Mohon tunggu...
Bambang Prayitno
Bambang Prayitno Mohon Tunggu... -

kesadaran adalah matahari. kesabaran adalah bumi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tahun Pembuktian Harapan

30 Januari 2012   08:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:17 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, akhir tahun 2011 ini semua jenis kerja dan profesi manusia mengekspresikan suara hatinya menyambut detik-detik pergantian tahun. Mereka melakukan kegiatan-kegiatan seremonial yang di harapkan bisa lebih semarak, lebih kontemplatif atau lebih syahdu penuh suka-cita dari akhir tahun 2010 lalu. Ada yang mengekspresikan dengan berkumpul di jalan-jalan, seperti pada umumnya, menyalakan kembang api, membunyikan terompet atau menghitung detik-detik pergantian tahun yang diselenggarakan di alun-alun oleh pemerintah setempat.

Ada sekumpulan anak muda atau penggiat kegiatan masjid yang mengisinya dengan berdzikir dan merenung di masjid atau tempat peribadatan lain. Mereka mengisinya dengan membacakan ayat-ayat tentang kehidupan, shalat malam bersama, lalu, bersama-sama merenung tentang hakikat penciptaan, evaluasi kebajikan dan catatan-catatan kebajikan yang akan dibuat di tahun depan. Mirip sekali dengan pertanyaan-pertanyaan awal untuk Sophie Amundsend dalam novel filsafat "Sophie's World" karya Jostein Gaarder yang terkenal itu.

Ada yang mengisinya dengan memenuhi hotel dan mengadakan pesta semalam suntuk. Ada juga yang membakar jagung atau memutar musik keras-keras di sepinggiran jalan. Sambil sesekali menampilkan band-band dadakan hasil kolaborasi kawan sepermainan atau kawan kerja. Ada sekumpulan intelektual dan aktivis di Jakarta dan Kalimantan Timur yang mengisi momentum pergantian tahun dengan membuat diskusi dan evaluasi. Di milis saya mendapati ada sekira 3 atau 4 undangan diskusi pergantian tahun yang di selenggarakan organisasi mahasiswa, LSM dan kelompok intelektual. Temanya masih seputar kekuasaan; proyeksi ekonomi 2012, evaluasi kasus HAM, kasus Nazar dan Century, hingga pergantian kepemimpinan. Di Kalimantan Timur juga seperti itu. Ada undangan dari GP-Ansor tentang "Anak Muda Bicara Kaltim", ada undangan dari HMI dan Forum Diskusi, ada juga undangan dari CRPS tentang "Evaluasi Pelayanan Publik Kota Samarinda".

Hotel-hotel penuh semua dengan promosi pesta tak terlupakan, mall-mall penuh dengan diskon barang belanja yang menggiurkan mata, dan bioskop terus menampilkan film-film bagus yang ditonton oleh keluarga. Bahkan Hollywood seperti telah bersepakat untuk membuat film dalam rangka mengekspresikan kegembiraan pergantian tahun dengan membuat film "New Year's Eve" yang mengumpulkan banyak aktor dan aktris Hollywood dalam sebuah film bergenre komedi romantis.

Hanya beberapa jenis profesi yang tetap bersiap siaga melayani manusia lainnya. Ada penjual jagung, ayam dan kebutuhan pesta rakyat yang tetap duduk di pinggir jalan. Ada penjual kembang api dan terompet yang tetap membunyikan terompetnya hingga detik terakhir pergantian tahun. Ada polisi dan petugas kesehatan yang tetap membelalakkan mata, menjaga saudara-saudaranya untuk tetap tertib berkendara atau memberikan pertolongan jika kapan waktu terjadi kecelakaan di sepanjang pesta.

Tapi semua manusia diliputi asa yang membuncah. Mungkin ada yang menangis saat acara muhasabah atau renungan. Ada juga yang bergembira dan penuh tawa di sepanjang malam. Mungkin pengamat sosial ada yang membangun teori bahwa pesta rakyat dadakan akhir tahun adalah gelombang budaya materialisme dan eskalasi kapitalisasi modal lewat media, budaya dan sarana lain. Bagi saya pribadi, mungkin momentum pergantian tahun adalah momentum dimana rakyat mengakumulasikan harapan berupa gembira, tawa dan tangis setelah 364 hari sebelumnya susah payah menghadapi gelombang putus asa yang tak ada habis-habisnya. Rakyat kita paham cara mengobati luka yang menganga.

Sepanjang bulan Desember tahun 2011 ini, saya membaca beberapa berita yang tentu saja membuat kita hampir putus asa hidup di Indonesia. Setelah dulu kita dihebohkan oleh kisah Sinar dari Polewali yang menghidupi keluarganya, kini ada Kelvin si belia dari Bengkulu yang menghidupi ibunya dan sekaligus mencari nafkah. Dan saya yakin, ada ribuan anak-anak lain di negeri ini yang terpaksa menjadi tulang punggung keluarga karena tak ada lagi pekerjaan dan orangtuanya telah tak berdaya. Mereka belum diberitakan saja.

Ada juga cerita tentang Sondang yang begitu marah dengan penguasa lalu membakar diri di depan istana. Ada Vitria Depsi, seorang TKW yang terancam hukuman gantung. Ada Kasus Mesuji yang membuat kita tak percaya bahwa kebiadaban itu terjadi di negeri kita yang penuh tata krama. Ada kasus di Bima dan Papua yang menjadi bukti penegasan bahwa kekuatan modal adalah pengendali tentara, polisi dan penguasa kita. Ada kasus kekerasan agama di Madura.

Ada kasus Century yang konon mulai menyentuh lingkaran penguasa yang hingga kini tak kunjung selesai. Ada kasus Nazar, Nunun dan Miranda yang tetap blur. Kasus -kasus yang tentu saja berbanding terbalik dengan keadilan hukum bagi rakyat jelata di Indonesia. Setelah kasus Nenek Minah yang mencuri 3 buah kakao di tahun 2009, tahun 2011 ini muncul kasus serupa. Ada Carli Hamdani dan Deni Muharam yang terpaksa dibui karena mencuri batu. Ada Anjar Andreas yang kebagian memerankan komedi cerita pencurian sandal jepit dari Palu.

Mereka melakukan itu semua karena mereka miskin. Karena mereka masuk dalam 8 juta penduduk Indonesia yang menganggur. Karena ternyata, pertumbuhan ekonomi 2011 yang 6,2 persen hanyalah pertumbuhan ekonomi investasi. Bukan ekonomi riil rakyat. Karena demokrasi yang kita bangun, seperti kata Jenderal Wiranto dua hari yang lalu, adalah demokrasi politik dan ekonomi yang tanpa hati nurani, yang hanya mementingkan kepentingan modal, tekanan asing dan keinginan elit saja.

Mereka memang bertugas menjadi pemeran lakon komedi negeri ini. Bahwa drama terkonyol tentang ketidakadilan hukum dan absurdisitas akal sehat penegak hukum itu memang benar-benar ada dan terjadi di negeri ini.

Di Kalimantan Timur apalagi. Rentetan peristiwa besar juga terakumulasi pada bulan ini. Ada kasus orangutan di Muara Kaman yang tersangkanya hanya karyawan kelas rendahan perusahaan, ada ambruknya jembatan Kutai Kartanegara yang memakan korban puluhan orang tapi investigasinya berjalan lambat dan seolah-olah tertutupi oleh hal lainnya karena pelaksana dan penguasanya masih berjejaring di satu partai. Ada dana santunan korban runtuhnya jembatan yang mendapatkan dana tak sama dan jelas ini indikasi penilepan (korupsi), tapi lalu kasusnya hilang. Ada dugaan tak benarnya pengelolaan dana di Mitra Kukar dan Bontang FC. Ada juga kasus tabrakan perahu pengangkut penumpang yang mengindikasikan bahwa manajemen transportasi publik di Kutai Kartanegara sudah sedemikian buruk.

Ada juga kasus tumbal tambang di Samarinda dengan matinya anak-anak yang bermain di lubang bekas tambang. Ada kekhawatiran penguasa propinsi ini bahwa kasus Mesuji bakal menular ke Kaltim. Ada cerita kerusuhan di Bulungan. Ada penolakan pembangunan jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Balikpapan dan Penajam Paser Utara.

Sepanjang Desember ini, muncul peristiwa-peristiwa luarbiasa yang mengagumkan. Dan itu semua terjadi di bulan ini !. Bulan Desember. Bulan kontemplasi tahunan bagi jelata. Seolah-olah semua bentuk penderitaan rakyat, ketidakadilan dan kekejaman di negara makmur bernama Indonesia dan di Propinsi subur bernama Kalimantan Timur itu sengaja ditampilkan Allah, diperlihatkan untuk menjadi bahan gugatan Allah pada penguasa. Bahwa Allah juga sebenarnya "mangkel" dengan penguasa. Lalu menumpahkan kemangkelannya dengan menunjukkan watak asli pemimpin kita. Allah, seperti kata Samarpan seorang Pendeta di India, dalam buku "Tiya"; "sedang menunjukkan jalan-jalan lain sebelum kita mendapatkan jalan yang sebenarnya".

Seolah-olah, penguasa kita dan watak aslinya, seperti kata-kata Patrick si sahabat kental Spongebob Squarepants; "jika kamu tak mampu meyakinkan dan memukau seseorang dengan kepintaranmu, bingungkan dia dengan kebodohanmu". Penguasa dipertontonkan kelalaiannya selama ini; mereka susah berkomunikasi dengan rakyat, tidak paham jiwa rakyat, dan membuat dunia dan aturan sendiri lalu rakyat dipaksa untuk mengikutinya.

Tapi rakyat masih cukup bersabar. Buktinya, mereka masih mau bermuhasabah atau bersukacita menyambut pergantian tahun. Artinya, mereka masih berusaha mengumpulkan harapan. Tapi akan ada saatnya dimana rakyat begitu ingin memberikan kejutan kepada penguasa jika akumulasi ketidakadilan dan ketidakbecusan mengelola kehidupan rakyat (kebodohan dalam versi Patrick) itu selalu dipertontonkan.

Rakyat dan aktivis kampus negeri ini akan -seperti kata Komarudin Hidayat dalam diskusi Akhir Tahun di UIN Jakarta dua hari yang lalu- "rakyat akan semakin kecewa dan mengarah pada frustrasi ketika melihat kebangkitan partai politik yang awalnya menjanjikan perbaikan moral bangsa, pemberantasan korupsi, membangun demokrasi untuk kesejahteraan rakyat tampaknya tidak mampu memenuhi janji-janjinya. Dan suasana kebatinan itu merembet ke kampus-kampus". Ada saatnya dimana rakyat akan meletup dan bener-benar meledak semeriah pesta kembang api Tahun Baru.

Wahai pemimpin, mari merenung; lalu bersegeralah buktikan harapan rakyat.

30 Desember 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun