Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kidungkan Cintamu Lagi, Edu!

22 November 2020   05:51 Diperbarui: 22 November 2020   06:05 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusanku ini berat, tajam dan dianggap absurd. Berat, karena harus kuambil melalui proses pertimbangan yang panjang. Melewati perdebatan yang sengit. Membutuhkan pergumulan doa yang intens. Plus penyaliban kesenangan manusiawiku sendiri.  

Tajam, karena ada pihak-pihak yang terkecewakan. Bahkan melukai jiwaku sendiri. Lantas absurditasnya di mana? Dianggap absurd karena menimbulkan reaksi dan komentar yang beragam. Khususnya dari teman-temanku sendiri. Ada yang menyebutku, sok-sok-an. Sia-siakan kesempatan emas. Sombong. Dungu. Idealis, tapi konyol dan lainnya.

"Kurangnya apa sih si Edu itu? Apa kurang ganteng, pinter dan kaya?" tanya Widya padaku.

"Dia ganteng, cerdas dan babenya tajir." Jawabku datar apa adanya.

"Lalu kenapa elu tolak? Padahal semua cewek itu pengin punya pacar yang ganteng, pinter dan sugih. Elu aneh banget deh!"

"Elu boleh cantik, tapi gak boleh sombong begitu!" imbuhnya menuduhku.

"Yang sombong itu siapa, Neng?"

"Jual mahal elu itu, kesombongan namanya!"

Jelas itu adalah kesalahpahamannya sendiri terhadapku. Sudah beberapa kali kujelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Namun Widya, sahabat baikku ini, tampaknya masih belum juga paham. Masih saja ia mengklaimku sebagai cewek yang arogan dan sok cantik.

Persoalannya itu apa sih?

Apalagi kalau bukan soal keputusanku memutus sepihak hubunganku dengan Samuel Eduardo. Sejatinya dalam banyak hal aku cocok dengannya. Ada rasa nyaman dan bangga ketika berdua dengannya. Namun dengan berat hati, terpaksa harus kuputus sepihak karena sinkretisme imannya. Bagiku ini prinsipil banget.

Bayangkan, Edu mengaku pengikut Kristus, tapi sekaligus gandrung pada klenik atau tahayul. Kadang sangat kristiani. Kadang rasional banget. Namun juga mistis berat. Apalagi kalau sudah kambuh kesukaannya yang meng-"othak-athik gathuk" segala sesuatu. Bagiku, itu menggelikan!

Dan yang paling menyebalkanku, ke mana pun ia pergi, selalu membawa sebuah benda kecil yang disebutnya sebagai "pengayom diri". Wujudnya dirahasiakan, tapi katanya itu bisa memberikan rasa percaya diri yang besar. Sebaliknya, tanpa benda keramatnya itu, ia akan merasa galau, tertekan bahkan limbung. Pantaskah pria semacam itu menjadi imam bagi keluargaku kelak?

Ketika terus kudesak agar dia mau meninggalkan semua berhalanya itu, jawabnya enteng saja: "Itu mungkin baru bisa terjadi, setelah aku mati."

"Maaf ya Widya! Meski dia tajir, pinter dan ganteng, gua gak bisa hidup dengan cowok yang mendua iman.  Iman kepada Kristus, ya harus sepenuhnya! Gak boleh dicampuradukkan dengan yang lain...."

"Kan Alkitab juga menulis tentang keberadaan Iblis, setan-setan, jin-jin atau makhluk-makhluk roh yang gaib?" bela Widya.

"Kita memang percaya pada eksistensinya sebagai makhluk roh ciptaan Tuhan. Cuma itu saja! Gak boleh lebih! Kenapa? Karena mereka itu makhluk roh yang sangat jahat. Berontak terhadap Allah dan hancurkan hidup manusia. Sebab itu, kita sama sekali gak boleh tertarik, kagum dan berkolaborasi dengannya. Apalagi mengidolakan, memberhalakan dan mentaatinya. Kitab Suci dengan jelas dan tegas melarang: 'Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.'(Keluaran 20:3) dan ayat 5: 'Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya.....' Bahkan Perjanjian Baru memerintahkan kita untuk melawan Iblis. (Yakobus 4:7)"

"Jadi elu tetep mutusin hubungan kalian?" desaknya waktu itu.

"Selama dia masih kekeh dengan sinkretismenya, gua kagak sanggup jadi pacarnya! Namun sebagai sahabat, gua siap sampai kapan pun! Bukankah lebih baik putus sekarang, ketimbang putus sesudah jadi suami-istri?"

Aku tidak tahu seberapa jauh kecewanya Edu padaku. Namun yang jelas, justru Widya yang tampak kecewa banget padaku. Ia kecewa karena niat baiknya "menjodohkanku" dengan Edu, tak kesampaian.

Dalam konteks ini, ia memang bertindak sebagai matchmaker atau mak comblang. Tanpa kuminta, Widya lakukan itu untukku. Maksudnya sebagai balas budinya kepadaku. Sebab dulu yang memperkenalkan Koko kepadanya, sampai kemudian menjadi suaminya, adalah aku.

Namun, bukan Widya Amalia kalau dia gampang menyerah. Kegagalannya menjodohkanku dengan Edu, tak membuatnya patah arang. Setahun kemudian, ia mempertemukanku dengan Farid. Yang juga ganteng, cerdas dan sudah mapan karirnya. Tujuannya agar aku bisa berjodoh dengan cowok itu. Maka kami pun membangun sebuah pertemanan.

Setelah berjalan kurang lebih lima bulan, Farid pun menyatakan ketertarikannya padaku. Bahkan kalau aku siap, dia akan segera melamarku. Namun sebelum semuanya terjadi, tiba-tiba terbongkarlah kebusukannya.

Ternyata Farid Arya sudah punya istri dan dua orang anak yang masih kecil-kecil.  Malah kabar terakhir menyebutkan, bahwa cowok itu sedang dituntut oleh adik sepupunya sendiri. Kenapa? Karena Farid telah menghamilinya. Maka tidak bisa tidak, langsung saja ku-delete nama lelaki itu dari lembaran hidupku.

Kedua cowok yang ditawarkan Widya kepadaku, memang berpenampilan keren dan berdompet tebal. Bagi Widya, cowok-cowok seperti itu, dikiranya pasti akan mampu membahagiaanku. Bagi kebanyakan cewek lain, mungkin juga berpikiran seperti itu. Namun bagiku, pertimbangan primernya tetap harus pada iman dan kepribadiannya. Bukan pada paras atau kantongnya.

***

Tiga Tahun Kemudian

Berdoa, jogging lalu sarapan. Sebelum ke kantor, itulah agenda rutinku setiap pagi, kecuali hari Minggu. Dan pagi hari ini pun sesudah kerjakan itu semua, sebelum mandi, aku duduk-duduk santai di teras samping untuk menikmati sejuknya tiupan angin pagi.

Ketika kuperiksa ponselku, ada beberapa pesan WA masuk. Salah satu pengirimnya adalah Widya Amalia sendiri (sahabatku yang paling karib, paling keras kepala, sekaligus yang paling sering berantem). Pesannya, ia memintaku untuk menemaninya ke acara syukuran ultah temannya, nanti sore.

Sore pun tiba. Dan Widya pun tiba menjemputku.

"Kita ini mau ke acara ultah siapa sih?" tanyaku sesaat setelah memasuki mobilnya.

"Tenang aja dulu, Non! Entar pasti elu tahu sendiri...."

Seperempat jam kemudian, sampailah kami di tempat yang dituju. Yaitu sebuah resto terkenal di kota ini. Begitu memasuki ruang acara, aku disambar keterkejutan yang luar biasa. Dadaku menggemuruh dan jantungku seperti mau copot. Betapa tidak? Karena ternyata yang berulang tahun adalah Samuel Eduardo. Atau si Edu, mantan kekasihku yang mistis itu.

Karuan saja aku malu, kikuk, campur sewot dan salah tingkah. Hampir sepanjang acara, hatiku teraduk-aduk oleh perasaan-perasaan seperti itu. Namun tak lama kemudian, sekujur jiwa ragaku penuh dengan kebahagiaan. Wow, kenapa?

Karena dalam testimoni singkatnya di hadapan para undangan yang terbatas itu, Edu mendeklarasikan pertobatannya. Ia telah bulat meninggalkan dunia okultisme yang sebelumnya amat digandrunginya. Segala macam mantra, azimat dan pernak-pernik kleniknya telah dibuangnya.

Sekarang, ia hanya ingin mempercayai, memuja dan menyembah Yesus Kristus saja. Dan Edu telah berkomitment untuk menjadi pengikut setia-Nya selamanya.

Ketika aku dan Widya berpamitan, Edu menanyaiku: "Bolehkah aku kunjung ke rumahmu lagi?"

"Edu, kamu adalah sahabatku. Kapan saja pintu rumahku terbuka untukmu!"

***

Puji Tuhan! Minggu pagi ini, Edu benar-benar mengunjungiku. Bahkan ia ikut beribadah bersamaku di gerejaku. Setelahnya, ia mentraktirku makan siang di sebuah kafe yang dulunya adalah kafe langganan kami berdua. Agaknya ia ingin membangkitkan kembali sentimentalitas masa lalu kami berdua.

"Pertobatanmu itu, menurutku adalah 'lompatan spiritual' yang terpuji. Bisa diceritain kembali prosesnya secara lebih lengkap dan kronologis?" pintaku.

Kemudian dengan antusias, Edu menceritakannya kepadaku:

Tiga bulan lalu, Edu harus dikarantina di rumah sakit akibat positif covid-19. Memasuki minggu ketiga, kondisinya nge-drop drastis. Ia dicengkeram ketakutan yang luar biasa. Selain upaya medis, ia kerahkan semua mantra dan ilmu gaibnya. Ia pun minta bantuan pada "mascot sesembahan"-nya, yang amat dipujanya itu. Namun hasilnya nol besar. Malah kian paranoid dan kritis.

"Hari itu, aku bener-bener hopeless! Seharian aku gemetaran dan menggigil hebat. Rasanya maut akan segera merenggut dan memagutku. Di titik yang paling gelap dalam hidupku itu, tiba-tiba aku ingat Sang Juruselamat. Lalu kupanggil nama-Nya, Yesus, tolonglah aku...!"

"Terus...terus apa yang terjadi?" tanyaku kepo.

"Tidak terjadi apa-apa. Maksudku tak terjadi hal yang aneh-aneh. Namun sejak detik itu, kondisi tubuhku berangsur-angsur membaik dan menguat cukup cepat. Segala ketakutanku berangsur menyingkir, berganti dengan ketenangan dan optimisme."

"Kini hari-hariku penuh kebahagiaan dan rasa syukur. Aku bersyukur banget kepada Tuhan Yesus yang telah menolong dan memulihkanku. Dan yang paling penting, Dia telah membangkitkan imanku kembali. Sekarang dan seterusnya, imanku hanya kepada-Nya saja!" tegasnya lagi.

"Itu bagus banget, tapi gimana ceritanya, kok sampai kamu bisa lepas dari pengaruh kuasa berhala-berhalamu itu?"

"Pertama, karena faktanya setan-setan itu memang tak becus sama sekali menolongku. Kedua, karena aku baru ngerti, bahwa kuasa Kristus itu ternyata jauh lebih besar ketimbang kuasa mereka semua. Pengertian itu muncul bukan semata-mata karena pengalaman kesembuhanku. Tapi karena Kitab Suci sejak zaman dahulu memang telah menuliskannya."

"Apa? Kata Kitab Suci? Kapan kamu membaca Alkitab?"

"Hei jangan under estimate dulu, Non! Dulu memang aku males baca Alkitab, tapi sejak disembuhkan Tuhan Yesus, aku setiap hari rajin baca Alkitab." Jelasnya mantap.

"Puji Tuhan! Aku ikut senang! Tapi ayat mana atau peristiwa apa dalam Alkitab, yang menjelaskan bahwa kuasa Kristus jauh lebih besar dari kuasa Iblis dan setan-setan?" kejarku men-test-nya.

"Minimal dari dua peristiwa. Peristiwa pertama adalah ketika Iblis mencobai Tuhan Yesus (Matius 4-11). Di situ, Iblis menyebut Yesus sebagai Anak Allah. Artinya Ia bukan sekadar manusia biasa. Atau Yesus bukan hanya seorang nabi saja. Melainkan Tuhan Allah sendiri yang berinkarnasi menjadi manusia. Dan faktanya, pencobaan Iblis terhadap Tuhan Yesus gagal total. Si pencoba itu bisa saja sukses mencobai semua manusia, tapi sama sekali tak berdaya menghadapi Tuhan Yesus. Malah Kristuslah yang mengusir Iblis: 'Enyahlah Iblis!'"

"Yang kedua, pada peristiwa apa?" kejarku.

"Pada peristiwa penyembuhan orang yang kerasukan di Gerasa (Lukas 8:26-39). Pada saat itu, setan-setan itu juga menyebut Yesus sebagai Anak Allah Yang Mahatinggi. Bahkan mereka memohon agar Yesus tidak menyiksa atau menghukum mereka. Artinya mereka mengakui ke-Allah-an Kristus. Pun mengakui bahwa Kristus punya kuasa untuk menyiksa atau menghukum mereka pada jurang maut. Makanya, mereka memohon agar masuk ke kawanan babi saja. Itu bukti kuat, bahwa setan itu bertekuk lutut di hadapan Dia."

"Jadi sekarang ini, apa Tuan Ganteng Samuel Eduardo sudah bener-bener sreg kembali beriman kepada Kristus?" candaku sekaligus minta ketegasannya.

"Kedunguan terbesarku adalah ketika aku sebelum ini telah ngeremehin Tuhan Yesus. Dan sekarang, tentu aku kagak mau jatuh dalam kedunguan seperti itu lagi! Sebaliknya, aku mau mencintai dan memuja-Nya selamanya!"

***

Edu sudah bulat kembali ke pelukan kasih Kristus. Namun kapan dia akan kembali mencintaiku lagi? Ya, Edu sayang, tahukah engkau bahwa hari-hari ini aku kangen banget mendengar kidung cintamu lagi?

==000==

Bambang Suwarno -- Palangkaraya, 22-11-2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun