Hasilnya, meski awalnya Adil hanyalah seorang sopir pribadi, tiga tahun kemudian dia sudah  punya usaha sendiri. Yaitu sebuah warung makan yang dikelola oleh istrinya. Yang makin hari makin laris dan membesar. Sampai akhirnya menjadi sebuah resto yang cukup terkenal di kotanya.
Sampai mereka punya 10 orang karyawan dan ratusan pelanggan setia. Bisa membeli 3 buah mobil. Satu dipakai untuk keperluan keluarga dan bisnis istrinya. Yang dua mobil lainnya disewakan. Bekerjasama dengan sebuah usaha rental mobil milik temannya. Tahun depan Adil berencana resign dari pekerjaannya sebagai sopir. Karena ia akan membuka usaha barunya. Artinya apa? Artinya hidupnya terus berkembang dan menjadi kian sejahtera.
Lalu bagaimana dengan kehidupan Adul? Ia hanyalah seorang karyawan biasa dari sebuah perusahaan BUMN. Memang ia sudah lama punya mobil juga. Tapi kini sudah menjadi mobil tua yang harus keluar masuk bengkel, karena sering mogok. Rumahnya pun masih mengontrak. Tidak bisa dikatakan miskin. Tapi sudah stagnasi, dan mentok sampai di situ saja.
Dari pengalaman Adul dan Adil di atas, kita menemukan tiga pelajaran hidup yang berharga.
Pertama: Bersekolah itu penting, tapi terus belajar itu jauh lebih penting. Kenapa? Karena bersekolah itu terbatas, tapi belajar itu tak terbatas. Bersekolah cuma bisa dilakukan didalam gedung sekolah. Dengan kurikulum tertentu. Oleh guru atau dosen tertentu. Dalam kurun waktu tertentu pula. Menghasilkan ilmu dan ijasah TK sampai S3 (Itu kalau semuanya lancar)
Tetapi, belajar bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Di dalam gedung sekolah atau di berbagai tempat yang lain. Di tempat-tempat kursus atau di ruang-ruang seminar. Lewat buku-buku, juga bisa secara online di internet.
Malah kita bisa belajar langsung juga kepada orang-orang yang sukses. Kita bisa menyerap ilmu mereka. Bisa mengadopsi kiat-kiat suksesnya. Dan bisa melakukan apa yang dilakukan mereka dalam menggapai kesuksesannya. Bahkan bisa belajar juga pada kegagalan orang lain. Agar kita tidak melakukan yang telah dilakukannya. Yang menyebabkan keterpurukannya.
Kedua: Putus sekolah (atau tak mampu lanjutkan pendidikan) bukanlah sebuah aib atau sebuah kegagalan. Tapi putus belajar akan menjerumuskan pelakunya ke dalam kubangan kegagalan. Sebab itu, (jika keadaan sangat memaksa), putus sekolah atau tak bisa melanjutkan sekolah, ya boleh-boleh saja. Tapi usahakan agar jangan pernah putus belajar.
Ketiga: Kesuksesan tidak ditentukan oleh seberapa banyak gelar seseorang. Tapi ditentukan oleh seberapa banyak seseorang mau belajar untuk selalu meningkatkan dirinya. Kisah Adul dan Adil menjadi salah satu contohnya. Meski sarjana, Adul kurang sukses. Sebaliknya, meski cuma berijasah sekolah menengah, kehidupan Adil bisa jauh lebih baik. Dan pasti Anda pernah mendengar, banyak orang-orang biasa yang menjadi orang-orang luar biasa. Karena mereka tak pernah letih, dan tak permah berhenti untuk terus belajar.
Bersekolah itu relatif. Tapi belajar itu mutlak. Maka, ayo kita menjadi pembelajar-pembelajar yang sejati! Selamat belajar!
==000==