Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kandidat Menteri, Jangan Asal Milenial

23 Juli 2019   20:53 Diperbarui: 23 Juli 2019   21:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harapan agar Presiden RI 2019-2024, Joko Widodo, mau memberi kesempatan kepada anak-anak muda potensial untuk menjadi menterinya, sah-sah saja.  Kaum milenial tentu sangat percaya, bahwa mereka pun bisa ikut berperan dalam membangun bangsa. Mereka punya patriotisme dan spirit yang menyala-nyala. Mereka punya visi dan kompetensi. 

Mereka sangat dinamis, energik dan juga adaptif terhadap perubahan dan laju perkembangan zaman yang kian pesat. Merekalah perombak konvensionalisme beku yang kerap menghambat kemajuan bangsa. Karenanya, mereka memang perlu diberi ruang untuk bisa membantu langsung presiden sebagai menteri.

Presiden terpilih Joko Widodo sendiri, belakangan memang punya rencana menggaet anak-anak muda berprestasi untuk duduk di kursi menteri Kabinet Kerja jilid II. Rencana  ini sangat masuk akal.  Menteri-menteri dari kaum milenial diyakininya akan sanggup mengimbangi cara kerja beliau yang cepat dan tak mau terjebak pada rutinitas saja. 

Walau usianya masih di bawah 30 tahun pun, jika menurutnya sudah memenuhi kriterianya, pasti akan sangat dipertimbangkannya. Sedangkan kriteria umum menteri yang Jokowi perlukan ialah, yang professional, yang punya kemampuan manajerial handal serta seorang eksekutor.

Sudah Siap Mentalkah Mereka?

Sebelum menetapkan anak-anak muda milenial untuk menduduki jabatan menteri, pertanyaan di atas perlu mendapatkan jawabannya yang pasti. Kenapa? Karena meski kini, semakin banyak kaum milenial yang sangat potensial dan sukses di bidangnya. Tapi pada umumnya, mereka masih miskin jam terbang dan belum sungguh-sungguh teruji. 

Belum sungguh-sungguh menjadi pribadi yang tahan banting. Sudah siap mentalkah mereka untuk merobohkan 'tembok tebal' yang bernama budaya paternalistik di kementeriannya nanti? Karena seorang menteri setiap saat harus berurusan dengan jajaran eselon satu yang pasti usianya sudah jauh lebih senior, yang barangkali masih sangat birokratis.

Cukup pede-kah (percaya dirikah) menteri berusia muda mengarahkan dan mengendalikan jajaran di bawahnya?  Kalau perasaan 'kalah wibawa' itu sampai terus merongrongnya, pasti akibatnya para menteri milenial itu akan sulit berkembang. Lalu menjadi tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya.

Seorang menteri tidak hanya harus smart dan kapabel dalam bidangnya. Tetapi harus juga punya kewibawaan yang kuat sebagai seorang leader. Inilah yang masih sangat sulit ditemukan pada diri kaum milenial. Bahkan di negara-negara yang sudah maju pun, memunculkan sosok milenial sebagai menteri adalah sesuatu yang masih sulit dilakukan.

Namun, meski tidak gampang menemukannya, saya percaya bahwa negeri kita pasti punya kaum muda sukses yang berkarakter kuat, yang siap mental menjadi menteri.

Sudah Perlukah Mencoba Sekarang?

Saya berharap, inilah saatnya Pak Jokowi  untuk benar-benar  mencobanya di tahun pertama pada periode kedua pemerintahannya. Memang ada sementara pihak yang tak sependapat. 

Tetapi, kita tidak bisa secara apriori menyebut bahwa kaum milenial kita pasti belum siap membantu presiden di kabinet. Sikap under estimate seperti itu, menurut saya tidak mendidik dan sangat merendahkan generasi muda kita sendiri. 

Sebab itu ya harus dicoba sekarang. Generasi penerus bangsa kita, harus sudah mulai diberi kepercayaan. Sekaligus kesempatan untuk membuktikan kemampuan mereka.

Belum banyak memang, tapi ada beberapa negara yang sudah mengangkat menterinya dari kalangan milenial. Sebut saja Sebastian Kurz. Dia telah menjadi Menteri Urusan Luar Negeri dan Integrasi Austria, sejak 2013 pada usia 27 tahun. Yang empat tahun berikutnya, malah berhasil menjadi Presiden Austria, setelah partai yang dipimpinnya memenangkan Pemilu 2017.

Lalu Shamma Al Mazrui. Dia ditunjuk oleh Perdana Menteri Mohammed bin Rashid Al Maktoum sebagai Menteri Negara Urusan Pemuda di tahun 2016. Ketika itu usianya baru 22 tahun. Dia menteri termuda di Kabinet UEA, yang juga menteri paling muda di dunia.

Kemudian Simon Harris. Pada tahun 2016, ia dipercaya untuk menjadi Menteri Kesehatan Irlandia. Ketika dilantik menjadi menteri, umurnya baru 29 tahun. Sebelumnya ia pernah juga menjabat sebagai Menteri Negara Bagian di Departemen Keuangan PER dan Taoiseach.

Di negara tetangga kita sendiri Malaysia, saat ini ada dua orang anggota kabinet Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang dari kawula muda. Yaitu, Syed Saddiq yang lahir pada 6 Desember 1992 di Johor Bahru, Malaysia. Dia adalah Menteri Pemuda dan Olahraga. Selain itu, ada seorang menteri muda dari negeri jiran yang bernama Yeo Bee Yin. Wanita cantik berusia 35 tahun itu adalah Menteri Energi, Tehnologi, Sains, Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup.

Beberapa negara lain di atas sudah mulai melibatkan satu atau dua orang menterinya dari kaum milenial untuk bersama-sama membangun bangsa. Nyatanya mereka bisa juga menjalankan tugas mulianya dengan cukup baik. Artinya kalau diberi kesempatan, generasi muda juga bisa mengerjakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

Sebab itu, kalau nanti Pak Jokowi benar-benar akan merekrut menterinya dari kalangan muda juga, itu perlu diapresiasi dan kita dukung bersama. Soal berapa kursi yang tersedia untuk mereka, sepenuhnya kita serahkan pada beliau. 

Karena selain hak prerogatifnya, beliaulah yang paling tahu berapa yang dibutuhkan di kabinet mendatang. Yang paling penting, yang terpilih nanti adalah tokoh muda yang benar-benar sudah mumpuni. Bukan yang asal milenial. Melainkan yang memenuhi segala kriteria yang ditetapkan oleh presiden. Yang pada gilirannya, output kinerjanya akan bisa memenuhi harapan kita semua.

Jangan Menarik Pebisnis Muda Sukses  

Sehubungan dengan rencana perekrutan kaum milenial sukses mejadi menteri, saya percaya Pak Jokowi akan sangat mempertimbangkan pandangan Pak Jusuf Kalla. 

Menurutnya, anak muda Indonesia yang sukses dalam berbisnis dan berhasil mendirikan usaha rintisan (startup business) jangan didorong untuk masuk ke pemerintahan sebagai menteri. 

Anak muda sukses di bisnis seperti Nadiem Makarim misalnya. Orang-orang seperti dia itu, menurutnya lebih dibutuhkan untuk mengembangkan dunia bisnis di negeri ini.

"Kalau menteri itu banyak orang mau, tapi kalau menjadi entrepreneur tidak banyak," kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa, (16/7/2019).

Dan lagi kelima menteri berusia muda dari beberapa negara yang saya sebut di atas, semuanya juga bukan berlatar belakang pengusaha yang sukses. Sebab itu, sebaiknya mereka memang tak usah didorong atau ditarik menjadi seorang menteri.

Sekarang ini, Pak Jokowi pasti sudah mengantongi banyak nama calon menterinya. Tetapi, kalau saya boleh urun rembug.  Atau dimintai saran untuk menyodorkan nama-nama orang muda yang layak dipertimbangkan. Maka saya hanya rekomendasikan dua nama saja. Yaitu Grace Natalie dan Agus Harimurti Yudhoyono. Apa alasannya? Saya percaya anda sudah bisa menganalisisnya sendiri!

Sekian!

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 23 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun