Sesampai di kafenya, pada reunian yang spontan itu, terciptalah suasana kangen-kangenan yang cukup heboh. Acara Kunjung Dadakan oleh para mantan mahasiswi dengan mantan dosen favoritnya itu, sangat menyenangkan kedua belah pihak. Penuh celotehan kocak, juga nakal, Â tapi tetap berbobot.
Disebut berbobot, karena kelima emak-emak muda itu seperti mendapatkan kuliah umum kembali dari sang sosiolog idolanya. Khususnya tentang topik aktual yang tadi baru saja mereka bahas.
Menurut sosiolog Arief Budhiarto, silaturahmi dan safari politik yang dilakukan oleh para pemimpin politik sekarang ini, sangat positif dan bermaslahat. Memang tempo hari mereka telah 'berantem' dalam kontestasi politik yang sangat keras dan panas.Â
Di Pilpres tempo hari, bangsa ini seolah telah terbelah menjadi dua. Tetapi, itu kan sudah lewat. Hasilnya pun sudah jelas. Dan akhirnya bisa juga diterima secara resmi oleh kedua belah pihak.
Itu artinya, segala macam pertentangan dan persengketaan sudah harus dihentikan. Bangsa ini tak boleh terus menerus terpolarisasi dan terpecah belah. Karena situasi seperti itu, akan sangat rentan untuk dimanfaatkan oleh para pembajak demokrasi, atau para 'setan gundul' untuk mencapai kepentingan politik mereka sendiri.
Kalau sekarang ini, para pemimpinnya sudah bisa move on dan sudah bisa saling berangkulan. Itu adalah sesuatu yang sangat patut untuk disyukuri dan didukung. Bukan malah dicurigai apalagi dinyinyiri. Dan semua pendukungnya, mestinya ya harus menuruti teladan para pemimpinnya.  Â
Jika para petinggi partai sudah sadar, bahwa kesatuan dan persatuan bangsa harus dinomorsatukan, maka mereka sejatinya sudah berkembang dari sekadar politisi menjadi seorang negarawan. Cinta kepada bangsa dan tanah air, harus berada jauh di atas cinta mereka terhadap partai dan kelompoknya.
"Tapi merapatnya mereka ke presiden itu, apa bukan hanya untuk mendapatkan kursi menteri saja, Bung?" tanya Mpok Mu.
"Kalau presiden memang memerlukan kontribusi dan memilih mereka, why not? Bukankah mereka sudah berjanji akan memberikan kader terbaiknya jika memang diperlukan? Jadi apakah nanti mereka akan di dalam atau di luar pemerintahan, kupikir sama-sama mulianya."
"Terima kasih banyak Bang Arief, atas penjelasan yang sangat mencerahkan kami. Tapi ngomong-ngomong mana istri Abang? Kami semua kan belum kenal. Dari tadi kami kok belum melihatnya...."
Kemudian Arief Budhiarto menjelaskan kepada mereka, bahwa istrinya sudah meninggal hampir setahun yang lalu. Tepatnya 2 bulan setelah membuka usaha kafenya.