Mohon tunggu...
Bambang M Permadi
Bambang M Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Catatan dari tepian Sungai Kahayan

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memburu Cuan di Lahan Gambut

23 Oktober 2022   09:50 Diperbarui: 25 Oktober 2022   10:00 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luas lahan gambut di Kalimantan Tengah mencapai 3.01 juta ha atau 52.2% dari seluruh luasan gambut di Kalimantan sebesar 5.8 juta ha. Lahan yang cukup luas merupakan potensi menjanjikan untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. 

Meski demikian, upaya mengelola lahan pertanian di kawasan gambut harus memerlukan penanganan khusus. 

Terutama untuk jenis kelompok tanaman tertentu. Ini disebabkan karena lahan gambut memiliki tingkat keasaman (pH) tinggi  berkisar antara 3-5, karena minimnya unsur Kalsium (CaO) dan Magnesium (MgO). 

Keasaman tanah yang tinggi akan menghambat pertumbuhan akar dan membuat tumbuhan tidak berkembang dengan baik. Lahan gambut juga memerlukan tata air yang selalu terjaga. Terutama saat musim penghujan dan kemarau.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Menentukan pilihan hidup sebagai petani di lahan gambut dituntut adanya kreativitas dan kemauan kuat untuk maju. Setidaknya gambaran inilah yang dihadapi  petani di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. 

Kalampangan yang memiliki luas 49,29 km2 adalah permukiman transmigrasi yang dibuka pemerintah sekitar tahun 1982. Penduduknya sebagian besar berasal dari Pulau Jawa. 

Kala itu, predikat sebagai warga transmigrasi identik dengan kesederhanaan. Interaksi sosial dan sikap kegotong-royongan terlihat cukup kental. Hidup bersahaja dengan taraf kehidupan yang hampir merata. 

Karakteristik unik lain yang melekat pada petani Kalampangan adalah kepemilikan sepeda ontel. Sebagian besar petani memiliki alat transportasi ramah lingkungan tersebut. 

Saat itu, untuk ukuran petani tertentu harga sepeda ontel terbilang mahal tapi tetap wajib dimiliki. Karena hanya dengan sepeda mereka dapat mengangkut hasil pertanian dan menjualnya di beberapa pasar di Kota Palangkaraaya.

Jarak tempuh dari Kalampangan ke Palangkaraya sekitar 17 km. Kondisi jalan tak sepenuhnya baik. Di beberapa ruas terdiri dari hamparan gambut kering, sementara di bagian lainnya adalah tumpukan batu agregat yang tidak beraturan. 

Jauhnya perjalanan dengan kondisi jalan sedemikian rupa memaksa para petani di daerah ini berangkat ke Palangkaraaya lebih awal. Pada umumnya sekitar pukul 01.00 WIB dini hari. 

Demi mencukupi kebutuhan keluarga, mereka tetap bersemangat mengayuh ontelnya meskipun hanya bercahayakan bulan. Di malam lainnya, acapkali mereka juga harus menahan derasnya  guyuran hujan yang dinginnya terasa menusuk hingga ke pori-pori.

Waktu pun terus bergulir. Nasib petani Kalampangan tak lagi temaram. Kini daerah berpenduduk sekitar 4.681 jiwa tersebut berubah menjadi sentra penghasil tanaman hortikultura di Kota Palangkaraya. 

Terutama sayuran segar, seperti bayam, kangkung, kacang panjang, terung, dan beberapa komoditi lainnya. Masyarakat setempat juga berhasil mengembangkan peternakan sapi, kambing, dan ayam yang jumlahnya cukup besar.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dari hasil pertanian kehidupan petani Kalampangan jauh berubah. Perekonomian yang meningkat berdampak positif pada kesejahteraan petani. Salah satu indikatornya adalah banyaknya rumah petani yang sebelumnya dari kayu telah direnovasi menjadi rumah beton. 

Kepemilikan sarana transportasi baik sepeda motor maupun mobil adalah pemandangan jamak yang terlihat di beberapa rumah petani. Di sisi lain pemerintah daerah juga cukup intensif melaksanakan berbagai sektor pembangunan yang menyentuh kepentingan masyarakat. Seperti sarana pendidikan, pelayanan kesehatan dan infrastruktur jalan.

Kalampangan menjadi kawasan modern bersamaan dengan peningkatan  jalan Trans Kalimantan ruas Kalsel --Kalteng yang membelah daerah ini. Banyak toko berdiri di tepi jalan menjual hasil bumi. Tak terlihat lagi petani menggunakan ontel membawa sayuran ke pasar. 

Sebagai penggantinya adalah kendaraan roda dua, pick up, dan minibus. Sayuran segar secara rutin didistribusikan ke pasar dan beberapa lokasi penjualan di Palangkaraya. 

Sebagian petani bahkan tak harus menjual hasil pertaniannya ke kota. Hampir setiap hari banyak pedagang yang datang langsung ke Kalampangan untuk membeli sayuran dalam jumlah besar.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Geliat perekonomian di Kalampangan adalah buah dari kerja keras dan usaha pantang menyerah dalam mengelola usaha pertanian. Gambut bukan lagi masalah. Tingginya tingkat keasaman lahan gambut dijawab dengan inovasi sederhana yang berbasis teknologi tepat guna. 

Untuk mempertahankan unsur hara dan menekan keasaman tanah, petani setempat menyiasatinya dengan menabur abu bakaran di lahan gambut yang akan ditanami. Abu berasal dari gulma di sekitar lahan yang dibakar. 

Dengan campuran abu bakaran dan perawatan paripurna, akhirnya lahan gambut dapat menghasilkan berbagai jenis sayuran dengan produktifitas tinggi. Hingga saat ini Kelurahan Kalampangan menjadi sentra penghasil sayuran  cukup dominan di Kota Palangkaraya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun