Mohon tunggu...
Bambang Prayitno
Bambang Prayitno Mohon Tunggu... -

kesadaran adalah matahari. kesabaran adalah bumi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tiga Yang Mengingatkan (Bagian 2)

11 Januari 2012   09:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:02 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bagian 2. Pemimpin dan Pemimpi

Kalau kita membedah tujuh misi "Kaltim Bangkit 2013", kita akan mendapati bahwa ada beberapa impian yang tertunda. Mungkin bisa diwujudkan sepanjang periode ini. Mungkin juga terbang bersama mimpi-mimpi pemilihan Gubernur periode yang akan datang. Misi pertama dari "Kaltim Bangkit" adalah; mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa untuk mewujudkan Kaltim sebagai "Island of Integrity".

Tapi lihatlah sepanjang tiga tahun terakhir. Program peningkatan integritas pegawai tidak pernah dilaksanakan. Hanya slogan yang dipasang di lobby kantor. Audit kekayaan pejabat sebagai contoh kecil integritas tidak pernah menjadi berita. Layanan publik sebagai output dari tata kelola pemerintahan yang baik tidak diperhatikan dengan seksama. Bahkan ukuran pelaksanan standar pelayanan minimum pun hanya menjadi penghias dinding kantor pemerintah.

Misi yang kedua adalah; mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat serta sistem demokrasi yang kondusif. Eep Saefulloh menjelaskan dalam "Zaman Kesempatan", bahwa demokrasi akan berjalan dengan baik jika; 1) adanya partisipasi politik yang luas dan kompetisi poltik yang sehat, 2) sirkulasi kekuasaan yang terjaga, terkelola, dan berkala, terutama melalui proses pemilihan umum, 3) pengawasan terhadap kekuasaan yang efektif, 4) diakuinya kehendak mayoritas, 5) adanya kebebasan pers, 6) adanya perekonomian negara yang stabil, 7) diakuinya HAM, dan 8) adanya tata-krama politik yang diakui oleh masyarakat. Saya mau membahas syarat pertama, ketiga, keempat dan ketujuh.

Lihatlah Kalimantan Timur ini. Adakah rakyat begitu antusias saat pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau pemilihan partai politik diselenggarakan. Kenapa rakyat begitu pesimis. Adakah karena mereka tak juga paham sebenarnya pergantian pemimpin itu untuk apa?. Adakah rakyat -hari ini- diberikan ruang yang luas dan bebas untuk menyampaikan aspirasi dan suaranya?. Atau jangan-jangan Gubernur tipikal orang yang hanya antusisas jika diajak menyanyi saja?.

Ataukah Gubernur tipikal orang yang hanya suka didengarkan saja?. Sudah adakah mekanisme penyerapan aspirasi yang benar-benar jitu menyentuh rakyat, seperti Ishaq yang masuk ke kampung dengan ramah, atau Umar al-Faruq yang menyamar tiap malam?. Atau jangan-jangan program yang dibuat oleh Gubernur hanyalah inspirasi pribadi tanpa sedikitpun mendengarkan aspirasi?. Jika itu yang terjadi, tentu saja misi yang kedua jelaslah kita katakan tidak terpenuhi.

Misi yang ketiga dari "Kaltim Bangkit" adalah; mewujudkan kawasan perbatasan menjadi beranda terdepan negara dan percepatan pembangunan di wilayah pedalaman dan terpencil. Kelihatannya sangat gagah, penuh patriotisme dan membanggakan misi ini. Tapi lihat dan dengarkanlah fakta dan suara yang keras dari beberapa wakil rakyat dan gambaran yang di tampilkan media belum lama ini. Sejak tahun 2006, informasi bahwa perbatasan menjadi prioritas itu sudah ada di meja Gubernur Faroek sebelum menjadi Gubernur. Tapi tetap saja, prioritas programnya menjadi nomer sekian dibandingkan dengan nomer yang lain yang tak kalah penting dalam persepsi kepala Gubernur, yaitu Jalan Tol.

Sedangkan misi keempat; mewujudkan struktur ekonomi yang berdaya saing dan pro-kerakyatan dengan konsep pembangunan berkelanjutan, tampaknya harus juga harus mendapatkan prioritas kesekian karena langkah nyata seperti pembangunan vokasi dan pusat inovasi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) belum juga diwujudkan. Atau program penyemangat kemajuan UMKM seperti kampanye makan kerupuk belida dan pemakaian baju batik khas Kaltim, tidak menjadi pembicaraan. Padahal banyak hasil lokal yang bisa dipromosikan, dikembangkan atau dibanggakan seperti halnya Jokowi Walikota Solo membanggakan Kiat Esemka.

Adapun misi kelima; mewujudkan pemenuhan infrastruktur dasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang layak dan sejahtera, tampaknya juga menjadi kata penghias di lubang-lubang jalan propinsi yang jumlahnya ratusan kilometer. Banyak rakyat yang menderita, karena jalan yang rusak. Terganggu ekonominya, mengalami kecelakaan karena lubang jalan atau tiadanya penerangan, atau harga-harga menjadi begitu melangit karena pasokan kebutuhan yang terlambat datangnya. Rakyat hanya bisa pasrah, karena sarana infrastruktur mereka masih belum juga menjadi prioritas.

Misi keenam mewujudkan masyarakat yang sehat, cerdas terampil dan berakhlak mulia, tampaknya juga tak bisa diharapkan untuk terwujud. Kita hingga hari ini tak punya inventarisasi sekolah yang rusak, padahal sekolah rusak di Kaltim pernah masuk di media nasional beberapa bulan yang lalu. Kita tak pernah membuat program Jam Belajar Masyarakat yang ditandatangi Gubernur, sebagai bagian (sangat) kecil dari program pencerdasan anak-anak Kaltim.

Kita tak pernah membuat Program Desa Perpustakaan, karena pemimpin Provinsi ini mungkin berpikir, anak kampung tak usah banyak baca dulu. Bahkan program perbaikan akhlak mulia di Kaltim juga sangat absurd, karena jangankan mencanangkan Program 1000 da'I atau pewajiban atribut islami setiap Jum'at misalnya, atau program menghidupkan kerohanian siswa di sekolah-sekolah menengah atas dan pertama misalnya. Jangankan itu semua, untuk sekedar menampilkan dan mencontohkan keluarga yang harmonis dan berfoto bersama keluarga dan mengkampanyekan "ini lho, keluarga harmonis yang dekat dengan nilai-nilai agama dan jauh dari kerusakan moral", Gubernur pun tidak pernah melakukannya.

Sedangkan misi terakhir; mewujudkan perbaikan subsidi, perlindungan sosial dan penanggulangan/pengentasan masyarakat miskin, tampaknya juga tetap di angan-angan. Mimpi kita yang seperti daerah lain di luar Kaltim yang lebih miskin tapi bisa membuat asuransi jiwa bagi warganya, tampaknya tak akan pernah terwujud. Jangankan program seperti itu, untuk sekedar mendata penduduk miskin saja, Gubernur sampai minta bantuan ormas yang sebenarnya program itu jadi program wajib aparatur di bawahnya.

Apalagi jika berbicara tentang program peningkatan kesehatan, maka saya yakin saya akan bisa persembahkan tangis ribuan bayi di gendongan ibunya. Mereka tak pernah mendapatkan susu pendamping yang murah, atau ibu dan bayi tak mendapatkan proteksi gratis sejak dari kandungan, karena program kesehatan kita tak memikirkan masa depan generasi. Ibu-ibu muda tak pernah disentuh oleh kampanye Inisiasi Menyusu Dini, karena memang itu belum menjadi prioritas.

Itulah sebagian dari fakta-fakta penuh motivasi tentang Kalimantan Timur yang sekarang ada di depan mata. Maka, mengingati itu semua, ada baiknya kita mengenang dan mencerna tiga filosofi dasar (dari banyak filosofi) yang melekat di Kaltim sekarang ini; satu bagian melekat pada motto Kalimantan Timur sendiri, dua lainnya melekat pada nama Gubernur. Jika ternyata, kita -hingga hari ini- belum juga menemukan kesejahteraan yang kita cita-citakan, maka, jangan salahkan jika banyak orang di Provinsi ini mengusulkan; jikalau dulu, The Three Muskeeters bilang; "Semua untuk Satu, Satu untuk Semua", dan atas inspirasi itu, Kaltim yang sekarang berslogan " Membangun Kaltim Untuk Semua", saya usulkan dirubah "(Semua) Membangun Kaltim untuk Satu". Satu itu; Pak Gubernur.

Dan, saat pemimpin kita lalai dari hakikat ke-gubernur-annya, ingatkan lah ia dengan asal-muasal dua nama terakhirnya untuk menyadarkannya. Dua nama yang pernah menyejarah dalam peradaban manusia. Yang satunya adalah pemimpin yang menjadi pembeda antara keburukan dan kebaikan. Menjadi penegas antara membela rakyat atau menindas rakyat. Punya garis yang jelas, membela kepentingan rakyat atau penghamba kepentingan modal yang merusak lingkungan, mengabaikan hak rakyat dan merusak tatanan profesionalisme birokrasi. Nama yang melekat pada Gubernur kita; Gubernur Faroek; yang seharusnya ia bisa menjadi "Sang Pembeda".

Yang satunya lagi adalah representasi dari ketaatan kepada Tuhan. Representasi keinginan orangtua dan juga rakyat Kalimantan Timur, bahwa gubernur kita diharapkan menjadi sumber "tertawa" dan gembiranya hati seluruh rakyat. Ia harus menjadi sumber mata air keteladanan akan sikap amanah, sabar dan ketulusan yang tak terhingga dalam melayani rakyat. Ia menjadi buhul yang mengikat hati-hati rakyat yang berbeda agama dan suku dalam satu simpul bernama "keadilan dan kesejahteraan".

Dan terakhir, terkhusus untuk Pak Gubernur. Karena anda pemimpin, maka ada baiknya kita juga renungkan hakikat kata "Pemimpin". Kata "Pemimpi" dan "Pemimpin" itu bedanya sangat tipis. Hanya dibedakan oleh huruf "N". Tapi basis kata dari keduanya sama. Mereka berdua sama-sama pemimpi. Tapi, "Pemimpi" adalah mereka yang hanya bermimpi tapi tak pernah mewujudkannya. Atau hanya bermimpi untuk dirinya sendiri. Dan "Pemimpin" adalah mereka yang selalu berpikir, berjalan atau mengejar apa yang menjadi mimpinya semata-mata demi kebaikan rakyatnya. Ia memahat mimpi-mimpi itu di senyum rakyat di sepanjang perjalanannya. Ia melukiskan mimpi di derai hati penuh bahagia kaum jelata.

9 Januari 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun