kemerdekaan bangsa indonesia 1945 sampai 1950 an, konflik politik dan ideologi pecah hingga menimbulkan gejolak massa di beberapa wilayah, peristiwa tersebut terjadi sebagai bentuk penolakan terhadap kekuasaan absolut serta gaya kepemimpinan soekarno sebagai presiden. Sehingga meletus lah pemberontakan bersenjata di beberapa daerah seperti jawa barat, jawa timur, sulawesi dan sumatera. Untuk negara yang baru lahir tentu ini sangat mengganggu jalannya roda kepemerintahan Bangsa Indonesia serta membuat rakyat semakin sengsara dan menjadi korban atas konflik internal tersebut.
Bangsa yang tak pernah lepas dari masa transisi kekuasaan, saya pikir kata-kata tersebut sangat tepat kalau di lihat dari perspektif sejarah lahir dan tumbuhnya suatu bangsa yang tidak pernah lepas dari soal-soal konflik kekuasaan, pada awal-awalBelum usai perlawanan terhadap penjajah, rakyat indonesia harus di paksa berperang dengan bangsa nya sendiri demi menjaga stabilitas politik dan keamanan negara yang baru seumur jagung lepas dari masa-masa penjajahan, seakan perjuangan demi kedaulatan bangsa yang merdeka tak pernah usai, suatu negara yang masih sangat prematur yang rentan terhadap gangguan negara penjajah dan harus terus berjuang demi menjaga kemerdekaan yang di peroleh dengan darah dan air mata.
Meskipun kita semua sadar bahwa bangsa yang besar tidak mudah untuk menjadi suatu negara yang di dalamnya terkandung sumber daya alam melimpah yang tidak di miliki oleh bangsa-bangsa lain, dan sejarah pun mencatat bahwa awal mula penjajahan adalah untuk menguasai sumber daya alam yang bangsa ini miliki.
Ketamakan serta kerakusan manusia dalam memenuhi ambisi kekuasaannya akan di raih meskipun dengan cara mengorbankan manusia-manusia lainya dengan tujuan untuk menguasai dan merampas hak hidup manusia lainnya. Dan kalau kita baca sejarah peradaban manusia, di dalamnya pasti akan ada penderitaan, perampasan hak serta pertumpahan darah, yang melahirkan dendam serta kebencian yang tak pernah berkesudahan oleh generasi sesudahnya.
Ada teori mengatakan "untuk menguasai suatu bangsa, kita harus mampu mengendalikan sejarahnya, kemudian kuasi medianya serta arahkan agamanya", terlihat tidak manusiawi memang, namun faktanya memang seperti itu, dan kekuasaan yang totaliter akan membunuh nyali, lebih sial lagi pemimpin yang di nabikan (Dikultuskan) akan membunuh naluri.
Sadar atau tidak kita semua sedang di giring ke dalam ruang yang gelap dan pengap, sehingga rakyat tidak mampu lagi melihat dengan jelas kondisi bangsa dan negaranya. Dipaksa apatis di tengah negara yang demokratis.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H