" Safari politiknya beliau-beliau itu, menurutku, sah-sah saja!" sela Zus Mo mencoba bersikap netral. "Mereka itu kan sedang bersilaturahmi. Apanya yang salah dengan kegiatan seperti itu? Justru yang keliru ya sikap para pendukung fanatiknya sendiri...."
"Lho, kok malah para pendukung fanatiknya yang dianggap keliru. Kelirunya itu di mana? Bukankah mereka itu yang justru tetap konsisten dan kekeh dengan posisinya?" kejar Kak Me.
"Kelirunya, karena mereka itu sampai sekarang belum bisa, atau belum mau move on. Padahal bos besarnya kan sudah bisa ke mana-mana tanpa beban...." Jelas Zus Mo. "Ngapain harus terus memelihara rivalitas dan memperpanjang ketegangan? Apalagi sampai terus memupuk kebencian?"
Karena masing-masing tetap bersikukuh dengan pendapatnya sendiri, maka diskusi Grup Mamimumemo siang ini tidak melahirkan kesimpulan apa pun. Sehingga suasanya menjadi amat kaku dan buntu.
"Begini saja," Mbak Mi yang janda muda itu memecah kebekuan."Gimana kalau kita sekarang ini rame-rame silaturahmi saja ke Bung Arief....?"
"Bung Arief itu siapa?"
"Bung Arief mantan dosen kita yang dulu itu, lho....!"
"Oh..... Bung Arief yang sosiolog itu.......?"
"Mantan dosen kita yang paling ganteng itu, kan.....?" celetuk Kak Me dengan sumringah.
"Beliau itu, sudah setahun ini, membuka usaha kafe yang dikelola oleh istrinya. Sedang kunjungan kita ke sana ini, pertama untuk makan siang. Kedua, untuk menyambung silaturahmi. Dan yang paling penting, untuk kita mintai pandangannya tentang manuver dan akrobat politik yang dilakukan oleh para bos parpol itu...." itulah usulan yang dilontarkan oleh Mbak Mi.
Karena dianggap cukup menarik, maka secara aklamasi usulan itu langsung disetujui para emak milenial itu. Dan langsung saja, meluncurlah mereka bersama-sama ke kafe milik sang sosiolog. Yang lokasinya bisa ditempuh hanya 20 -- 30 menit pakai mobil atau motor.