Kamu arumanis?
Sejak kapan kau arumanis?
Bukan kah kau cahaya purnama?
Sedangkan aku adalah kunang-kunang.
Kunang-kunang yang selalu kagum dengan indahnya purnama.
Kunang-kunang yang selalu ingin memandang cahaya purnama selamanya.
Kunang-kunang yang... ah, entahlah.
Kau terlalu cantik nan indah.
Busuk
Sebusuk apakah daku?
Apakah daku sangat amat busuk?
Memangnya kamu selalu manis dihadapanku?
Nyatanya, dirimu pun sama.
BUSUK!
Berpisah
Maka malam pun tiba.
Menghantarkan kesunyiannya.
Membawa kantuk yang melekat pada mata.
Memisahkan dua insan manusia yang berbeda.
Maka dia pun berharap.
Agar besok atau lusa dapat bertatap.
Semoga.
Semoga itu menjadi nyata.
Aku
Jika memang seperti itu,
maka buku ini akan terisi oleh tinta tulisanmu.
Tapi aku tak ingin ada tinta kesedihan dalam buku ini.
Ini bukan buku kesedihan.
Ini hanya dan untuk kebahagiaan.
Aku tak mau.
Tak mau ada setitik kesedihan.
Aku tak mau.
Tak mau ada satu garis kemuraman.
Karena kamu adalah kebahagiaan bagiku.
Karena kamu adalah aku.
Aku rindu.
Tawamu.
Senyummu.
Parasmu.
Aku rindu.
Dimana kini kau berada?
Sedang apa kau sekarang?
Dengan siapa kau bercengkrama?
Aku rindu.
Bolehkah kita berjumpa?
Walau hanya sekejap mata.
Bolehkah kita kembali saling bercerita?
Walau hanya sepatah kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H