Kisah Bambang Sumantri
Bambang Sumantri adalah satria muda dari gunung Jatisarana atau versi lain menyebutkan pertapaan Ardi Sekar. Disebut bambang artinya pemuda dari gunung. Putera seorang pertapa bernama begawan Suwandagni dan ibunya bernama dewi Darini. Bambang Sumantri mempunyai seorang adik bernama Bambang Sukasrana atau Sukasarana.
Kedua saudara kandung ini dalam hal fisik sangat bertolak belakang. Bambang Sumantri berparas tampan sedangkan adiknya Bambang Sukasrana berwujud raksasa bajang kerdir dengan suara cedhal. Meski demikian kedua satria dari gunung ini memiliki kesaktian yang luar biasa.
Setelah menginjak dewasa, Bambang Sumantri berniat ingin mengabdi ke ibukota negara Maespati yang pada saat itu rajanya bernama Sri Harjunasasrabahu.
Sri artinya raja yang bijaksana, Harjuna adalah air yang jernih, sasra artinya seribu sedangkan bahu artinya pundak atau tangan. Konon dikisahkan apabila sang raja murka, badannya menjadi sebesar bukit, pundak dan tangannya menjadi seribu dengan memegang senjata lengkap.
Singkat cerita, Bambang Sumantri diijinkan ayahnya untuk mengadu nasib di kotaraja Maespati. Perlu diketahui bahwa Sumantri dan Sukasrana ini saudara yang saling rukun dan bersama-sama dalam bermain dan bersenda gurau sejak kecil hingga berkelana ketika masa remaja.
Dikisahkan, kepergian Bambang Sumantri ke Maespati tidak sepengetahuan adiknya atau sembunyi-sembunyi {nglimpekke : Jw.). Mereka bertemu kembali ketika Sumantri dilanda masalah yang rumit.Â
Ada berbagai versi yang mengisahkan berbeda, Sumantri pamit adiknya, Sukasrana menjawab jika akan melindungi kakaknya dari kejauhan, ada versi juga Sumantri mengajak ke ibukota Maespati, tetapi Sukasrana tidak mau karena merasa malu.
Sesampainya di hadapan raja, bersamaan sang SrI Harjunasasrabahu mengadakan pertemuan besar atau lebih dikenal dengan pasewakan agung.Â
Kedatangan Bambang Sumantri secara tiba-tiba ini membuat sang raja dan semua yang hadir menjadi terkejut dan saling bertanya-tanya dalam hati masing-masing. Peristiwa ini dilukiskan dalam syair gending Jawa yang bunyinya demikian:
Ya ta wau, sumewa ing ngarsa nata
Nenggih raden Sumantri
Kagyat ingkang mulat
Tinarka dewa darat
Kadora wekasan sang Sri
Harjunasasra, mangkana ngandika aris
 Artinya :
Iya ketika itu, telah datang di hadapan raja. Adalah raden Sumantri, membuat terkejut semua hadirin di pasewakan agung. Banyak yang mengira, berbisik sama temannya mengatakan bahwa yang datang adalah dewa yang turun ke dunia. Sang Sri Harjunasasrabahu akhirnya juga terkejut, demikianlah sabda sang raja.
Prabu Harjubasasra menerima pengabdian Bambang Sumantri dengan syarat memboyong dewi Citrawati puteri prabu Citrawirya dari negara Magada.Â
Puteri tersebut hendak dipermaisuri oleh sang prabu Harjunasasrabahu. Â Bambang Sumantri tidak keberatan akhirnya mohon restu dan pamit untuk berangkat ke negeri Magada.
Bambang Sumantri diperbolehkan sang raja Magada untuk memboyong putrinya setelah lolos dalam beberapa persyaratan. Setelah lolos, Bambang Sumantri memboyong dewi Citrawati disertai puteri domas (puteri dayang berjumlah delapan ratus).
Bambang Sumantri menuju negeri Maespati namun diperjalanan berubah pikiran. Ia tiba-tiba berniat untuk mencoba kesaktian prabu Arjunasasrabahu.Â
Dibuatlah surat kemudian dititipkan salah satu punggawa Maespati agar disampaikan kepada sang Prabu.Â
Begitu menerima surat tantangan tadi, muka sang Prabu Arjunasasrabahu menjadi merah padam. Ia hendak menemui Bambang Sumantri dengan perjalanan naik kereta perang. Peperangan antara raja dan ksatria ini dilukiskan dalam sebuah syair tembang:
Denira campuh aprang
Sri Harjunasasra
Lawan raden Sumantri
Aliru prabawa
Tan ana kasoran
Mangkana Sri Narendra
Amangun triwikrama
Tedhak saking rata
Mrepegi mungsuhira
Jawateng awiyat
Ngudanaken kembang
Lumrang banjaransari
Artinya: Dalam berkecamuk perang antara Sri Harjunasasra melawan raden Sumantri. Keduanya saling bertukar kesaktian dan tidak ada salah satu yang kalah.Â
Tersebutlah sang raja (Harjunasasra) mencipta triwikrama (merubah dirinya menjadi raksasa sebesar gunung) turun dari kereta menghampiri musuhnya.Â
Para dewa di kahyangan mengetahui peristiwa tersebut kemudian menghujankan bunga-bunga wangi yang tersebar disekitar tempat tersebut.
Diceritakan ketika prabu Harjunasasra berubah menjadi maharaksasa, Bambang Sumantri menjadi lunglai tidak berdaya seakan hilang semua kesaktian yang dimilikinya.Â
Ia merasa bersalah dan memohon maaf kepada sang prabu. Raksasa jelmaan titisan bathara Wisnu tersebut merubah wujudnya menjadi prabu Harjunasasra kembali.Â
Bambang Sumantri dimaafkan dan tetap diperbolehkan mengabdi di negeri Maespati tetapi dengan suatu syarat. Syaratnya adalah Bambang Sumantri harus dapat memindah taman Sriwedari ke negeri Maespati.Â
Taman tersebut berada di kahyangan Untara Segara tempat persemayaman bathara Wisnu. Setelah berkata demikian, prabu Harjunasasra kembali pulang ke Maespati.
Di tengah hutan, Bambang Sumantri bersedih karena tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan berat tersebut. Teringatlah adiknya Bambang Sukasrana. Ia memusatkan pikiran dan menyebut adiknya berulang kali dalam hatinya.
Bambang Sukasrana adalah raksasa bajang tetapi sakti. Seketika itu ia menemui kakaknya yang sedang gundah tersebut. Sukasrana menanyakan meskipun sebenarnya ia sudah tau. Bambang Sumantri merangkul adiknya seraya mengutarakan apa yang ia pikirkan.
Sukasrana bersedia memutar taman Sriwedari tetapi setelah taman tersebut berada di Maespati, ia ingin ikut kakaknya mengabdi di Maespati.Â
Tanpa berpikir panjang, Sumantri menyanggupi. Bambang Sukasrana bersemedi dengan membaca mantram sakti, di angkasa terdengar suara menggelegar memecahkan gendang telinga, bersamaan itu pula, taman Srwedari perpindah ke negeri Maespati tanpa ada selembar daun pun yang rontok.
Bambang Sumantri terkejut melihat adiknya tidak di hadapannya lagi dan ia memutuskan untuk kembali ke Maespati. Setibanya di sana, ia melihat taman Sriwedari yang sudah berada di sana.Â
Prabu Harjunasasrabahu sangat berkenan melihat peristiwa itu dan Bambang Sumantri diangkat menjadi patih di negara tersebut dengan gelar patih Suwanda.
Prameswari sang raja yakni  dewi Citrawati bermaksud untuk melihat taman Sriwedari yang indah. Ia berkeliling taman dengan penuh suka cita.Â
Baru melihat keindahan bunga di taman, Dewi Citrawati terkejut bukan kepalang. Sampai hampir pingsan dan susah berbicara. Ia melihat di sudut taman ada raksasa bajang yang sedang tertidur pulas. Sang dewi lari kencang meghampiri sang raja dan mengatakan apa yang baru saja dilihatnya.
Prabu Harjunasasra meminta Bambang Sumantri untuk menangkap raksasa tersebut. Yang diperintah langsung berangkat menuju taman. Bambang Sumantri sangat bersedih ketika sampai di taman karena raksasa yang dimaksud adalah adiknya yaitu Bambang Sukasrana.Â
Ditemuilah adiknya itu dan mengatakan agar ia segera pulang dahulu gunung Jatisarana. Sukasrana tidak mau karena kakaknya semula telah berjanji jika taman sudah berhasil dipindahkan, adiknya diperkenankan ikut. Dengan berbagai bujuk rayu agar adiknya mau pulang tidak berhasil.
Bambang Sumantri kemudian menakut-nakuti dengan membawa anak panah yang diarahkan ke tubuh adiknya. Sukasrana tidak takut malah tetap pada pendiriannya untuk ikut kakaknya di Maespati.Â
Hal ini membuat agak marah dan bercampur bingung mencari strategi agar adiknya mau pulang. Pada suasana seperti ini, tangan Sumantri berkeringat, hingga akhirnya panah melesat tepat mengenai tubuh Sukasrana.
Ajaib sekali ketika Sukasrana terkena panah, tiba-tiba jasadnya hilang, Bambang Sumantri heran dan semakin bingung. Ia menyesal dan memanggil-manggil adiknya yang telah tiada.Â
Suasana sekitar menjadi hening, di angkasa terdengar suara tanpa wujud : kakang Sumantri, aku sangat berterima kasih kepada kakang karena dengan begini, aku dapat mencapai nirwana. Namun karena aku tidak bisa pisah sama kakanda, aku belum niat masuk nirwana jika tidak bersama denganmu.
Untuk itu, ingat diingat ya kakang, besok jika telah terjadi perang besar di pinggir pantai Maespati, aku akan jemput kakak bersama-sama menuju nirwana.Â
Tidak apa-apa kok kakang aku sekarang ikhlas lahir batin. Pesanku kepada kakang, yang setia dalam pengabdianmu di negeri Maespati, kakang aku tunggu di wiwara pangarip-arip !Â
Bambang Sumantri menangis dan menyesal karena adiknya yang setia meninggal di tangannya sendiri. Namun semua telah telanjur terjadi dan tak akan kembali lagi. Prabu Arjunasasra menenangkan Sumantri dan diajak menuju pasewakan agung Maespati.
Dalam persidangan negara Maespati itu, Bambang Sumantri dinobatkan menjadi patih Maespati dengan gelar Patih Suwanda. Pada masa pemerintahan prabu Harjunasasrabahu dengan patihnya Suwanda, negeri tersebut menjadi subur makmur, panjang punjung, gemah ripah, tata tentrem, karta raharja.
Tidak diceritakan panjang lebar kemakmuran negeri tersebut, pada suatu waktu, prabu Harjunasasrabahu bersama permaisuri dan selirnya sedang bercengkerama di pinggir pantai Maespati.Â
Bersamaan dengan itu, raja Alengka prabu Dasamuka sedang bertapa kungkum di lepas pantai dengan badan dibesarkan sebesar gunung hingga air meluap ke bibir pantai seperti sunami. Permaisuri dan dayang menjadi lari tunggang langgang mencari selamat dari terjangan luapan air laut.
Prabu Harjunasasrabahu memanggil patih Suwanda untuk menyelidiki keadaan yang sebenarnya terjadi. Ia memancing Dasamuka agar merucat triwikramanya dan berperang tanding di daratan.Â
Singkat cerita, keduanya saling beradu kesaktian dan kebolehan berperang hingga akhirnya Bambang Sumantri terlena. Lehernya digigit dengan siung pangapit Rahwana hingga hampir putus.Â
Samar-samar Bambang Sumantri mendengar suara adiknya di angkasa, sambil menahan sakitnya ia teringat akan pesan adiknya ketika meninggal dunia olehnya. Ia menyadari bahwa Bambang Sukasrana telah menjemputnya.
Kakang Sumantri, ayo kakang....sekarang sudah tiba saatnya kita bersama-sama menuju nirwana.....Suwanda gugur, sukmanya melayang ke angkasa bersama Sukasrana sukma, bersama-sama menuju nirwana.
Setelah Patih Suwanda gugur, Dasamuka pulang ke Alengka sedangkan Harjunasasra dan prajurit merawat jasad patih Suwanda dibawa ke Maespati sebagai penghormatan atas jasanya. Suwanda gugur di medan perang membela negara Maespati sebagai negara pengabdiannya.
Tripama Sumantri di Jenjang SMA
Cerita di atas sangat rinci dan detail karena ulasannya dari awal bermula asal-usul tokoh sampai berakhir meninggal.Â
Cerita tersebut dikisahkan agar generasi muda sekarang dapat menyimak dan mengetahui agak ke dalam tentang kisah salah satu tokoh pewayangan. Dengan harapan penulis, agar mereka mengenal, peduli dan tetap melestarikan budaya kita yang adi luhung ini.
Materi pembelajaran SMA untuk tokoh Bambang Sumantri, menurut pada (bait) serat Tripama pupuh Dhandhanggula tidak mengulas tokoh Sukasrana tetapi mengulas tokoh Sumantri dan Harjunasasra, putri domas dan Dasamuka. Seperti tertulis pada dua bait Tripama di bawah ini:
Yogyanira kang para prajurit
Lamun bisa samya anulada
Kadi nguni caritane
Andelira sang prabu
Sasrabahu ing Maespati
Aran patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakara
Guna kaya purune kang den antepi
Nuhoni trah utama
Lire lelabuhan tri prakawis
Guna bisa saneskareng karya
Binudi dadi unggule
Kaya sayektinipun
Duk prang tandhing Magada nagri
Amboyong putri domas
Katur ratunipun
Purune sampun tetela
Aprang tanding lan ditya Ngalengka nagri
Suwanda mati ngrana
Dari kedua bait tersebut menceritakan andalan prabu Harjunasasrabahu raja Maespati adalah patih Suwanda. Pengabdiannya membawa bekal ada tiga hal yaitu : guna, kaya dan purun.Â
Guna adalah kepandaian dalam berbagai hal, kaya adalah apa yang dimiliki untuk mengabdi, yakni pada jaman dahulu, kesaktian diutamakan maka Sumantri dapat memenangkan sayembara negara Magada.Â
Purun adalah kemauan atau keberanian menghadapi musuh meskipun musuhnya sangat sakti, Sumantri tidak takut hingga akhirnya gugur di medan perang melawan Dasamuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H