Bahkan para satrawan yang waktu itu, suka membuat eksperimentasi dalam karya mereka. Seperti misalnya, Iwan Simatupang, Sutardji Calzoum Bachri, Putu Wijaya, Ikranegara, Leon Agusta, Yudhistira ANM Massardi, Remy Silado dan yang lainnya.
"Mereka semua itu, punya warna atau aliran sastranya sendiri," tambahnya, " Kamu ingat kan tentang aliran Idealisme, Materialisme dan Eksistensialisme. Yang dari ketiganya, lahir berbagai jenis aliran lain seperti Ekspresionisme, Romantisme, Surealisme, Simbolisme. Juga Realisme dan..........' Hudi tiba-tiba seperti tersedak. Tak mampu berbicara lagi.
Lalu tubuhnya lemas sekali, mau ambruk sambil kedua tangannya memegangi dadanya. Maka tak ada pilihan lain, kecuali dengan cepat aku membawanya ke rumah sakit terdekat. Puji Tuhan, di UGD Rumkit malam itu, salah satu dokter yang piket adalah dokter kenalan baikku sendiri. Jadi aku lebih tenang mempercayakan penanganannya kepadanya.
***
"Aku minta maaf kepadamu, karena telah sangat merepotkanmu. Juga aku sangat berterima kasih banyak atas hospitalitas yang luar biasa yang kamu berikan kepadaku." ujarnya setelah menikmati sarapan, sebelum persiapannya untuk pulang kembali ke kotanya, "Sebagai tanda rasa terima kasihku padamu, aku siap menjadi sponsor untuk penerbitan buku antologimu."
"Woauw...!" seruku bahagia setengah tak percaya, "Kalau gitu, sebelumnya aku ucapkan banyak terima kasih pula pada Abang! Kesediaan Bang Hudi menjadi sponsorku, adalah sebuah kehormatan sekaligus berkat besar bagiku..."
Lalu kujelaskan padanya perihal kebelumtahuanku terhadap mazhab sastraku, yang kemarin ditanyakannya padaku. Pertama, aku hanya sekadar seorang pekerja sastra saja. Atau hanya sekadar praktisi sastra yang masih amatiran.Â
Sama sekali bukan seorang teoritisi ataupun pakar sastra. Itu pun kukerjakan masih sebagai aktifitas sampingan, karena aku masih aktif sebagai seorang hamba Tuhan. Jadi kalau aku pengin nulis, ya nulis saja. Tanpa mengerti tulisanku itu termasuk ke dalam aliran sastra apa.
Kedua, aku tidak bisa secara obyektif menilai diriku sendiri. Termasuk karya sastraku. Kalau didesak, paling-paling jawabku, aliran sastraku ialah aliran sastra --Â Embuh (Entah). Jadi yang harus menilai itu, ya harus orang lain. Syukur-syukur yang nilai adalah kritikus sastra yang kompeten dan kredibel.
"Atau begini saja.Tolong nanti-nanti, Abang bisa luangkan waktu untuk membaca semua karyaku. Setelah itu, tolong Abang evaluasi dan analisis untuk Abang simpulkan. Tergolong ke dalam mazhab sastra apa tulisan-tulisanku itu. Itu pasti akan jauh lebih obyektif."
***