Bagaimana tidak, diwaktu berselang tak kurang lebih dari sepuluh menit, kami hampir saja mendapat hadiah timpukan batu, karena ada dua kelompok anak muda yang pastinya bertikai, tawuran. Mereka saling teriak memaki dan lempar-lemparan apapun, yang tak kami ketahui wujudnya.
Malam dini hari yang tengah memberikan keheningan itu, ternyata masih bisa juga dikoyak secara paksa oleh anak-anak muda untuk menyalurkan hasrat tubuhnya.Â
Mereka bisa dipastikan bukanlah penulis yang sangat menganggungkan malam menjadi sahabat intimnya, atau filmmaker yang pasti lebih senang berada didepan komputer editing.Â
Mereka pastilah bukan penari, teaterawan, pemusik, pelukis, konten kreator, Youtubers yang akan lebih suka istirahat sehabis seharian latihan atau menghabiskan waktunya di studio.Â
Lalu mereka siapa, sekelompok kecil  yang dapat dipergunakan sebagi fakta sampling untuk membaca kelompok lainya tanpa bermaksud menggeneralisasi. Entahlah.Â
Generasi ambang yang acap kali menjadi pelaku yang memicu terjadinya kekerasan. Memang tidak butuh pemantik rumit untuk menimbulkan keributan bentrokan. Dimana pun menciptakan damai saling toleransi, akan lebih sulit dibangun bagi mereka yang yang tidak pernah mengolah rasanya.Â
Perkelahian malam itu, tidaklah besar memang. Bisa jadi juga tidak  sampai tercatat dalam BAP Kepolisian. Hanya cukup menjadi ilustrasi, bahwa kekerasan dimanapun, kapanpun, bisa sekonyong-konyong lahir dan tumbuh, tanpa kendali. Bisa saja didorong ungkapan kekecewaan, kekesalan, kebencian, iri dengki hati, sentimen. Tapi bisa juga dipicu sikap arogansi, superioritas, dominasi, atau berkuasa kepada pihak lain.Â
MENAFSIR RUANG MAYA KEBENCIAN
SUATU saat, dalam perjalanan siklus hidup manusia, pastilah pernah menginginkan sesuatu, dalam bentuk apapun. Ketika keinginan yang berupa hasrat atau harapan itu belum mampu terwujudkan, tapi tiba-tiba tetangga, teman, saudara atau siapapun yang dikenal itu terlebih dahulu bisa mendapatkan dan memiliki.Â
Lalu tanpa disadari pula, tanpa diduga secara spontan menjadi tidak suka. Tetapi demi menjaga diri sendiri, perasaan semacam kemudian disimpan rapat-rapat jangan sampai orang lain tahu.
Perasaan semacam bolehlah disebut iri hati, terkadang disebut juga dengki atau hasad. Suatu emosi yang timbul ketika seseorang menginginkan yang tidak dimilikinya, atau mengharapkan orang lain yang memilikinya agar kehilangannya, begitu terkira berbagai sumber menyebutkan.Â