KEMENKOMINFO secara simultan telah menghentikan secara bertahap siaran TV Analog di Indonesia. Kebijakan yang dilaksanakan sesuai mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021. Menegaskan penghentian siaran analog atau Program Analog Switch Off (ASO).Â
Ada tiga tahapan pengakhiran menurut Peraturan Menteri Kominfo No.6 tahun 2021 (yang telah direvisi dengan Peraturan Menteri Kominfo No. 11/2021) tentang Penyelenggaraan Penyiaran. Tahap pertama dimulai 30 April 2022, kemudian tahap kedua 25 Agustus, dan tahap ketiga paling lambat pada 2 November 2022.
Dalam implementasi ASO ini terdapat sembilan penyelenggara multipleksing antara lain; Pemerintah, LPP TVRI dan 7 LPS Group yang terdiri dari MNC Group, Media Group, SCM Group, Viva Group, Trans Media Group, RTV Group dan Nusantara TV. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkomitmen mempercepat digitalisasi sektor penyiaran, khususnya digitalisasi televisi Indonesia di sistem terestrial.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate memberikan paparan terkait Analog Switch Off, melalui SIARAN PERS NO. 164/HM/KOMINFO/04/2022. Alasan pertama, dari sisi perkembangan digitalisasi penyiaran global, disebutkan bahwa Indonesia jauh tertinggal dalam proses digitalisasi televisi sistem terestrial.Â
Negara anggota Uni Telekomunikasi Internasional (ITU) sejak World Radiocommunication Conferences (WRC) pada 2007 telah menyepakati penataan pita spektrum frekuensi radio untuk layanan televisi terestrial. Bahkan, beberapa negara di Asia seperti Jepang telah menyelesaikan proses digitalisasinya di 2011 dan Korea Selatan di 2012. Kemudian, Thailand dan Vietnam pun sudah memulai penyelesaian Analog Switch-Off (ASO) secara bertahap pada tahun ini.
Dari sisi kepentingan publik, percepatan proses digitalisasi televisi ini dimaksudkan agar masyarakat tidak dirugikan akibat kualitas tayangan kurang sesuai dengan televisi pintar (Smart TV), perangkat teknologi mutakhir saat ini. Selain disrupsi teknologi menuntut pelaku industri untuk menyesuaikan pola bisnis baru. Supaya selaras dengan perkembangan era digital yang menuntut kualitas dan kecepatan.Â
Implementasi kebijakan ini penting untuk menjaga keberlangsungan usaha pelaku bisnis dan investor bidang penyiaran. Digitalisasi televisi secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dalam industri penyiaran tanah air. Ditinjau dari sisi nilai tambah dalam percepatan penataan digitalisasi frekuensi. Banyak bermanfaat untuk penyediaan layanan lain terutama untuk layanan publik dan layanan internet cepat.
Ranah Regulasi Frekuensi Publik
TARIK ULUR kepentingan antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat, sempat terjadi pada awal proses penentuan kebijakan berkait demokratisasi frekuensi nasional di Indonesia. Selama hampir 14 tahun sejak disyahkan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002, sampai sekarang UU tersebut belum terimplentasi secara proporsional. Kebebasan informasi dalam kerangka penyiaran menyisakan tiga persoalan mendasar.
Pertama, kurangnya konsistensi dalam merealisasikan kebijakan yang berdasarkan keputusan Undangan-undang Penyiaran. Selama ini belum adanya ketegasan para pihak kompeten untuk menjalankan mandat UU Penyiaran ditingkat praksis. Kedua, masyarakat masih menjadi obyek yang tak berdaya (powerless) dari proses pengambilan keputusan yang pada gilirannya membatasi ruang gerak partisipasi serta fungsi kontrol.Â