Mohon tunggu...
Beng beng Sugiono
Beng beng Sugiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

La Historia, Me Absolvera. Menulis/Traveling/NaikGunung/Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat II, Tanah yang Berdarah

29 Oktober 2022   19:43 Diperbarui: 29 Oktober 2022   20:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallo john, sorry saya baru kirim surat lagi karena belakangan sedikit sibuk dengan beberapa pekerjaan, oh iya gimana persoalanmu ? sudah kelar kah ? pengen rasanya sekali waktu kita ketemu dan naik gunung john, sewaktu dulu kamu paling rewel kalau saya pergi untuk mendaki gunung, Cuma belakangan kenapa kamu jadi suka ke gunung, saya jadi pengen tahu kenapa akhir-akhir ini kamu menyukai gunung, hahaha.

Oh iya John belakangan saya Kembali baca buku Soe Hok Gie yang berjudul Catatan Seorang Demonstran. Diantara catatan Hok Gie ada satu tulisan  yang menurut saya sangat penting untuk di dalami kebenarannya, demikian catatannya berbunyi ; Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan, sejarah tidak ada ?  apakah tanpa kesedihan, tanpa penghianatan sejarah tidak akan lahir ? seolah-olah bila kita membagi sejarah maka yang kita jumpai hanya penghianatan. Seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup atasnya. Ya, betapa tragisnya "Hidup adalah penderitaan". Soe Hok Gie (1961). Rasa-rasanya apa yang Hok Gie kemukakan dalam Catatan Hariannya bahwa Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan, tulisan itu masih relevan sampai hari ini, bulan kemarin saya masuk ke daerah Sumatera tepatnya di Lampung dan Jambi, banyak yang saya temui dan saksikan dimana perampasan dan penindasan rakyat terkait lahan pertanian antara masyarakat sekitar dan perusahaan sawit yang di bekingi oleh preman-preman, bahkan beberapa diantaranya mejadi korban, baik korban luka maupun korban jiwa, dan rasa-rasanya manusia sudah tidak lagi menjadi manusiawi. Mereka mempertaruhkan lahan yang notabene sebagai sumber kehidupan dengan segenap jiwa dan raganya, dan saya fikir negara harus turun untuk menyelesaikan konflik antar anak bangsa ini. Dan kata-kata hok gie bahwa hidup adalah penderitaan seakan melegitimasi fakta-fakta yang terjadi belakangan ini.

Oh iya john, Maret nanti saya naik gunung kerinci, gunung tertinggi di pulau sumatera dengan ketinggian 3805mdpl dan menurut cerita temen-temen mayoritas masyarakat sekitar gunung kerinci berasal dari Jawa, saya jadi pengen tahu bagaimana kehidupan mereka di masa lalu, hingga akhirnya sampai ke pulau sumatera apalagi sampai mendiami dataran tinggi pegunungan yang biasanya erat sekali dengan transmigrasi pada era Kolonialisme sampe ke pada era pemerintahan Soeharto, dan kayaknya menarik untuk dijadikan sumber pelajaran hidup terkait sejarah perjuangan bangsa.

John, belakangan saya banyak bergaul dengan pelbagai macam komunitas, baik lokal maupun internasional dan akhirnya membosankan karena seringkali penderitaan masyarakat di jadikan objek untuk keuntungan pribadi maupun kelompok, padahal labelnya organisasi kemanusiaan namun prilakunya kebanyakan tidak berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan, organisasi seperti ini biasanya menginduk pada pemerintah ataupun individu yang sedang berkuasa.

Lama-lama saya muak dengan aktivitas dan rutinitas ini john, saya juga semakin rindu dengan anak-anak saya, saya pengen lepas dari ini semua, menjadi manusia biasa, punya aktivitas sebagaimana manusia pada umumnya, bekerja pagi hari kemudian sore hari pulang dan bergumul dengan keluarga dirumah, saya iri pada kehidupanmu yang hari-harinya di isi oleh oleh tangis dan tawa anak-anak. Dan saya ingin memberikan cinta itu john.

Udah dulu ya john, salam untuk semua keluarga dan anak-anakmu, semoga senantiasa diberikan kesehatan serta kemudahan dalam menjalani segala aktivitas, jaga diri baik-baik, dan berhentilah merokok. Hehehe.

Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun