Aku di lahir kan di tengah situasi politik yang mencekam dan akan memasuki peralihan kekuasaan pada tahun 1998, tepatnya di bulan agustus tanggal 05 tahun 1998 di Indramayu, tepatnya dua bulan setelah kekuasaan orde baru runtuh di tangan rakyat. Dan aku di lahir kan dengan nama Muhammad Putra namun orang-orang biasa memanggilku dengan sebutan Putra, dan memang rasanya lebih enak dengan panggilan demikian ketimbang panggilan Muhammad, terasa berat bagiku karena sungguh mulianya nama tersebut untuk di sematkan padaku yang penuh dosa ini.
Setelah aku tumbuh besar dan menyelesaikan Pendidikan formal ku kemudian aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan politik, yang pada awalnya aku pikir mudah dan gampang, dan kebetulan akku bekerja dengan Pak John, Pak john adalah seorang aktivis yang kebetulan saja satu kantor, tidak banyak tau dengan latar belakang pak john yang misterius ini, di dalam perusahaan tersebut pak john sebagai leader atau manajernya lah, beliau orangnya kalem dan mudah bergaul namun tegas, namun kalau di lihat dari segi penampilannya cenderung urakan, jarang sekali aku lihat baju pak john rapi dengan bekas setrikaan atau lipatan yang rapih pada bajunya, celana pun kadang robek dengan rambut gondrong hampir sepinggang, kesan pertama yang aku rasakan ketika bekerja di kantor ialah menganggap pak john sebagai centeng atau satpam kantor saja. Namun bukan soal pekerjaan yang aku mau bahas, namun soal perjalanan ku dengan pak john selama kurang lebih Sembilan tahun bekerja bareng dengan pak john.
Pak john orang tenang namun tegas dan konstruktif, kalau soal pekerjaan sangat detail dan disiplinnya tinggi, namun di luar itu beliau orang asik dan mudah bergaul, beliau sangat menghargai aku sebagai bawahannya, ,meskipun beliau tidak pernah menganggap aku dan temen-temen di kantor adalah bawahannya, beliau lebih suka menganggap aku dan temen-temen sebagai adik atau keluarganya, itu tercermin ketika setiap pagi aku masuk kerja dan yang pertama kali keluar dari mulut pak john ialah "Gimana keadaanmu put, bapak ibu di rumah sehat kah", hampir setiap kali bertemu beliau mengucapkan itu, tentunya setelah mengucapkan salam terlebih dahulu, beliau sangat ramah dan penuh perhatian kepada orang-orang yang bekerja di kantor itu, bahkan ke ibu-ibu pedagang yang biasa menjajakan dagangannya di depan kantor selalu seperti itu, "Ibu apa kabar, gimana sehat kah". Dalam hatiku, ini orang kelewat ramah, namun ini yang membekas dan tertanam di dalam hatiku yaitu sopan santun serta adab kepada siapapun.
Meskipun demikian aku sering melihat pak john melamun di tengah ruangannya, entah apa yang beliau pikirkan, apakah soal-soal pekerjaan, atau kondisi politik yang semakin awut-awutan, sebab beliau sering cerita dan punya keresahan tersendiri pada situasi negara saat ini, walaupun kadang aku hanya mengangguk seakan memahami yang beliau ceritakan, padahal aku sendiri banyak yang tidak paham tentang Bahasa-bahasa beliau.
Pak john pun selalu pulang belakangan dan terkadang tidur di kantor, bahkan menurut penjaga kantor, pak john sering tidur di kantor dan menghabiskan waktu di depan laptopnya, memang beliau sangat suka menulis, bahkan beberapa tulisannya sering aku baca, tulisannya lugas, jujur dan penuh keberanian dalam menyampaikan kritik terhadap pemerintah saat ini, dan aku rasa beliau memang orang yang serius kalau soal-soal bangsa, di dalam pekerjaan pun seperti itu, serius, tegas dan selalu berhati-hati dalam membuat strategi politik, aku yang hanya sebagai bagian input database kadang di buat kerepotan kalau urusan soal data yang harus di siapkan, beliau orangnya teliti sekali, namun pada dasarnya beliau sangat santai orangnya, itu terbukti ketika akhir tahun kita di tawarin naik gunung bareng, aku tidak menyangka orang seserius itu menyukai alam bebas, ternyata benar saja, selain dulunya aktivis, beliau juga pendaki gunung, dan sudah barang tentu ketika beliau mengajak aku dan temen-temen naik gunung prau wonosobo tidak perlu berpikir lama dan langsung aku iyakan saja.
Dan berangkatlah kita ke wonosobo untuk mendaki gunung prau, dan aku sangat menikmati perjalanan bersama pak john beserta ketiga temannya dan kita berangkat berlima, karena temen-temen kantor tidak pada ikut, artinya Cuma aku saja yang ikutan. Dan ternyata pak john orangnya kocak, beliau sering ngelawak dengan celetukannya yang spontanitas mengomentari apapun menjadi bahan candaan, aku yang paling kecil serta junior hanya bisa menikmati keadaan yang ceria tanpa berani seperti temen-temennya yang bisa menimpali candaan pak john.
Setelah kurang lebih 5 jam perjalanan akhirnya kami semua sampai di temanggung, kota sangat indah dan bersih serta sejuk, kami berlima turun untuk makan dan shalat ashar, sewaktu makan pak john ngobrol ringan sembari menceritakan kenangannya tentang temanggung, dan kemudian nyeletuk " kamu harus bisa mencintai bangsa ini melebihi rasa yang kamu miliki put, bangsa ini besar dan kamu kelak akan mewarisi bangsa ini" dan kemudian saya hanya mampu menjawab "iya pak". Dalam hati, berat bener dah kalau sampai seperti itu, aku hanya ingin menjadi bagian kecil dari bangsa yang besar saja, namun kata-kata ini tentu tidak berani terucap, khawatir menjadi persoalan dan menjadi bahan perdebatan. Aku kadang heran, apakah pak john itu orangnya memang serius dan tidak romantis kali ya, karena sepanjang perjalanan meskipun disisipi oleh candaan dan guyonan yang nyleneh tetap saja berujung pada pembahasan politik dan hukum di Indonesia.
Setelah selesai makan kita semua melanjutkan perjalanan ke gunung prau yang hanya tinggal beberapa jam lagi, sepanjang jalan aku dimanjakan oleh pemandangan yang asri serta udara yang sangat sejuk, pak john sengaja mematikan AC mobil dan membuka jendelanya agar udara segar itu masuk ke dalam. Bener kata pak john kalau bangsa ini besar dan terkandung sumber daya alam yang melimpah ruah dan tidak banyak di miliki oleh bangsa-bangsa lain seperti portugis, belanda serta bangsa eropa lainnya, itu sebabnya bangsa kita dulu di jajah.
Tepat sebelum maghrib kami semua tiba di basecamp pendakian Gunung Prau yaitu Patak Banteng, kami memesan kopi sambal packing dan menyiapkan perlengkapan serta logistic yang akan di bawa ke atas, tentu karena aku yang paling junior lah yang kebagian menyiapkan para perlengkapan, ketika sedang mengecek perlengkapan pak john menghampiri dan kemudian bertanya " Put, sudah kamu check belum peralatan serta logistiknya?" dan spontan aku jawab "Sudah pak", dan pak john menimpali "Jaraknya pendek koq, paling cepet 2 jam sampai puncak, Cuma kalau santai lebih dari itu, nanti kita santai aja" dan aku pun mengiyakan.
Selepas shalat isya kami semua bergegas naik, aku yang baru pertama kali naik gunung tentu butuh waktu untuk menyesuaikan suhu gunung prau yang mencapai 12 derajat celcius, untuk ukuran pemuda pesisir tentu ini sangat menyiksa, dinginnya hawa pegunungan sampai menyentuh ke tulang-tulang, sepanjang perjalanan saya hanya mengikuti langkah temen pak john yang di depan dan persis di belakang saya ialah pak john, perlahan kami naik dan sesekali berhenti untuk mengambil nafas, track gunung ini seakan tak ada bonus jalan landainya, dari start sudah menanjak terus, dan pak john sering banget mengingatkan aku untuk berjalan perlahan saja sambal atur nafas, dan kalau capek berhenti jangan dipaksakan, karena tujuan kita naik gunung adalah untuk kembali ke rumah dengan selamat, begitu ucapan pak john sembari terus memberi semangat dan nasehat, aku rasa beliau tipikal ngemong orangnya karena beliau selalu persis di belakangku terus.
Setelah berjalan kurang lebih satu jam, kita semua briefing sambil menyeduh kopi agar tubuh kita terus hangat, dan tanpa terasa semakin kita banyak berhenti ternyata semakin dingin, sadar akan kondisi fisik saya pak john ngomong ke temen-temennya untuk duluan saja dan segera mendirikan tenda di puncak sana, dan selang beberapa saat temen-temennya berangkat duluan sesuai perintah pak john.
Kemudian pak john menyuruhku untuk segera berjalan " ayo put jalan pelan-pelan saja, karena kalau semakin kita lama berhenti, nanti semakin dingin tubuh kita" dan aku pun menjawab "iya pak". Dalam hati aku berpikir kenapa pak john suka sekali naik gunung, naik gunung itu capek, kotor dan ternyata menguras tenaga yang sungguh luar biasa, aku pikir keindahan yang aku lihat di media sosial tidak se melelahkan ini, dan aku mulai berpikir kapok untuk kembali naik gunung, atau kalau pak john nanti kembali ngajak, aku pura-pura tidak bisa saja.
Sejam berjalan tanpa sadar puncak sudah mulai terlihat, ditandai oleh lampu-lampu tenda di atas sana yang sudah mulai kelihatan, dan aku pun bertanya pada pak john "yang kelap-kelip lampu itu puncaknya ya pak" dan pak john pun menjawab "iya put, itu puncaknya, kalau capek berhenti dulu aja put" dan aku menimpali "nggak pak, nanggung kan udah deket", pak john tidak menjawab, hanya melempar senyuman kecilnya yang di bibirnya terselip rokok khasnya.
Dan tidak sampai setengah jam tepatnya jam 22:30 aku dan pak john sampai puncak gunung prau setelah kurang lebih berjalan tiga jam lamanya, dan tentunya berjalan santai, atau memang aku yang berjalan lambat, karena temen-temen pak john mungkin sudah sampai puncak dari tadi, dan ketika sampai di bibir puncak gunung prau aku tertegun sejenak dengan keindahan sepanjang mata memandang, hamparan luas puncak gunung dan kerlip lampu tenda menambah keindahan semesta yang sebelumnya hanya aku lihat melalui media sosial saja, ketika dalam lamunan suara pak john menggugah lamunanku tentang keindahan semesta, "ayo put jalan terus, kita cari tenda bule dan yang lain" dan sontak aku jawab "iya pak", belakangan aku baru tau nama temen pak john yang orang putih dan tinggi itu ternyata nama panggilannya bule, karena aku tidak berani berkenalan, dan hanya memanggil mereka dengan sebutan mas saja. Tidak lama berjalan akhirnya kami menemukan tenda temen-temen pak john yang sudah berdiri menghadap puncak gunung sindoro - sumbing katanya. Setelah aku dan pak john sampai kami langsung di tawari oleh temen-temen pak john jahe panas, namun pak john tetep kopi panas tanpa gula, temen-temen pak john sepertinya tau betul selera pak john, dan kalau aku lihat temen-temen pak begitu sangat menghargai beliau, karena begitu sampai dari mulai jahe panas sampai makan malam sudah di siapkan, jadi aku dan pak john ketika sampai tenda sudah di persiapkan semuanya.
Tanpa basa-basi akhirnya aku santap hidangan kornet campur mie rebus serta beberapa sosis yang di campur dengan sayur mayur yang tentu saja sangat lezat untuk ukuran makanan di atas puncak gunung, aku lihat pak john hanya ngopi dan ngerokok saja, "pak john nggak makan pak?" spontan aku nanya dengan rasa malu karena aku makan sendirian tanpa melihat beliau yang ternyata tidak makan dan dengan gaya pak john sambil bercanda menimpali "Nggak put, kamu makan aja duluan, biar kamu kenyang dan segera tidur, karena esok tuhan akan menunjukan kuasaNya pada kamu", dan aku pun mengangguk sedikit bingung dengan kata-kata pak john tentang menunjukan kuasa, maksudnya apa ya dalam hatiku bicara, tanpa banyak kata aku sikat sampai habis makanannya, dan setelah makan serta mungkin karena lelahnya mendaki tadi tubuh jadi auto Lelah dan ditandai dengan menguap yang tak terhitung jumlahnya, sontak pak john menyuruhku untuk masuk tenda dan tidur "tidur aja put duluan, sleeping bag nya dipake, udara puncak sebentar lagi akan semakin dingin" dan tanpa harus menunggu lama aku pun langsung masuk tenda serta menyiapkan sleeping bag supaya tidak kedinginan.
Bersambung Lanjut Part II ya. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H