Oleh: Bambang Iman Santoso, Neuronesia Community
Jakarta, 16 Maret 2020. Adam Cole, reporter dan produser untuk ilmu pengetahuan menanyakan apa yang terjadi ketika kita jatuh cinta pada seseorang, dan kemudian putus hubungan. Namun kita tidak bisa melupakannya selama bertahun-tahun.
Untuk sebagian orang, cerita tersebut adalah suatu yang biasa. Seperti yang terjadi oleh Dessa, artis penyanyi dan seorang rapper terkenal ini. Beliau ingin mencari tahu apa yang terjadi serta di mana letak pusat cinta di dalam otaknya.
Lantas Dessa pergi ke neurosaintis untuk mencari tahu dan mengobati patah hatinya. Dessa melakukan hal ini karena merasa sakit hati yang berkepanjangan, dan dirasakannya sangat tidak rasional, juga seperti terjebak, serta rasa frustasi menghadapi hal itu semua.
Sama halnya seperti yang dialami oleh orang lain; biasanya curhat dan akan mencari nasihat dari teman, membaca majalah, cara bagaimana mengatasi putus cinta.Â
Waktu, persahabatan dan jarak, bahkan minum Whisky atau minuman beralkohol. Namun dia merasakan tidak satu pun menjadi solusi yang efektif. Dessa merasakan sangat tidak bahagia.
Suatu hari Dessa mendatangi biological anthropologist - Dr. Helen Fisher, yang telah berhasil melakukan penelitian dengan memeriksa 37 pasien yang sedang jatuh cinta menggunakan pemindai otak; brain scanner fMRI functional magnetic resonance imaging.Â
Alat ini bisa melihat langsung ke dalam otak pasien, dan secara tidak langsung mampu mengukur tekanan darah yang bersangkutan.
Cinta romantis merupakan suatu obsesi. Kita tidak bisa terus menerus memikirkan orang lain. Seakan-akan orang yang kita pikirkan tersebut sedang berkemah di dalam kepala kita.
Hal ini tidak mudah buat Dessa menerima begitu saja. Dia mebutuhkan bukti evidence secara fisik. Dessa masih penasaran apakah dia dapat nenemukan cintanya di dalam otak. Kemudian, melalui internet dia menawarkan diri menjadi obyek penelitian yang menggunakan alat fMRI.