Al-’Alaqoh berakar dari kata al-’alaq alias gantungan, memakai wazan al-falaq, merupakan salah satu dari nama lain cinta. Al-Jauhari telah mengatakan bahwa al-’alaq juga merupakan nama lain dari cinta.
Dikatakan nazhrotun min dzil-’alaq artinya pandangan dari orang yang jatuh cinta. Ibnu Daminah mengatakan dalam sebuah bait syairnya:
Ingin rasanya hatiku melupakanmu, tetapi apa daya
ketergantungan hatiku kepadamu telah mengakar sejak lama
Terkadang dibaca dengan lam fi’il yang dikasrahkan hingga menjadi al-’aliq; dikatakan ‘aliqa hubbuha bi qolbihi artinya kecintaan kepadanya telah terpaut dalam kalbunya.
Cinta disebut hubungan, karena kalbu orang yang bersangkutan telah terpaut kepada si dia. Sorang penyair bernama Al-Mirar Al-Faq’asi telah mengatakan dalam bait syairnya:
Apakah karena keterpautan hatimu dengan Ummul Wulaid,
padahal semua rambut kepalamu yang hitam telah berubah menjadi putih?
Al-Hawa (kecenderungan hati)
Kecenderungan hati kepada sesuatu disebut al-hawa. Bentuk kata kerjanya ialah hawiya, yahwa, hawan, semisal dengan ‘amiya, ya’ma, ‘aman. Berbeda halnya jika dikatakan hawaa yahwi dengan ‘ain fi’il yang difat-hahkan, maka artinya jatuh, bukan cenderung; bentuk mashdarnya al-huwiyyu dengan ha yang dibaca dhammah.
Al-hawa berarti pula diri sang kekasih, seperti yang disebutkan dalam ucapan seorang penyair: