USIA 60 TAHUN bukannya lagi muda. Begitulah TVRI hari ini yang kelahirannya ditabalkan 24 Agustus 1962. Pada paruh baya usianya, setidaknya TVRI dapat belajar dari sejarahnya sendiri. Berbagai dinamika permasalahan horizontal dan vertikal pun sudah dilampaui. Â Mengingat, sebelum menjadi LPP seperti saat ini, TVRI memiliki riwayat perjalanan yang cukup penting. Jejak kelahirannya dibidani Orde Lama, tumbuh besar diasuh Orde Baru dan dimatangkan di masa Orde Reformasi. Sejarah panjang sudah ditempuh. Diharapan menjadikannya semakin dewasa dan matang dalam melayani publik.
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI resmi menjadi payung hukumnya. Meski sebelumnya TVRI memulai kiprahnya dari status Yayasan, kemudian UPT (Unit Pelaksana Teknis) dibawah Departemen Penerangan, lalu PERJAN (Perusahaan Jawatan) Departemen Keuangan. Setelahnya dialihkan kepada Menteri Negara BUMN untuk menjadi PT. Walaupun pada akhirnya negara pemerintah menetapkan sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP).Â
Merawat Marwah Pelayanan Publik
Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan pada tahun 1999. Praktis institusi TVRI sebagai UPT (Unit Pelaksana Teknis) yang berada di bawah naungannya, sempat terombang-ambing. Tidak memiliki kejelasan induk legalitas payung hukumnya. Sampai kemudian terbit Undang Undang No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Disusul kemudian Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik dan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2005 Tentang LPP TVRI. Maka setelah sebelumnya melewati perubahan status kelembagaan, TVRI pun ditetapkan sebagai LPP yang kini sudah berlangsung 17 tahun sejak diterbitkannya perundang-undangan tersebut.Â
Proses peralihan status institusi dari suatu lembaga ke lainnya, tak pelak TVRI mengalami pergeseran orientasi visi, misi, aksi dan implementasi operasionalnya. Dampak berbagai fase periode perubahan status TVRI yang terjadi terkait tata kelola kelembagaan. Dari sebelumnya sebagai media penerangan, berubah menjadi media komersil lalu ditetapkan menjadi media publik. Meski sudah mapan sebagai LPP sesuai mandatori Undang Undang Penyiaran, namun tidak bisa diabaikan begitu saja faktor pengaruh yang masih dominan dari budaya organisasi sebelumnya.Â
Penciptaan sistem budaya organisasi bukanlah ruang kosong yang steril. Melainkan perebutan tarik ulur pengaruh, kepentingan dan orientasi. Maka tidak mengherankan meskipun sudah menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yang diharapkan menjadi pelayanan informasi yang independen, netral, obyektif dan imparsial pun tidak bisa dibebaskan dari pengaruh budaya organisasi sebelumnya: media penerangan pemerintah UPT dan lembaga komersial PERJAN dan PT BUMN.
Kedua faktor inilah yang seharusnya dibebaskan dari pengaruhnya secara hati-hati. Mengapresiasi berbagai sorotan publik yang menilai bahwa TVRI masih kental sebagai media penerangan pemerintah yang bersifat komersil. Publik mengesankan, LPP bercitarasa PT. Â Padahal sebagai Lembaga Penyiaran Publik tentunya dapat menjalankan amanat perundangan, sejalan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan dan hiburan. Sebagaimana motto slogan yang terus dikembangkan: Menjalin Persatuan dan Kesatuan (1962-2001), Makin Dekat di Hati (2001-2003), Semangat Baru (2003-2012), Saluran Pemersatu Bangsa (2012-2019) dan Media Pemersatu Bangsa (2019-sekarang).Â
Perubahan UU Penyiaran atau UU RTRI (Radio Televisi Republik Indonesia) banyak diharapkan dapat menciptakan perubahan etos profesionalitas kedua lembaga. Selain sebagai upaya optimalisasi pelayanan publik disektor informasi. Juga menjadi serangkaian usaha sinergitas media baru yang konvergen. Meskipun disadari bukan hal mudah tentunya, ketika perubahan itu benar-benar terjadi. Meskipun dalam perjalanannya, kedua lembaga RRI dan TVRI pernah sama-sama menjadi UPT teknis di Departemen Penerangan. Berada satu atap Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film (Dirjen RTF).Â
Seiring waktu, perubahan adalah sesuatu yang pasti akan terjadi pada waktunya. Proses alaminya akan mengikuti daur hidup kelembagaan. Generasi awal segera akan paripurna tugas pensiun digantikan generasi baru berikutnya. Selama sistem meritokrasi regenerasinya terbangun dengan baik, maka pewarisan nilai-nilai pengabdian sebagai wujud integritas pelayanan publik itu akan berjalan sebagaimana mestinya. Dan untuk itulah dibutuhkan peraturan perundangan dan support sistem yang kokoh dalam visi misinya.Â
Bahwa soal menjadi lebih baik atau lebih buruk dalam menjalankan fungsi pelayanan publik di bidang informasi, sangatlah tergantung dari proses komprehensif pola asuh yang mendahuluinya. Sekaligus budaya organisasi yang selama ini diberlakukan. Bagaimanapun perubahan tidak terjadi secara kebetulan. Perubahan hanya akan terjadi jika orang-orang yang tepat termotivasi untuk bertindak pada waktu yang tepat. Tapi, bagaimana?
Hadir Mengalir Merawat Negeri
Tanggapl 24 Agustus, selain merupakan hari kelahiran TVRI juga merupakan Hari Televisi Nasional. Ada pula yang menyebutnya sebagai Hari Pertelevisian Nasional---mengacu pada hari kelahiran Televisi Republik Indonesia (TVRI). Walaupun tepat 27 tahun kemudian, lahirlah sebuah stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang menjadi awal komersialisasi penyiaran televisi di Indonesia. Pada hari yang sama lahirlah Rajawali Citra Televisi (RCTI) disusul setahun kemudian hadir Surya Citra Televisi (SCTV). Selanjutnya televisi pun berkembang bak jamur musim hujan. Meskipun ijin siaran nasional hanya dikantongi kurang lebih 11 stasiun televisi.Â
Diantara banyaknya stasiun televisi yang kini hadir mengisi frekuensi siaran di Indonesia. Hanya LPP TVRI satu-satunya televisi yang mendapatkan alokasi anggaran APBN selain RRI tentunya. Lewat mekanisme asas Public Service Broadcasting (PSB) untuk memenuhi hak-hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar, sehat, bermanfaat dan bermartabat. Penyiaran yang dilakukan dan dikendalikan oleh publik, untuk publik. Tidak komersial atau bebas dari campur tangan politik dan tekanan dari kekuatan komersial.
Ini menunjukkan bahwa posisi LPP TVRI masih memiliki peran penting secara sosial, politis dan budaya. Setidaknya bagi negara dalam upaya memberikan layanan informasi bagi warga negara. Betapapun maraknya media televisi dan internet yang terus bertumbuh baik jumlah maupun kualitasnya. Melalui PSB, warga diinformasikan, dididik dan juga dihibur. Ketika dijamin dengan pluralisme, keragaman program, independensi editorial, pendanaan yang sesuai, akuntabilitas dan transparansi, penyiaran layanan publik dapat berfungsi sebagai landasan demokrasi.
LPP TVRI sebagai lembaga non kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden memiliki ikatan yang kuat terhadap negara. Bagaimana tidak, LPP TVRI adalah satu-satunya televisi yang dibiayai oleh negara. Dari produksi program acara, gaji pegawai, operasional dan perawatan inventaris dan pengembangan asetnya. Tentu sebuah potensi yang tidak dimiliki boleh stasiun televisi swasta lain. Skema Publik Servis Broadcasting (PSB) diharapkan berkemanfaatan sepenuhnya kepada masyarakat, warga negara atau publik sebagai penerima manfaat.Â
Strategi Kebudayaan Media Publik
Jika pepatah mengatakan "Teori tanpa praktek adalah lumpuh. Praktek tanpa teori adalah buta." Maka Televisi pun bukan soal tafsir atau persepsi. Melainkan tindakan nyata yang berbasis pada data kebutuhan obyektif rasional terukur yang berorientasi pada hasil: input ---> proses ---> output. Proyeksi Penyiaran LPP. Televisi selayaknya mimbar kebebasan akademik, kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan netralitas dan obyektivitasnya. Dimana unsur mewujudkan struktur dan menentukan postur sebagai sebagai sebuah program tayangan. Prasyarat pastinya, obyektif rasional netral, tidak berpihak dan imparsial. Asas Kolaboratif Masyarakat, Stakeholder, Kepemerintahan dan Negara. Menjadi prasyarat utama keberhasilan penyiaran publik membangun demokratisasi komunikasi partisipatif.
Televisi memang berkutat pada parameter indikator berbasis Content Analysis Riset, Indeks Kualitas Program, Indeks Kepuasan Masyarakat, sebagai bentuk pertanggung jawaban publik (akuntabilitas-blameworthiness). Selain juga dipahami bahwa institusi yang mampu bertahan adalah lembaga dengan corporate shared value, nilai-nilai untuk kebaikan kemanusiaan dan tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility - CSR). Bukan sekedar dalam capaian rating dan share sebagaimana televisi komersil atau swasta yang menjadikan tolok ukuran utamanya adalah profit market. Karena dari parameter indikator rating share itu profit iklan akan di raup.Â
Berbeda dengan LPP TVRI jika melakukan hal yang sama dengan televisi swasta atau komersil, maka akan kehilangan daya kristisnya terhadap realitas yang tengah berlangsung di masyarakat. Bagaimana Pride (kebanggaan), Prize (penghargaan), Privilege (hak istimewa), Responsibility (tanggung jawab), Volition (kemauan) sebagai sebuah negara dan bangsa adalah tujuan utama. Sejalan konsep Nation and Character Building, atau Pembangunan Karakter Bangsa. Menjadikannya rumusan baku sebagai pegangan para jurnalis dan progaming acara pendidikan dan hiburan dalam mengembangkan perspektif materi tayangannya. Berdasarkan Luasan pengaruh (Magnitude), Kedekatan (Proximity), Aktual (Kebaruan), Dampak (Impact), Masalah kemanusiaan (Human Interest) dan Keluarbiasaan (Unusualness) yang hidup dinamis dalam realitas sosial masyarakat.Â
Menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi sesuai dengan prinsip-prinsip televisi publik, independen, netral, mandiri dan program siarannya senantiasa berorientasi pada kepentingan masyarakat. Tidak hanya untuk mencari keuntungan dan menyelenggarakan kegiatan usaha jasa penyiaran publik dalam bidang informasi, pendidikan, dan hiburan serta usaha-usaha terkait lainnya yang dilakukan dengan standar yang tinggi. Merupakan upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global .
Melalui dukungan kekayaan seni budaya, diversitas etnis dan sosial sebagai sumber inspirasi, hal tersebut menjadi kunci kesuksesan program. Berbagai program era ini, diminati pemirsa, sebab mencerminkan pembangunan bangsa atau 'nation and character building'. Sebagaimana dahulu TVRI berjaya dengan programnya yang selalu dinanti pemirsa. Dunia Dalam Berita, Drama Series, Sinetron Film Televisi, Kuis Gimmick, Konsultasi Kesehatan, Kerohanian, Dokumenter, Sastra Seni Budaya. Yang kesemuanya berbasis pada pengembangan siasat kebudayaan.Â
Kebudayaan adalah bagaimana cara manusia memformulasikan pikiran dan merumuskan ide gagasan, untuk mewujudkan harapan peradaban kemanusiaan yang berkeadaban. Dari sanalah esensi-subtansi dasar dari fungsi media LPP TVRI dalam merancang kreatifitas programing acaranya menjadi sebuah peristiwa komodifikasi kebudayaan yang mengedepankan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) --Behavioral Change Communication-- yang berbasis pada pendekatan afeksi untuk mengerucutkan dampak-impact reflektif masyarakat sebagai arus keutamaan kemanusiaan, demokrasi, HAM dan kesetaraan pluralisme.
Adakah kemudian reaktualisasi, revitalisasi dan reposisi programing tersebut diorientasikan kembali berbasiskan siasat atau strategi kebudayaan untuk membangun keindonesiaan?Â
Sejarah perjalanan sebuah bangsa adalah masa depan yang dilambari sedimentasi jiwa, nilai, karakter dan tradisi pergerakan perubahan peradaban kebudayaan. Alas pembentuk Indonesia sebagai negara bangsa yang ditenun dengan kelembutan atas asas kemanusiaan yang berkeadilan dan berkeadaban. Kegigihan perjuangan para perintis TVRI dan Lembaga Penyiaran Publik telah menorehkan harga diri sebuah media yang meneguhkan keindonesiaan hari ini. Sepatutnya dikaji secara terus menerus untuk kembali belajar lebih keras pada sejarah.
Bagaimana TVRI mampu merawat kebudayaan dan peradaban untuk menemukan esensi subtansi Media sektor publik yang didanai negara, namun bukan berarti sama dengan media negara yang dikontrol negara dan atau dikendalikan secara finansial pun editorial negara. Semirip independensi lembaga Komisioner Imparsial lainnya, KPK, KPU, KPI, KIP, Ombudsman dan Dewan Pers. Kedaulatannya adalah keniscayaan. Sebagaimana, berdaulat dibidang politik, berdikari dibidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sebagaimana perspektif Makna Trisakti pidato Dr. Ir. Soekarno, presiden pertama Indonesia.***
Dirgahayu TVRI ke 60 Tahun 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H