Kecenderung connectome seseorang tidak berubah, namun dapat berubah sesuai konsep neuroplasticity atau neuroplastisitas dalam bahasa Indonesia. Terutama karena ada kejadian khusus yang membekas (trauma), dan akibat mengkonsumsi narkoba, serta bila kita memang niatkan program khusus merubah sikap perilaku kebiasaan kita melalui pelatihan serius rutin dalam jangka waktu tertentu. Aslinya otak kita memang selalu berubah, sifatnya plastis. Karenanya di dalam berkolaborasi, memengaruhi orang lain lebih penting dibanding menguasai atau memaksa kehendak melaui perintah kita.
Di dalam konsep neuroplastisitas memang otak kita plastis, tidak tetap, berubah sepanjang usia. Hal ini yang menunjukkan kemampuan otak kita yang dapat beradaptasi dan kita bisa berlatih untuk selalu agile, open mind, growth mindset, dan melatih untuk senantiasa positive thinking dalam berkolaborasi.
Proses neuroplastisitas di antaranya: pembentukan koneksitivitas antar neuron (new synapses) pada saat learning process, pelepasan sambungan-sambungan sinaps (synaptic pruning) ketika unlearning process, dan menyambung-nyambungkan kembali pada saat relearning process terjadi. Selain rontok atau terputusnya sambungan-sambungan sinaps, juga terkadang proses keguguran neurons yang direncanakan tubuh demi efisiensi yang disebut apoptosis.
Strenghening synapses dengan jalan melatihnya berulang-ulang atau repitisi. Kemahiran berkolaborasi dengan manusia siapa saja yang beragam dapat diasah dengan pengulangan atau jam terbang. Persistensi, konsistensi dan memiliki komitmen yang kuat untuk melakukannya.
Sama seperti membangun neural pathways kebiasaan-kebiasaan positif yang baru. Sedangkan pelemahan sinaps atau weakening synapses juga akan terjadi manakala jarang digunakan. Neurons that fire together wire together. If we don't use it we loose it. Selain itu proses neuroplastisitas lainnya yang mungkin perlu diketahui seperti: pertumbuhan neuron-neuron baru (neurogenesis), kompensasi fungsi neurons (neurocompensation) dan penyakit rontoknya sinaps, serta kematian sel-sel neuron yang cepat (neurodegenerative disease).
Menurut John Assaraf, dalam membangun bisnis yang dapat diprediksi sukses diperlukan 3 komponen besar, yaitu: 1) pondasi kuat, 2) implementasi yang baik dan 3) optimalisasi bisnis. Di dalam pondasi yang kuat tidak hanya memerlukan mindset dan actionset yang baik. Namun juga dibutuhkan memiliki skillset yang kuat.
Apakah skillset yang dimaksud, ternyata justru keahlian menyadari kekuatan dan kelemahan diri kita untuk saling berbagi pekerjaan, yang tidak lain kelihaian menerapkan CQ. Kalaupun dia membuka usaha baru, akan merekrut mitra bisnis atau karyawan yang tidak sejenis atau serupa dia. Namun dicari yang dapat melengkapi kelemahan dia. Kecerdasan kolaboratif yang bagus akan mendistribusikan pekerjaan dengan baik, tidak mengerjakan semuanya sendiri. Berdasarkan konsep neuroplastisitas tadi kecerdasan ini dapat diasah, terus dilatih untuk ditingkatkan.
Untuk meningkatkan kemampuan kita berkomunikasi di dalam berkolaborasi, menurut Downa Markova dan Angie McArthur kita harus mengetahui mind patterns kita bagaimana proses atensi dalam berkomunikasi setiap orang berbeda-beda. Apakah kecenderungan kinestetik, auditif, atau lebih ke visual di masing-masing 'mind state'.
Di tingkat conscious mind atau sadar focused thinking-nya seperti apa. Kemudian di sub-conscious mind level atau setengah sadar sorting thinking kita cenderung bagaimana. Terakhir di tingkat tidak sadar atau non-conscious mind, open thinking kita lebih ke mana. Kita harus bisa mengindentifikasi diri kita.
Misal, katakan mind pattern saya A-K-V. Artinya focused thinking saya lebih ke auditif, atau melalui suara. Sedangkan sorting thinking saya cenderung kinestetik. Serta open thinking saya lebih ke visual atau melalui penglihatan. Kemudian identifikasikan lawan bicara atau teman kolaborasi kita pola mind pattern-nya seperti apa. Akhirnya kita dapat berkomunikasi dan berkolaborasi dengan cepat dan tepat. Dalam kesehariannya seseorang yang telah mengantongi jam terbang tinggi, sering kali telah menguasai keahlian berkomunikasi dan berkolaborasi tanpa dapat menjelaskan secara rinci.
Sedangkan menurut Geil Browining, every brain is unique dibuktikan dengan memeriksa profil kecenderungan pola otak berpikir dan berperilaku kita, yang disebut dengan profil emergenetics tadi. Mengikuti teori the whole brain dari Ned Herrmann, menurutnya pola berpikir atau thinking preference manusia selalu memiliki 4 komponen kencenderungan berpikir, yaitu; analitik, struktural, sosial, dan konseptual. Dengan kombinasinya akan dapat menjelaskan kecenderungan orang berpikir apakah abstrak atau kongkrit, dan kecenderungan orang berpikir apakah divergen atau konvergen. Serta setiap manusia memiliki 3 komponen perilaku, yaitu; keekspresifan, keasertifan dan fleksibilitas.