Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadilah Pembelajar Sejati!

6 November 2019   06:47 Diperbarui: 6 November 2019   06:49 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Normalnya, seorang sarjana akan lebih cerdas ketimbang seorang tamatan sekolah menengah saja. Penghasilannya pun semestinya akan lebih besar. Hidupnya pun harusnya lebih makmur dan lebih sejahtera. Itu kondisi pada umumnya yang kerap terjadi. Namun tidak demikian, dengan kehidupan Adul dan Adil. Siapa mereka?

Adul adalah kakak kandungnya Adil. Adul adalah seorang sarjana hukum. Sedangkan Adil cuma lulusan SMA saja. Itu disebabkan karena sebelum Adil lulus sekolah, ayah mereka telah meninggal dunia. Sehingga ibunya yang sudah janda itu, tak mampu lagi mengkuliahkan Adil. Tetapi anehnya, dalam perjalanan hidup mereka selanjutnya; ternyata Adil jauh lebih sukses dan lebih sejahtera dibanding kakaknya. Mengapa bisa begitu?

Penyebabnya, karena Adul menjadi pribadi yang amat malas belajar. Barangkali saja, ia sudah merasa pintar karena sudah bergelar sarjana. Tapi yang jelas, Adul memang sudah tak punya keinginan lagi untuk meng-upgrade dirinya. Sehingga wawasan, kompetensi dan skill-nya mandeg, mentok dan tak berkembang lagi.

Hal itu sangat bertolakbelakang dengan gaya hidup si Adil. Meski ia tak pernah mengenyam bangku kuliah. Tak pernah bersinggungan dengan kehidupan kampus. Tak pernah merasakan kebanggaan mengenakan jubah toga wisuda. Tapi etos belajarnya sangat tinggi. Semangatnya untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dirinya, mengagumkan. Ambisinya untuk membangun masa depannya, tak pernah padam.

"Kok kamu beli buku terus to, Dil! Padahal buku-bukumu di rumah kan sudah banyak?" tanya ibunya beberapa tahun yang lalu.

"Ya biar tambah pinter to, Bu...." Jawab Adil.

"Mas, apa Sampean jadi ikut seminar di Bali bulan depan?" Istri Adil meminta konfirmasinya.

"Jadi dong! Pembicaranya kan hebat-hebat. Aku akan ke sana bersama bosku."

"Papa, kalau jadi ke perpustakaan, aku ikut ya?" rengek Nino saat sekolahnya sedang libur.

"Kau boleh ikut, tapi cuci dulu sepatu olahragamu!"

Dialog-dialog seperti itu, sangat menggambarkan betapa Adil memang seorang yang tak pernah berhenti untuk belajar. Baginya, belajar itu adalah kewajiban pribadi yang harus dijalankan seumur hidupnya. Sepanjang masih bisa melakukannya, ia terus ingin meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dirinya. Adil adalah benar-benar sosok pembelajar sejati. Hasilnya bagaimana?

Hasilnya, meski awalnya Adil hanyalah seorang sopir pribadi, tiga tahun kemudian dia sudah  punya usaha sendiri. Yaitu sebuah warung makan yang dikelola oleh istrinya. Yang makin hari makin laris dan membesar. Sampai akhirnya menjadi sebuah resto yang cukup terkenal di kotanya.

Sampai mereka punya 10 orang karyawan dan ratusan pelanggan setia. Bisa membeli 3 buah mobil. Satu dipakai untuk keperluan keluarga dan bisnis istrinya. Yang dua mobil lainnya disewakan. Bekerjasama dengan sebuah usaha rental mobil milik temannya. Tahun depan Adil berencana resign dari pekerjaannya sebagai sopir. Karena ia akan membuka usaha barunya. Artinya apa? Artinya hidupnya terus berkembang dan menjadi kian sejahtera.

Lalu bagaimana dengan kehidupan Adul? Ia hanyalah seorang karyawan biasa dari sebuah perusahaan BUMN. Memang ia sudah lama punya mobil juga. Tapi kini sudah menjadi mobil tua yang harus keluar masuk bengkel, karena sering mogok. Rumahnya pun masih mengontrak. Tidak bisa dikatakan miskin. Tapi sudah stagnasi, dan mentok sampai di situ saja.

Dari pengalaman Adul dan Adil di atas, kita menemukan tiga pelajaran hidup yang berharga.

Pertama: Bersekolah itu penting, tapi terus belajar itu jauh lebih penting. Kenapa? Karena bersekolah itu terbatas, tapi belajar itu tak terbatas. Bersekolah cuma bisa dilakukan didalam gedung sekolah. Dengan kurikulum tertentu. Oleh guru atau dosen tertentu. Dalam kurun waktu tertentu pula. Menghasilkan ilmu dan ijasah TK sampai S3 (Itu kalau semuanya lancar)

Tetapi, belajar bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Di dalam gedung sekolah atau di berbagai tempat yang lain. Di tempat-tempat kursus atau di ruang-ruang seminar. Lewat buku-buku, juga bisa secara online di internet.

Malah kita bisa belajar langsung juga kepada orang-orang yang sukses. Kita bisa menyerap ilmu mereka. Bisa mengadopsi kiat-kiat suksesnya. Dan bisa melakukan apa yang dilakukan mereka dalam menggapai kesuksesannya. Bahkan bisa belajar juga pada kegagalan orang lain. Agar kita tidak melakukan yang telah dilakukannya. Yang menyebabkan keterpurukannya.

Kedua: Putus sekolah (atau tak mampu lanjutkan pendidikan) bukanlah sebuah aib atau sebuah kegagalan. Tapi putus belajar akan menjerumuskan pelakunya ke dalam kubangan kegagalan. Sebab itu, (jika keadaan sangat memaksa), putus sekolah atau tak bisa melanjutkan sekolah, ya boleh-boleh saja. Tapi usahakan agar jangan pernah putus belajar.

Ketiga: Kesuksesan tidak ditentukan oleh seberapa banyak gelar seseorang. Tapi ditentukan oleh seberapa banyak seseorang mau belajar untuk selalu meningkatkan dirinya. Kisah Adul dan Adil menjadi salah satu contohnya. Meski sarjana, Adul kurang sukses. Sebaliknya, meski cuma berijasah sekolah menengah, kehidupan Adil bisa jauh lebih baik. Dan pasti Anda pernah mendengar, banyak orang-orang biasa yang menjadi orang-orang luar biasa. Karena mereka tak pernah letih, dan tak permah berhenti untuk terus belajar.

Bersekolah itu relatif. Tapi belajar itu mutlak. Maka, ayo kita menjadi pembelajar-pembelajar yang sejati! Selamat belajar!

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 6 November 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun