Mohon tunggu...
Bambang Siswanto
Bambang Siswanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - peneliti

peneliti sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beda Itu Indah

27 Desember 2022   08:11 Diperbarui: 27 Desember 2022   08:50 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEDA ITU INDAH

Para sahabat, melalui forum ini saya ingin berbagi sepenggal kisah nyata. Sebuah sisi dari banyak sisi. Satu bagian dari banyak bagian. Sederet peristiwa dari satu sisi kehidupan. Meskipun kisahnya tidak berurutan, namun intinya adalah pada isi peristiwanya. Bukan pada urutan waktu kejadiannya.

1

Baiklah, saya mulai dari Jepara. Saya berenam berada dalam satu mobil. Kami adalah sales representative obat nyamuk. Kala itu pas hari besar, hari raya Idul Adha. Kami sepakat tetap jalan karena tergiur bonus hari besar. Sebenarnya sudah cukup lama saya tidak ikut jualan obat karena keadaan finansial termasuk cukup karena memperoleh beasiswa. Ini hari pertama setelah beberapa bulan berhenti. Selain saya punya waktu luang karena tidak banyak mata kuliah, saya juga lagi butuh uang banyak sebagai alasan untuk bergabung dengan team sales lagi. Di dalam mobil teman teman asyik gojekan. Saya cuma senyum saja. Ketika mobil menuju arah jembatan, saya dengar tawa mereka makin keras sewaktu seseorang celoteh kemungkinan akan menjadi kurban karena cengengesan di hari Idul Kurban. Kalimat itu rupanya menjadi kata kata terakhir yang saya dengar. Setelah itu terdengar bunyi keras, Brakkkk!

Tidak tahu berapa lama setelah itu, saya kemudian merasakan dingin di kedua kaki. Ketika saya membuka mata ternyata saya berada di pinggiran sungai di bawah jembatan. Dan saya sempat melihat banyak sekali orang diatas. Belakangan saya tahu kalau mobil kami menabrak pembatas jembatan dan terjun ke sungai. Setelah itu saya kembali tak sadarkan diri. Saat mata saya terbuka lagi, ternyata saya sudah berada di Rumah Sakit Umum Jepara. Saya dengar erangan orang di sebelah saya, tapi tidak tahu siapa dia. Setelah itu ternyata saya pingsan lagi dan kembali siuman ketika mendengar suara orang sedang mengaji. Saya bisa membuka mata dan menatap laki laki berbaju putih, baju perawat, setengah umur sedang Dzikir atau mengaji di sebelah saya. Ketika saya menatapnya dan mencoba berbicara (mengucapkan terima kasih), bapak itu menenangkan saya sambil menepuk pelan kaki saya. Saya menganggukkan kepala lalu memejamkan mata kembali dan mendengarkan suara ngajinya yang sangat merdu dan menyentuh hati. Belakangan saya baru tahu kalau saya ternyata berada di dalam mobil ambulan. Pihak RS Jepara ternyata mengirim saya ke RS Karyadi karena luka kecelakan saya paling parah. Tulang kaki saya diperkirakan patah sehingga dibalut sementara dengan penyangga kayu. Dan saya juga didiagnosa gegar otak. Jadi bapak yang wajahnya sejuk disebelah saya adalah perawat RS Jepara yang menyerahkan saya ke RS Karyadi Semarang. Ya Allah terima kasih, Engkau telah mengirim orang terbaik untuk mendampingi saya. Saya tertidur lagi, entah berapa lama. Ketika terbangun, saya berada di ICU, ruang gawat darurat. Selama dua malam saya dirawat di ICU dan boss perusahaan saya setia menunggui ditemani kakak perempuan saya.

Dalam keadaan sadar, saya diberitahu boss saya bahwa saya tidak mengalami patah tulang. Cuma perlu perawatan beberapa hari lagi agar pemulihan cepat. Kata dokter paling lama dua minggu. Dan saya tidak perlu merisaukan kondisi kepala atau otak saya. Cuma terjadi luka luka dan diperlukan antibiotik dan banyak istirahat. Sungguh sebuah mujijat. Puji Tuhan, Syukur kepada Allah, ternyata saya tidak menderita sakit berat seperti yang diperkirakan. Sungguh suatu berita gembira. Sebagai rasa syukur, saya berdoa menurut keyakinan saya Katolik. Dan saya percaya sepenuhnya bahwa doa dan dzikir bapak perawat Muslim di dalam ambulan telah meringankan kondisi saya karena doanya dijawab oleh Allah yang maha mendengar. Suatu anugerah tak ternilai dan saya memperoleh pengalaman spiritual berharga. Selanjutnya saya berjanji untuk menemui bapak perawat tersebut jika saya sembuh, sampai akhirnya saya bisa memenuhi janji saya ke RS Jepara. Ketulus iklasan bapak perawat tanpa memandang siapa dan apa agamanya yang didoakan adalah sosok yang perlu diteladani. Ini menjadi pelajaran hidup berharga karena sekalipun banyak orang cukup terdidik dan memiliki pengalaman hidup yg lengkap namun seringkali masih bersikap diskriminatif bahkan berperilaku rasis. Banyak orang terdidik justru sering terlihat memiliki cacat. Bukan cacat fisik tapi cacat pikiran. Saya ingat sebuah quote yang bisa menjadi pengingat yakni the only true disability is inability to accept and respect differences. Kecacatan sejati adalah ketidakmampuan menerima dan menghormati perbedaan.

2

Terima kasih kepada Sang Pencipta karena telah memudahkan saya untuk memperoleh banyak teman. Saya selalu berusaha menjadi seorang teman yang memberi rasa nyaman ketika terlibat pembicaraan. Saya senantiasa berusaha menjadi seorang yang egaliter. Berusaha memberi respek dan menjaga harga diri orang lain. Sesuai petuah Jawa, saya wajib menjaga kesetaraan melalui pitutur " ojo dadi wong sing rumongso biso lan romongso pinter. Nanging dadiyo uwong sing biso lan pinter rumongso". Intinya, kita jangan selalu merasa pintar. Sekalipun ini bukan perkara mudah karena saya terkadang sulit mengontrol kesombongan. Tapi yang pasti, saya memiliki kesetiaan, loyalitas dalam berteman. Dan sayapun bisa membaca sebagian kadar ketulusan teman yang menjadi sahabat saya. Karena saya dibesarkan dalam keluarga yang menjamin kebebasan beragama, maka sedikit banyak ini berdampak terhadap saya dalam berteman. Saya menjauhi berfikir sektarian ataupun penonjolan identitas karena kegandrungan saya kepada perbedaan. Suatu realitas sosial yang tidak mungkin dihindari. Karena itulah saya juga pegang prinsip "ojo mbedakake marang sapadha-padha". Jangan pernah membeda bedakan sesama, apalagi membuat stigma.

Selama berstatus sebagai mahasiswa, tentu saya memiliki banyak sekali teman dan kenalan. Mereka banyak membantu saya baik dalam hubungan pertemanan maupun studi. Mereka melengkapi riwayat hidup saya hingga hari ini. Beberapa diantaranya masih berkontak sebagai layaknya saudara. Saya ingin menyebut sebuah nama yang ikut mewarnai hidup saya. Dia bernama Susilo, asal Kudus, se-kudus hatinya. Berbeda jurusan dalam kuliah, tapi sejalan dalam tujuan. Meskipun ketemunya pada ujung akhir masa kuliah, tapi dia telah menjadi salah satu teman istimewa. Saat ini teman istimewa ini telah dipanggil pulang oleh Sang Pencipta. Semoga dia diterima masuk di SurgaNya. Mengapa temanku ini menjadi istimewa di hati saya karena kami memiliki perbedaan dalam persamaan. Agama kami berbeda tapi keyakinan kami terhadap kebenaran Allah tidak berbeda. Dia seorang demokrat yang memiliki integritas, respek dan moralitas yang tinggi. Kami sangat memahami hati dan pikiran masing masing. Hubungan baik kami terjalin sejak saya melakukan penelitian untuk penyusunan Skripsi di Kudus. Almarhum dengan tulus menawarkan rumahnya untuk menginap. Tentu saja saya iyakan, dan terima kasih karena saya belum memiliki tempat menginap. Saya lupa berapa malam saya menginap, tapi yang saya ingat adalah saya sangat beruntung berada dalam sebuah keluarga yang damai, taat beribadah dan sangat toleran. Sejak pertemuan di Kudus ini hubungan pertemanan kami selanjutnya semakin berkualitas.

Kami, saya dan almarhum Susilo, dipertemukan kembali di Jakarta. Periode pertama ketika kami sebagai sarjana baru yg hampir tiap hari selalu bersama melamar pekerjaan. Susah dan senang bersama sampai akhirnya harus berpisah karena memperoleh tempat kerja berbeda. Periode kedua, kami dipertemukan lagi di Jakarta dalam kesamaan status bujangan. Dia dan teman baikku yang lain yakni Gembong yg juga telah Almarhum (semoga juga di terima di SurgaNya), bertempat tinggal dalam satu atap. Tentu saja saya bergabung tinggal bersama dengan dua teman baikku tersebut. Kala itu saya sedang studi S2 di UI dan kedua teman bekerja di dua departemen yang berbeda. Dan belakangan keduanya menjadi pejabat setingkat Dirjen. Mudah sekali bagi saya beradaptasi karena saya sangat memahami karakter kedua teman itu. Indahnya persahabatan kami bertiga, ketiganya berbeda dalam agama tapi disatukan dalam spirit persaudaraan. Kami sangat mencintai satu sama lain, kami bersaudara. Bahkan ketika bulan Ramadhon, kami ikut berpuasa, setidaknya di rumah. Sungguh kenangan indah tak terlupakan, remarkable and unforgettable story. Periode ketiga saya dan almarhum Susilo dipertemukan lagi masih di Jakarta. Ada perubahan yg signifikan, saya dan Susilo sama sama sudah menikah. Saya kembali ke Jakarta untuk ujian thesis. Dan tentu saja saya mencari Susilo untuk menumpang tidur. Kami bertiga lagi dalam satu rumah tapi orang ketiganya adalah istri Susilo yang juga berhati mulia dan  sedang hamil besar. Saya sangat mencintai keduanya dan hubungan kami semakin berkualitas. Saya juga ingin mendedikasikan tulisan saya ini untuk sahabat tercintaku almarhum Susilo. Semoga istrinya sempat membacanya. Persahabatan kami adalah persahabatan yang indah dan tulus karena didasari oleh saling memahami perbedaan masing masing. Hubungan kami boleh digambarkan sebagai " a great relationship about two things. First, find out the similarities, then second, respect the differences". Untuk memperoleh hubungan yang hebat, pertama temukan dulu persamaannya, lalu hargai perbedaan yang ada.

3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun