[caption id="" align="alignnone" width="380" caption="Kegembiraan Drogba dan Cech pasca penalty | firstpost.com"][/caption]
Adu penalti, kembali menjadi metode penentuan juara Uefa Champion League Season 2011/2012. Klub milik seorang taipan minyak Rusia, Chelsea FC, mencatatkan diri sebagai juara baru setelah mempecundangi Bayern Munich lewat adu tos-tosan. Tendangan pelan tapi terarah dari Didier Drogba kesisi kanan gawang Manuel Neuer menjadi penentu kemenangan Chelsea, meski di awal-awal adu penalti kedudukan mereka masih di bawah Bayern. Adalah tendangan Ivica Olic yang mampu ditepis Cech ditambah tembakan Bastian Schwensteiger yang membentur tiang menjadi malapetaka bagi tuan rumah. Maka, penulis dengan ini menyampaikan turut berduka cita pada segenap fans FC Hollywood, serta menyampaikan selamat bagi seluruh fans The Blues.
Kekalahan melalui adu penalti memang menyakitkan. Usaha mengungguli lawan selama 120 menit seakan tidak ada artinya ketika tim tersebut gagal di babak untung-untungan ini. Apalagi jika tim tersebut sebelum pertandingan lebih diunggulkan, bermain di kandang sendiri, memiliki skuad yang lebih lengkap, bahkan sempat unggul terlebih dahulu di babak normal. Nasib itulah yang harus diterima Bayern kali ini. Dengan segala faktor pendukung tersebut harapan tinggi untuk mengangkat trofi di markasnya sendiri bergelora ketika Thomas Muller mencetak gol di menit ke-83, hanya tujuh menit sebelum laga usai. Namun, ternyata gol itu tak menjadi perantara kemenangan bagi mereka. Adu penalti harus ditempuh setelah Didier Drogba mampu menyamakan kedudukan di menit ke-88 dan extratime tanpa gol tambahan. Adu tos-tosan seakan menjadi momok menakutkan bagi seluruh pemain dan fans, terutama bagi kiper dan para algojo. Pengalaman dan keahlian menendang terbukti tidak cukup memastikan keberhasilan, tetapi juga ketenangan dan keberuntungan. Maka, ketika sebuah tim gagal menjadi juara lewat adu penalti kekecewaan terasa jauh lebih menyakitkan dibandingkan dengan kalah di babak normal. Sakitnya sama seperti kalah melalui gol kontroversial atau golden goal yang kini sudah dihapuskan. Terlebih bagi para algojo yang gagal melaksanakan tugas. Sepakan 12 pas yang secara matematis tak akan mampu ditepis oleh kiper manapun jika ditendang dengan kecepatan tertentu itu harusnya bisa mereka lakukan. Wajar jika Bastian Schweinsteiger yang sempat menjadi hero di babak semifinal meratapi duka mendalam setelah menjadi zero di babak final. But, it’s only a game. Pasti ada yang menang dan ada pula yang kalah. Entah bagaimanapun cara menangnya atau kalahnya. Life must go on. It’s not only your fault, it’s also depends on destiny. Setidaknya, kamu dan teman-teman sudah berusaha.
Menurut saya kekalahan dengan cara ini hampir sama sakitnya ketika mendengar berita kematian orang-orang terdekat kita tetapi tanpa gejala-gejala. Minggu lalu, kabar duka menyelimuti langit Indonesia atas tragedi tertabraknya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, terlebih pada segenap kerabat dari para penumpang yang menjadi korban. Mereka tak pernah menyangka, orang-orang terdekatnya akan meninggal begitu saja secara tiba-tiba dengan cara-cara yang tidak wajar. Tak pernah disangka-sangka bahwa sebuah joy flight ternyata berujung maut. Mungkin, sama juga seperti sakitnya hati kerabat dari mereka yang meninggal karena gempa, kecelakaan bus, dibunuh, bom, bunuh diri, dsb. Mungkin berbeda rasa sakit ditinggalkan jika yang meninggal adalah penderita sakit yang sudah lama tak terobati atau mereka yang sudah tua. Unsur adanya usaha menjadi faktor pembeda. Kita seolah-olah sudahada usaha ‘menjauhkan’ saudara kita dari kematian, misalnya dengan berobat atau terapi lainnya. Sedangkan jika dengan cara tidak wajar, tidak ada yang mampu kita perbuat. Bukan saya menyepelekan atau membandingkan rasanya kehilangan. Namun, hanya ingin menyampaikan bahwa bagaimanapun juga, Dia-lah yang menentukan bagaimana seseorang meninggal. Entah dengan perantara yang wajar atau dengan yang tidak wajar. Sama halnya dengan penentuan gelar juara di atas, Dia juga yang Kuasa menentukan sebuah tim menjadi kampiun. Entah dengan adanya usaha dan cara wajar (babak normal) atau dengan cara yang tidak wajar dan penuh ketidakpastian (adu penalti).
Kesimpulan tulisan ini bukan berbicara mengenai kekalahan Bayern atau kematian, tetapi tentang lika-liku kehidupan. Untuk mencapai hasil akhir maksimal, secara rasional kita akan berusaha sekuat tenaga melalui proses dan perjuangan. Bila ingin sukses ujian, ya belajarlah. Bila ingin menjadi milyarder, maksimalkan segala potensi dan bekerjalah dengan tekun. Bila ingin sembuh dari penyakit tentu berobat dengan cara-cara yang baik. Itu semua proses. Namun, kadang Tuhan memberikan kesuksesan, keberhasilan, atau kesembuhan bukan dengan cara-cara seperti itu, tetapi cara yang tidak wajar atau irrasional. Ketika kita sedang jatuh, justru Ia memberi rezeki yang tidak pernah kita sangka-sangka. Ketika kita sedang naik daun, malah secara tiba-tiba jatuh seketika karena mungkin telah lalai pada-Nya. Kita sering menyebutnya anugerah dan musibah. Bagi seorang hamba, berdoa dan beribadah-lah yang menjadi perantara menjemput anugerah-Nya. Misalnya bagi orang muslim, sholat Dhuha, bersedekah, puasa Sunnah, tahajud dan umrah ternyata bisa 'memperlancar' usaha kita menggapai impian. Tentu kita juga tak menghilangkan usaha-usaha wajar seperti biasanya. Maka, ketika Tuhan memutuskan apapun keberhasilan atau kegagalan, kehidupan atau kematian, dan hal-hal lainnya dengan cara wajar ataupun tidak wajar, kita tetap bisa menerima dengan lapang dada. Selama kita sudah berusaha menuju cita-cita itu sudah merupakan salah satu keberhasilan. Lain halnya jika kita tak punya usaha sama sekali, ketika kita beruntung tentu akan menggembirakan hati meski itu tak bisa dicap sebagai prestasi, tapi jika ternyata kegagalan yang kita dapat, bersiaplah merasakan pahitnya kekecewaan sepanjang hayat.
Akhir kata, saya mengucapkan Selamat Hari Kebangkitan Nasional. Semoga negeri ini bangkit dari keterpurukan, maka mari terus berusaha dan tak lupa terus beribadah dan berdoa. Karena dibalik semua usaha yang kita lakukan, Dialah Yang Maha Kuasa menentukan, apakah Indonesia semakin baik atau sebaliknya, dengan cara-cara wajar atau sebaliknya.
***
Wamena, 20 Mei 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H