Mohon tunggu...
Bambang PakDe
Bambang PakDe Mohon Tunggu... Auditor - Seorang Bapak dari 2 Anak

Sekedar ungkapan hati saja

Selanjutnya

Tutup

Bola

Meredam Aksi Kesetanan Suporter Sepakbola

8 Agustus 2018   11:15 Diperbarui: 9 Agustus 2018   13:43 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah suasana bahagia dengan berjayanya Tim Garuda di ajang Piala AFF U-16 2018, muncul kabar duka yaitu tawuran antara supporter sepak bola vs warga di kawasan Pasar Rebo Jakarta Timur. Tawuran ini menewaskan dua remaja dan melukai dua lainnya.

Tawuran dipicu karena penjarahan di beberapa warung oleh ulah oknum supporter yang kemudian menyulut kemarahan pedagang juga warga. Bentrok pun tak terhindarkan.

Mayoritas supporter adalah remaja

Terlihat dalam video di Youtube bahwa mayoritas dari suporter berusia masih remaja lebih pantas main bola plastic di lapangan RT ketimbang jadi supporter bola beringas.

Trenyuh memang... mau jadi apa anak anak ini? atau mau diapakan anak -- anak ini ?.
Mengapa mereka begitu agresive ?  brutal ?

Kadang saya ragu. Apakah perilaku agresif mereka benar -- benar ada hubungannya dengan fanatisme terhadap kesebelasan mereka?

Ataukah agresivitas mereka lebih dipicu atas nafsu menunjukkan "Siapa Gue"?

Mungkin mereka tidak akan terlalu hancur hati jika kesebelasannya kalah telak 0 -- 10 sekalipun, karena pertandingan sebenarnya bagi mereka adalah di luar lapangan.

Yang disebut pertandingan bagi mereka adalah saat berangkat menuju stadion dengan menaiki atap metro mini kemudian berharap para pengguna jalan lain merunduk ketakutan, semua orang minggir kocar kacir memberi prioritas jalan bagi sang jagoan.
Mungkin itulah arti kemenangan sejati bagi mereka.

Menjadi superhero....   walau sesaat.

Ya... cuma sesaat saja, setelah pertandingan usai mereka akan menanggalkan seragam superheronya. Tapi justru karena sesaat itulah mereka memanfaatkan momentum aji mumpung ini semaksimal mungkin dan akibatnya tentu memicu efek lebay.

Kapan lagiii?... mumpung nih...

Tidak pernah terpikirkan betapa nelangsanya Ayah Ibu Kakak Adik korban akan menerima kabar duka ini. Terkadang mereka memang tidak saling mengenal satu sama lain, sehingga empati dalam makna persaudaraan sangatlah tipis.

Miris... saat melihat teman mereka terkapar di jalan bersimbah darah, bukannya ditolong,... tapi reaksi yang terjadi adalah membalas serangan terlebih dahulu!.. balas demi bendera kebangsaan dahulu!.  Masalah teman mati... ya sudah... dianggap syuhada versi kelompoknya atau ditag sebagai Pahlawan (yang benar benar tanpa tanda jasa) paling tidak untuk beberapa hari ke depan.

Krisis Identitas Diri ?

Satu hal yang sangat mungkin terjadi adalah keberingasan mereka didominasi atas hasrat menunjukkan identitas diri, bukan KTP maksudnya... tapi jati diri sebagai anak muda.

Masa mencari jati diri ini memang masa masa rawan keblinger.

Kebetulan Identitas yang mereka cari dapat diperoleh dari bendera kesebelasan yang mereka kibarkan, seolah bendera itu mewakili kehormatan, eksistensi dan harga diri secara total. Gue nih "Anu"mania relawan kesebelasan "Anu", gitu misalnya. Semakin rela maka semakin pekat derajad kepahlawanan para relawan ini terhadap kelompoknya dan tentu saja akan semakin dihormati.

Peran Manajemen Kesebelasan

Sudah saatnya pihak -- pihak yang memiliki bendera atau identitas ini lebih peka terhadap "jamaahnya".

Saya membayangkan jika mindset manajemen kesebelasan berubah bahwa main bola bukan hanya di dalam lapangan saja, tapi juga di luar lapangan. Keamanan, ketertiban dan keselamatan lingkungan juga menjadi target kinerja kesebelasan, disamping kemenangan tentunya.

Nggak sulit kok memenangkan pertandingan di luar lapangan...  misalnya silaturahmi berkala antar supporter dan pemain, melakukan aksi sosial bersama, memberi penghargaan kepada anggota supporter yang tertib, mempublikasikan kegiatan positif mereka di media atau sosmed dll. Menumbuhkan kesadaran konstruktif secara bersama sama, itu pointnya.

Waktu remaja saya pernah bertemu seorang gelandang yang cukup terkenal kala itu,  hanya beberapa detik. Beliau menyampaikan pesan singkat agar supporter tertib... sudah...  gitu thok !
efeknya ?.... Kami benar benar tertib.  Nasihat dari para idola pasti lebih ces pleng dari pada nasihat pihak lain.

Pemerintah ngapain?

Aparat pemerintah juga seharusnya lebih mencegah daripada memperbaiki, misal dengan mengatur lokasi pemberangkatan supporter hingga tak ada lagi para spiderman di atap metro mini atau membawa senjata baik yang tajam ataupun yang tumpul.  Ini sebaiknya dilakukan pada proses paling hulu, yaiut sebelum supporter berangkat, sebab kalo sudah terlanjur berangkat, genderang terlanjur ditabuh dan mereka terlanjur menjelma menjadi superhero, dijamin pasti jauh lebih rumit urusannya. 

Warga ?

Jujur, sebagai warga sebenarnya saya menikmati suguhan "pertunjukan" para supporter dengan bajunya yang warna warni, genderang, terompet dan nyanyian penuh semangat. Nggak perduli dari kesebelasan mana, saya suka melambaikan tangan memberi semangat, semangat agar mereka lebih heboh lagi, lebih konyol lagi, lebih norak lagi..... paling tidak ulah mereka jadi hiburan tersendiri. Semakin gila aksinya semakin ngakak tawa saya.

Sejauh ini respon mereka ternyata positif jika disambut baik, diapresiasi, dihargai... tentunya pertunjukan para supporter ini juga harus meriah, menghibur dan terutama bersahabat agar menarik simpati warga. 

Pernah dijalan saya lemparkan uang Rp 20 ribu kepada kerumunan supporter ini dan reaksi mereka sungguh mengagetkan !... dua anak turun dari dari metro mini dan mencium tangan saya... Masya Allah naluri kanak kanaknya ternyata belum hilang. Tidak sampai di situ merekapun membukakan jalan bagi saya untuk lewat... thanks bro!

Jadi, hilangkan prasangka bahwa parade hura hura supporter adalah aktivitas setan, cobalah menikmati, sambut baik dan paling penting adalah berusaha larut dalam pesta mereka....  tentunya tetap jaga kewaspadaan.

AKSI POSITIF SUPPORTER DI DALAM LAPANGAN


Media harus ngapain ?

Terutama buat para publisher yang penggemar sepak bola, publikasikan hal hal baik, lucu, menyenangkan, membangun dll untuk membentuk opini publik dan opini para supporter itu sendiri bahwa kegiatan hura -- hura ini positif, bisa dicontoh, cool atau kereeen. Buat sesuatu yang viral mengenai keteladanan kegiatan para supporter. Apresiasi mereka dengan menulis berita positif (jika memang positif tentunya).

Once publikasi meluncur positif saya yakin akan banyak supporter kesebelsan lain yang menirukan. Berharap nilai positifnya menjadi trend baru yang keren. 

Ingat kegiatan positif supporter Jepang di World Cup Rusia? Mereka membersihkan sampah di stadion walaupun kesebelasan jagoannya kalah. Kabarnya kegiatan ini mulai ditirukan oleh supporter brasil. Bahkan kamar ganti para pemain Jepang menjadi yang paling rapi dan bersih diantara peserta negara lain. Nah kan... para pemain malah yang terpengaruh supporternya. Bukannya itu cool?

Ada beberapa hal lain yang saya optimis bisa dilakukan secara bersama untuk memperbaiki situasi ini, tentunya para ahli persepakbolaan yang lebih tahu, ahli komunikasi masa atau para psikolog.

Saya bukanlah ahli persupporteran bola, tapi setidaknya masa remaja saya juga merasakan hal tersebut. Alih alih mau mencari jati diri, saya merasa bahwa berada ditengah hiruk pikuk eforia massa justru malah menghilangkan jati diri saya sendiri, saya merasa bahwa saya bukanlah saya lagi saat dirasuki histeria, menjadi sangat nekat dan berani, padahal aslinya berhadapan dengan  cicak saja saya gemetaran.

Pernah dengan satu tiket pertandingan dan uang yang hanya cukup untuk beli 6 batang rokok eceran, kami nekat pergi ke Jakarta untuk mendukung kesebelasan tercinta. Kami berhasil "membajak" kereta api ekonomi dan berbuat sesukanya disepanjang jalan.
Keonaran yang kami bikin di sepanjang jalan menjadikan "teror" tersendiri bagi mereka yang tinggal di sekitar rel.
Perjalanan ke Jakarta lebih mirip seperti penaklukan kota yang terlewati daripada perjalanan rekreasi.
Semakin keonaran diberitakan di koran maka semakin bengkaklah dada kami.
Tibalah kami di stasiun sebuah kota dimana Pemda setempat membagikan ratusan nasi pecel gratis.

Dan apa reaksinya kemudian ?....

Heh, menyejukkan...... sepanjang sisa perjalanan kami jadi tertib tanpa keonaran, saling mengingatkan antar teman mulai terjadi. Pendeknya mulai tenang dan pulih "kesadaran" setelah sekian lama in trance.

Superhero kok dikalahkan nasi pecel ?... he he he bukaaan. Tapi kami merasa diperhatikan, dihargai (ditakuti ?) dan itu ternyata sungguh efektive meredam keberingasan kami. Naluri terima kasih muncul lebih dominan ketimbang menekan nafsu setan. 

Alhamdulillah sayapun bisa pulang dengan kondisi tetap ganteng tanpa tambah kurus sedikitpun, Ajaib memang.

--- Bambang PakDe ---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun