Hal tersebut di atas semuanya itu tidak banyak berarti. Mereka akan mampu memotivasi diri mereka sendiri di dunia nyata. Tapi ini adalah merupakan suatu langkah awal, dan Dr. Hickey mengatakan dia melihat hasil lain dari peserta penelitian tersebut akan kecenderungan mengatakan hal-hal seperti itu.
Dia hampir tidak percaya, dia melihat apa yang otak lakukan seperti dia tidak pernah menghubungkan bahwa otak dia semacam terhubung dengan pikirannya tentang perubahan dalam perspektif, memberikannya rasa jarak dan kekuatan atas kesehatan mental mereka.
Hal ini juga terjadi juga pada Dessa. Dessa benar, dia menarik entah bagaimana melihat bukti ini yang ada di luar dia rasakan. Setelah sembilan sesi feedback yang umum. Dia juga mencoba lagi fMRI lainnya, dan ternyata sekarang VTA-nya telah diam.
Sangat menakjubkan kita melihat perubahan dramatis ini. Terjadi cukup cepat di otaknya yang dibuktikan oleh tanda makna yang dirasakan berbeda, berubah subyektifnya.
Dessa benar-benar melupakannya. Namanya pun tak lagi disebut. Setelah dia merasakan fiksasi dan seperti paksaan, sekarang perasaan itu telah menurun. Apakah ini menjadikan bukti bahwa neurofeedback berhasil dapat memperbaiki patah hati?
Jadi menurut Dessa mungkin neurofeedback itu adalah cara yang bagus untuk membantu orang-orang yang benar-benar menderita seperti perasaan romantis yang tak berguna tadi.
Atau, bisa jadi dia menjelaskan proyeknya yang berkali-kali, semacam dia menjalani terapi bicara. Atau mungkin neurofeedback hanya menanamkan gagasan bahwa emosi kita didasarkan pada organ fisik yang dapat kita pengaruhi.
Mungkin juga gagasan itu benar-benar cukup kuat untuk mengubah pikiran kita dan membantu kita menjalani hidup yang lebih bahagia. (BIS)
Sumber Referensi: npr.org. NPR adalah American public broadcast service.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H