"Pasti akan sangat kupertimbangkan. Artinya, dia punya potensi besar untuk menjadi kekasihku. Bahkan calon serius suamiku kelak......"
Statement Maria itu, sungguh-sungguh punya daya pengaruh yang besar bagi kehidupan Puguh selanjutnya. Itu mampu mengubah paradigma dan arah hidupnya. Itu amat membangkitkan  gairahnya. Melejitkan etos kerja dan etos belajarnya. Bahkan sampai pada satu keyakinan, bahwa ia pun bisa bersaing dengan lelaki lain untuk memperebutkan hati Maria.
***
"Tentang ambisimu itu, kamu harus pikir masak-masak terlebih dahulu, Guh!" nasihat Wiwien (kakak perempuan Puguh), sebulan yang lalu.
"Terima kasih Mbak Wien! Tapi hal itu sudah kupikir, kutimbang, bahkan  sedang terus kupersiapkan.."
"Memang niat dan mimpimu  itu, suci dan mulia. Tapi menurutku, itu terlalu muluk-muluk buatmu. Bagaimana pun juga, kamu harus tetep sadar diri. Bahwa kamu hanyalah seorang bawahan. Sedang bapaknya Maria adalah bosmu. Artinya semua anggota keluarganya, pasti menganggapmu sama seperti pembantunya yang lain..."
"Tapi keluarga Pak Ilham itu, tidak seperti yang Mbak Wien duga. Mereka adalah keluarga yang sangat baik. Sangat menghargai semua orang, termasuk terhadap para pembantu dan bawahannya. Aku sendiri pun kerap diajak makan bersama. Kalau mereka ingin menyuruhku, kalimat yang dipakainya, Â selalu kalimat permintaan tolong. Bukan kalimat perintah. Bukankah itu bukti, bahwa mereka sangat rendah hati dan santun?" sanggah Puguh.
"Ya, tapi khusus untuk calon menantu, mereka pasti akan memilih yang terbaik bagi anak-anaknya. Mereka pasti masih mempertimbangkan soal bibit, bobot dan bebet. Minimal akan memilih yang selevel status sosialnya."
Puguh sadar sesadar-sadarnya, bahwa ambisi cintanya itu pasti bakal memunculkan polemik dan resistensi dari pihak keluarga besar Pak Ilham Zhakarias. Pun dari teman-teman Maria Ayudia sendiri. Mereka pasti tak rela, jika gadis cantik dan cerdas itu sampai jatuh ke dalam pelukan seorang sopir saja.
"Tapi aku kan bukan hanya seorang sopir?" teriaknya dalam hati. "Aku kan sebentar lagi diwisuda sebagai sarjana teknik sipil? Aku kan seorang yang terpelajar yang juga punya masa depan? Â Apa pun kata orang, aku akan maju terus!"
Bulat sudah tekad Puguh untuk tetap berjuang guna menggapai cinta Maria. Ambisinya seolah memang tampak berlebihan dan naif. Tetapi sesungguhnya ia punya alasan yang logis. Dalam hal keyakinan, ia seiman dengan Maria.  Soal kepribadian, Puguh bukanlah pemuda berandalan. Bukan pula seorang preman atau pun kriminal. Melainkan seorang yang lugu dan bersahaja. Lebih-lebih sebentar bulan lagi, ia sudah akan bergelar  sarjana teknik.