Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Melamar Fanni Aminadia

31 Januari 2020   13:41 Diperbarui: 31 Januari 2020   13:47 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya, Pandu  adalah sahabat yang istimewa. Dia teman ngobrol yang cerdas dan inspiratif. Humoris dan solider. Dan yang terpenting, ia amat baik hati pada saya.  Sejak usia remaja, saya sudah bersahabat  karib dengannya. Itu dimungkinkan, karena dia adalah kakak kelas saya di SMP mau pun di SMA.

Lalu pertemanan masih terus berlanjut saat kami kuliah, meski di universitas yang berbeda. Bahkan sampai kini, saat saya sudah punya suami dan dua orang putera, silaturahmi kami masih terpelihara dengan baik.

"Aku salut sekali padamu, " kata Dina di suatu sore. "Kok bisa-bisanya, sampai sekarang, kamu terus berteman dengan si Pandu...."

"Memang kenapa?"

"Dia itu absurd! Kekonyolannya telah banyak makan korban..."

"Haah makan korban? Korban apaan?"

"Pandu itu kan seneng sekali dekati cewek-cewek? Suka nge-traktir makan dan ngajak nonton bioskop segala. Dengan kegantengan dan sikap flamboyannya,  ia selalu tebar pesona. Terutama pada cewek-cewek cantik....."

"Kalau itu mah, sudah sifat umum pria, Neng!" sahut saya. "Pria mana sih, yang nggak suka deket sama gadis geulis?"

"Ya tapi setelah mereka pada tertarik, lantas ditinggal begitu saja. Jadilah mereka pada broken heart ....."

"Apa Pandu memang janji mencintai, dan akan nikahi mereka?"

"Ya, enggak juga..."

"Kalau gitu, ya merekanya saja yang ke-geer-an!"

Bukan hanya Dina yang melaporkan perihal Pandu kepada saya. Rina, Asie, Neno dan Julie pun mengatakan hal yang senada. Mereka yang tadinya mengagumi dan berharap banyak pada Pandu Dewanto, jadi berbalik membencinya. Bahkan Pandu dicap sebagai cowok yang tak jelas.

Tetapi di samping itu, ada beberapa teman lain yang memberikan penilaian yang berbeda.

"Menurut gue," kata Sisi, "Pandu itu sangat care terhadap penderitaan orang lain. Pas sepupu gue  dirawat di rumah sakit karena kecelakaan, dialah satu-satunya orang yang meringankan bebannya. Tidak tanggung-tanggung. Dia beri bantuan sampai 5 juta rupiah."

"Memang, kadang tampak acuh dan aneh banget. Tapi yang kutahu, hati Pandu itu bersih dari rasa culas. Gak pernah rugiin siapa pun. Gak pernah ngremehin siapa pun. Gak pernah nge-bully orang lain. Dan lagi, ia pantang menghakimi orang." Komentar Widuri.

Saya bisa memahami semua pendapat mereka tentang Pandu Dewanto. Tapi feeling saya, mereka semuanya sejatinya mengagumi lelaki itu. Kalau mau jujur, mereka pasti ingin juga menjadi pacar atau bahkan istrinya.

Saya sendiri bagaimana? Harus saya akui, bahwa mulai di SMA, sesungguhnya saya sudah tertarik padanya. Tapi sebagai wanita Timur, tak mungkin saya menyatakannya terlebih dahulu. Yang jelas, saya selalu nyaman dan bangga manakala berduaan dengannya. Boleh jadi, sayalah gadis yang paling banyak dikunjungi dan ditraktir Pandu. Hingga saya pun, waktu itu pernah menduga, kalau Pandu memang mencintai saya. Tapi ternyata dugaan saya akhirnya meleset juga. Kenapa?

Karena seperti kepada yang lain, kepada saya pun, dia tak pernah menyatakan ketertarikannya. Pandu memang dekat dengan saya. Tapi sepertinya tanpa perasaan apa-apa. Sebab itu, saya hanya menganggapnya sebagai teman yang istimewa saja.

Sampai saya sudah menikah pun, dia tetap sahabat baik saya. Juga sahabat baik suami saya. Bahkan Pandu sangat akrab dengan dua orang putera saya yang masih kecil-kecil itu. Maka tak berlebihan, jika saya menyebutnya sebagai "malaikat penolong".

Ya, dia penolong saya dan keluarga saya! Kado pernikahan saya yang paling mahal dan paling berkesan, itu adalah kado darinya. Pandu memberi kami sebuah paket liburan sekaligus bulan madu selama sepekan penuh di pulau dewata, Bali.

Atas rekomendasi dan perjuangannya pula, saya bisa bekerja di sebuah perusahaan nasional sampai sekarang ini. Dan baru saja dua tahun yang lalu, Pandu menolong  suami saya juga. Setelah kena PHK dan sempat mengganggur setahun, suami saya mendapat pekerjaan lagi. Dan itu pun, berkat jasa dan budi baik dari Pandu Dewanto.

***

Suatu malam, Tante Ana berkunjung ke rumah saya. Beliau bertanya kepada saya. perihal hubungan persobatan saya dengan Pandu. Melihat awetnya pertemanan kami. Dan ditambah dengan banyaknya kebaikan Pandu terhadap saya dan keluarga, tante saya berkesimpulan -- bahwa lelaki itu sesungguhnya mencintai saya.

"Saya pernah bertanya padanya, Tante. Kenapa dia kok baik banget pada saya? Jawabnya: Ia  berbuat baik, karena ia sudah banyak sekali menerima kebaikan dari orang lain...."

"Selain itu, memang Pandu pernah ngomong tentang semboyan hidupnya. Baginya, hidup harus jadi berkat. Hidup harus bermaslahat bagi sesama. Jadi ia terus belajar untuk menjadi garam dan terang bagi dunia"

"Berarti ia itu pengikut Kristus yang taat. Bagus itu!"

Meski begitu, Tante Ana masih merasa, bahwa sampai sekarang Pandu masih tetap mencintai saya. Hanya takdir saja yang tidak berpihak padanya.

"Jangan-jangan, ia lagi menunggu jandamu....?" Goda tante sambil merangkul saya.

***

Sore ini, suami saya mengajak kedua juniornya nonton sepakbola di stadion kota. Sedang saya memilih tinggal di rumah saja sendirian. Karena saya ingin membaca majalah wanita yang baru  saya beli tadi siang. Tapi ketika saya baru saja membaca judul-judul artikel di daftar isinya, tiba-tiba ponsel saya berdering. Ternyata panggilan telepon dari Pandu.

Saya terkejut bukan main, ketika Pandu menjelaskan rencananya untuk mem-bezoek Kanjeng Ratu Dyah Gitarja alias Fanni Aminadia. Ia prihatin dan berempati terhadap kondisinya yang kini depresi berat di rutan.

"Aku kasihan sekali padanya! Semua orang menghina, mencela dan mem-bully-nya. Bahkan sesama penghuni lapas pun ikut memperundungnya. "

"Terus  Kakak ke sana mau ngapain?"

"Aku mau menolongnya! Aku mau memotivasinya.  Mau membesarkan hatinya, agar dia tetap tabah dan kuat menghadapi semua proses hukum yang ia hadapi. Aku akan katakan padanya, bahwa aku siap mensuport dia. Bahkan siap menjadi sahabatnya. Baik selama di penjara, mau pun sampai ia bebas nantinya."

"Wah, tampaknya Kak Pandu ada perasaan khusus pada Fanni, ya?"

"Bener! Aku kagum padanya! Biar semua orang mengadilinya. Tapi aku respek padanya. Menurutku, dia itu wanita yang cerdas dan berkharakter kuat. Dia kreatif dan punya keberanian yang luar biasa...."

"Tapi dia kan sudah membohongi banyak sekali orang, Kak?"

"Bener! Katakanlah itu kesalahannya. Tapi bukankah semua orang di muka bumi ini pernah juga berbuat salah? Itu bukan urusanku! Itu urusannya polisi! Kepentinganku hanya satu, ingin menolong menyelamatkan masa depannya. Setelah bebas nanti, potensinya yang besar itu, masih bisa berguna bagi banyak orang."

"Toto Santoso itu suaminya atau bukan sih, Kak?"

"Aku nggak tahu persis. Justru salah satu tujuanku ke sana, ya mau nanyain juga hal itu.."

"Terus kalau 'Sang Ratu' itu ternyata bukan istrinya 'Sang Raja Keraton Agung Sejagat'?"

"Kalau ia mau, setelah bebas, akan kulamar Fanni jadi calon permaisuriku."

"Kak Pandu akan melamarnya?"

"Ini bener, La! Aku tidak main-main!" Jawab Pandu mantap.

Terus terang saya sangat sulit memahami jalan pikirannya. Lalu tiba-tiba saja hati saya menjadi remuk redam karenanya. Ada semacam ketidakrelaan yang menusuk-nusuk jiwa saya. Ada kecemburuan yang mencabik-cabik hati saya. Kecemburuan yang absurd!

"Akh, andai saja aku masih jomblo! Atau andai saja aku sudah janda!" batin saya melintas liar.

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 31 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun