Pandemi ini mendidik dan mengingatkan akan keterbatasan kita. Setelah kita diberikan kesempatan untuk mengenali diri kita lebih dalam, sehingga menemukan kekuatan dan keterbatasan-keterbatasan kita. Saat kita kembali kerja dan beraktivitas di era normal baru ini, kita akan lebih menghargai setiap individu yang kita jumpai.Â
Every brain is unique, tidak ada seorang pun di dunia ini yang memiliki connectome yang sama. Setiap orang pasti memiliki kekuatan. Menjadikan kita tertarik untuk berdiskusi dan mau lebih banyak benar-benar mendengarkan orang lain. Bukan sekedar basa-basi menghormati lawan bicara kita.
Sebaliknya, bila kita tidak memaknai new normal ini, maka kita menjalankan dengan serba ketakutan. Waspada sih boleh saja. Tapi jangan juga menjadi paranoid atau ketakutan yang berlebihan. Setiap jumpa dengan orang lain selalu menaruh kecurigaan.Â
Fear dan suspection dalam hal ini karena salah mengartikan social dan physical distancing juga berdampak tidak baik untuk kesehatan otak dan tubuh kita. Karena juga akan menstimulus tubuh memproduksi enzim kortisol yang lebih dan membanjirkan otak kepala kita. Seperti yang telah kita bahas sebelumnya.
Demikian dalam bersikap, agar orang lain juga dapat memahami diri kita. Bukan berarti kita tidak mau berkomunikasi dengan siapa saja. Hanya kita akan lebih aware sekarang terhadap kesehatan, dan patuh mengikuti protokol pandemi ini, yang secara berangsur grafik penyebaran virus ini diharapkan akan segera turun terus dan akhirnya melandai. Ketiga tahap dalam bersikap di masa pandemi ini justru terus terlatih.Â
Ketiga tahapan tadi yang dimaksud adalah; 1) mengenali diri lebih mantap, 2) memahami orang lain lebih baik, dan 3) bagaimana orang lain dapat mengerti tentang kita. Â
Strategi lainnya dalam mengembangkan diri agar sukses menjalani normal baru, kita juga harus selalu agile agar mampu beradaptasi. Mau membuka diri dan memiliki set cara berpikir yang bertumbuh.Â
Sehingga masa pandemi dengan normal baru merupakan suatu kesempatan untuk menyeting ulang perilaku serta membangun kembali pathway-pathway kebaikan. Selalu open mind, berpikiran positif dan growth mindset.
Kita jangan lelah untuk belajar. Sesuai dengan konsep neuroplasticity, neuron dan otak kita yang senantiasa plastis. Kita dapat berubah-ubah di setiap usia. Bahkan terus berubah. Perubahan yang baik tidak hanya asal berubah. Tapi harus mempunyai prinsip yang kuat dengan konsep continuous improvement.Â
Bagaimana era kenormalan baru ini menjadikan kita lebih baik dibanding rutinintas kehidupan kita sebelum masa pandemi. Ingat, neurons that fire together wire together dan if we don't use it we will loose it. Justru dengan belajar terus di sepanjang usia merupakan bagian effort memelihara kesehatan inteligensia kita.