman dan senang, maka dia akan datang lagi.

Penjual yang Harus Mengatur Waktunya

Bukan pembeli yang mengubah waktu membelinya, tapi penjual yang ahrus mengubah waktu menjualnya. Misalnya, sudah tahu pembeli sudah datang jam 6 pagi, maka persiapkan waktu jualan lebih cepat. Bangun lebih cepat dan pergi ke pasar atau pelelangan ikan. Nanti akan cepat sampai di tempat jualan. Saat pembeli datang, penjual sudah siap jualan. Bukan pembeli yang disalahkan kok datangnya kepagian.. hahaha. Nanti pembali malah kabur.

Tapi memang sih, selama belanja ayam potong dan ikan di banyak tempat, baru dia yang begitu. karena mungkin di lokasi itu, hanya dia yang menjual ayam dan ikan. Coba di pasar, ngomong begitu, pembeli langsung pindah ke penjual lain hehehe

Saya dan Penjual Ayam.. End

Saya orangnya paling tidak suka mengalami kejadian berulang kali. Karena sudah 2 kali mengalami, maka saya tidak ingin mengalami yang ketiga kali. maka saya memutuskan tidak pembeli ayam, ikan, dan lainya di Mas itu. Saya dan dia sudah end hahaha. Saya pu mencari penjual lain. Dan Alhamdulillah langsung dapat. Penjualnya ramah, ikan dan ayamnya juga segar. Harganya pun standar.

Sebagai pembeli, saya mempunyai hak penuh. bebas mau membeli saya dan ikan di mana saja. Apalagi tidak utang ini hahaha. Walaupun mungkin si Mas itu berpedapat juga, ya sudah tidak apa. masih banyak pembeli lainnya hahaha. Yo, wis. Sama-sama sudah tidak membutuhkan lagi. Kami putus hubungan antara pembeli dan penjual dengan cara damai saja. Pis.. Men hahaha. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun