Bapak saya seolah-olah kesirep mau cepat mewujudkan rumah impiannya. orang-orang sih pada memuji. Bapak saya semakin tersanjung hehehe.
Tak Seindah Mimpi
Dibangun akhir Desember 2003, rumah impian bapak saya selesai Januari 2004. Lumayan cepat, karena dikerjakan 25 orang. Pujian pun berdatangan. Bapak saya (mungkin) jadi besar kepala hehehe. Apalagi rumahnya paling baru di daerah situ. Bapak dan ibu saya pun kemudian menempati rumah itu, sementara saya bersama saudara masih di Jakarta.
Kehidupan di rumah impian di kampung pun mulai berjalan. Sebulan semua lancar dan berjalan manis. Dua bulan kemudian, masalah mulai berdatangan. Misalnya saat bapak saya mau membuat kamar mandi, harus bertentangan dulu dengan nenek saya. Katanya, buat apa bikin kamar mandi, habis-habisin uang. Tinggal numpang saja di rumahnya hehehe.
Masalah lain misalnya, saat bapak saya mau buat sertifikat tanah. Ada salah satu iparnya yang menentang. katanya tidak percaya sama saudara. Katanya tidak bakalan ada yang mau ambil warisan itu. Ya, namanya beli emas satu gram saja ada suratnya, beli motor ada suratnya, masa rumah tidak ada sertifikatnya.
Dan memang, masalah setifikat ini urusannya ruwet. Bahkan setelah bapak saya meninggal. Saat saya dan saudara ingin urus sertifikat, tetap ditentang nenek saya dan juga saudara bapak saya, termasuk suaminya. Katanya nanti digadaikan dan sebagainya hehehe.
Terus kendala lain, bapak saya itu dulu di bagian ZENI Angkatan Darat, jadi kebanyakan di lapangan dan ke luar daerah. Dengan tinggal di kampung, otomatis berbeda aktivitasnya. Bapak saya dulu tugasnya tender dan mengawasi bangunan. Bapak saya tidak bisa bertani atau berkebun. Jadi lebih banyak bengongnya.
Bapak Saya Sakit
Seiring banyaknya masalah dan aktivitas yang tidak sesuai, maka tahun 2007, bapak saya mulai ambruk. Diawali saat entah kenapa daya ingatnya berkurang dan sering lupa. Akhirnya kena stroke ringan. Saya pun terpaksa harus keluar kerja dan ulang kampung untuk merawat bapak saya.
Namun kondisi di kampung tidak mendukung. Teori bapak saya dulu, kalau dekat keluarga itu enak, apa-apa enak, tidak terbukti. Kenyataannya, saat bapak saya sakit, saya sekeluarga yang mengurusnya.
Kemudian ditambah sebelah rumah itu kosong. Nah, kepala desa saat itu menggunakan untuk latihan musik tradisional malam harinya. terus siangnya dipakai anaknya untuk latihan band. Semakin tidak nyamanlah. Giliran ibu saya menyampaikan, malah tidak terima. Ada yang melempar rumah saya pada malam harinya.