Mohon tunggu...
bambang subianto
bambang subianto Mohon Tunggu... Penulis - mengabadikan peristiwa dengan pena

Menulis itu seperti menuangkan fenomena menjadi coretan yang syarat makna

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Basis Data Tunggal dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

27 September 2021   13:06 Diperbarui: 27 September 2021   13:32 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia masuk ke jurang resesi di kuartal III tahun 2020. Pemerintah gerak cepat dengan mengeluarkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sejak pandemi merebak di kuartal I tahun 2020. Program ini merupakan kebijakan fiskal dan moneter yang komprehensif. Sebagai bentuk kehadiran negara untuk membela rakyat melalui kebijakan belanja APBN.

Tidak tanggung -- tanggung, pemerintah telah menggelontorkan 695,2 T untuk program PEN di tahun 2020 yang mampu direalisasikan 82,83% yaitu 575,8 T. Kemudian di tahun 2021 ini, pemerintah melakukan beberapa kali refocusing anggaran untuk program PEN, hingga ditetapkan senilai 744,77 T.

Per 17 September 2021 pemerintah telah merealisasikan program PEN mencapai 395,92 T atau dikisaran 53 persen. Terjadi progres yang signifikan pada pencairan klaster Perlindungan Sosial (Perlinsos) mencapai 112,87 T atau 60,5% dari pagu 186,64T. Pencairan pada klaster Perlinsos ini di antaranya mencakup Kartu Prakerja sebesar Rp7,3 triliun untuk 3,8 juta penerima, Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk 4,61 juta pekerja, dan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang realisasinya mencapai Rp15,25 T untuk 12,71 juta pelaku usaha mikro.

Nampaknya, anggaran program PEN yang digelontorkan pemerintah ini menunjukkan hasil yang menggembirakan. BPS mencatat ekonomi Indonesia triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan sebesar 7,07 persen (y-on-y) terhadap triwulan II-2020. Alokasi anggaran program PEN telah merangsang berbagai kalangan pelaku usaha kembali berproduksi untuk menggerakkan gairah ekonomi yang sempat lesu di tahun 2020.

Data di google covid-19 community mobility reports di bulan September 2021 ini menunjukkan ada peningkatan 16% pergerakan masyarakat di area grocery dan pharmacy seperti pasar grosir, pasar tani, toko makanan, apotek, dan tempat -- tempat farmasi. Aktivitas masyarakat ini mulai menghidupkan kembali UMKM karena daya beli masyarakat berangsur -- angsur mulai pulih.

Seperti diketahui bersama bahwa sektor UMKM memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional dengan menyumbang kisaran 60 persen dari Produk Domestik Brutto (PDB) Indonesia. Bahkan berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dan mampu menyerap 97% dari total tenaga kerja. Besarnya UMKM di Indonesia ini menjadi tantangan tersendiri dan tidak terlepas dari persoalan yang membayanginya.

Terlebih di tengah pandemi covid-19 ini, sebagian besar UMKM merasakan dampaknya. Seperti dilansir dalam katadata.co.id (26/3/2021), BI melaporkan hasil survei sebanyak 87,5% dari 2.600 UMKM terdampak negatif pandemi Covid-19 dengan anjloknya penjualan mereka. Hanya 12,5% UMKM yang mampu bertahan dari pandemi Covid-19 karena menerapkan strategi digitalisasi.  

Menarik mencermati strategi digitalisasi yang dilakukan oleh beberapa UMKM tanah air. Karena pandemi covid-19 ini membawa perubahan yang sangat cepat dan gesit (agile). Seolah pandemi ini mempercepat era disrupsi. Semuanya dituntut untuk beradaptasi dengan budaya digital baru.

Masyarakat semakin memfavoritkan marketplace sebagai pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari -- hari mereka. UMKM yang adaptif tentunya akan melihat ini sebagai peluang, bukan sebagai ancaman. Banyak UMKM yang kini berbondong -- bondong berjualan di marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan lainnya. Pemerintah bisa mengambil data di marketplace tersebut untuk menelisik lebih jauh perubahan perilaku UMKM di tengah pandemi ini.

Basis Data Tunggal

Salah satu klaster dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional adalah klaster Perlindungan Sosial (perlinsos). Klaster ini bersinggungan langsung dengan masyarakat di akar rumput (grass roots). Masyarakat di akar rumput memiliki kondisi yang kurang beruntung secara perekonomian, ditambah dengan dampak pandemi Covid-19 membuat kehidupan mereka semakin sengsara. Ibarat jatuh tertimpa tangga pula. Karena itu, ketepatan sasaran penerima bantuan menjadi titik paling krusial. Akurasi data penerima bantuan mutlak diperlukan untuk menjamin hak mereka tersampaikan secara baik.

Meskipun Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) selalu mengalami pemutakhiran. Namun pada kenyataannya, validitas data pada klaster Perlinsos ini selalu menjadi masalah klasik yang berulang. Sebagaimana temuan dari BPK, KPK, dan BPKP terhadap penyaluran di klaster Perlinsos tahun 2020. Misalnya NIK keluarga penerima manfaat bansos tidak valid, NIK ganda, terdapat penerima bansos yang tidak layak seperti ASN, dan jutaan data yang tidak padan dengan Dukcapil. Disinilah peran penting satu data kependudukan yang saat ini dikelola Dukcapil menjadi basis data dalam DTKS. Penyaluran bansos harus berbasis NIK dan Alamat dalam KTP Elektronik tersebut. 

Validitas DTKS yang berbasis NIK menjadi salah satu langkah strategis dalam menyalurkan bansos yang tepat sasaran. DTKS ini mencakup 40% penduduk atau sekitar 96 juta orang dengan status kesejahteraan sosial terendah yang tentunya sangat layak menerima program PEN. Sangat disesalkan bila program PEN yang seharusnya bisa mendongkrak kemampuan daya beli mereka, namun menjadi tidak tepat sasaran.

Setali tiga uang, data UMKM yang layak menerima Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) juga mengalami deviasi data yang berbeda -- beda di setiap daerah. Penerima BPUM melebihi dari UMKM yang terdaftar di database Diskop UKM di beberapa daerah. Membudlaknya penerima bantuan ini dipicu oleh tumpang tindihnya pihak yang diberikan kewenangan mengusulkan penerima bantuan ke pemerintah pusat. Disinilah pentingnya basis data UMKM yang tersinergi dalam memastikan BPUM UMKM benar -- benar diterima secara adil dan merata.

Penerapan satu data UMKM adalah keniscayaan karena telah diamanatkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diundangkan pada 2 Nopember 2020. Disebutkan di pasal 88 bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan sistem informasi dan pendataan UMKM yang terintegrasi. Selanjutnya di pasal 88 ayat 6 disebutkan bahwa basis data tunggal dibentuk dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang -- Undang ini. Hal ini berarti, pemerintah memiliki waktu hingga Nopember tahun 2022 untuk menyiapkan basis data tunggal UMKM dengan sistem informasi yang terintegrasi.

Pemerintah pun telah mengeluarkan PP Nomor 7 Tahun 2021 untuk menindaklanjuti amanah UU Cipta Kerja tersebut. Dalam Pasal 55, PP ini menyebutkan bahwa basis data tunggal UMKM dikoordinasikan oleh kementerian dan paling sedikit memuat identitas usaha dan identitas pelaku usaha. Selanjutnya di ayat empat (4) penyusunan standar data yang dilaksanakan oleh menteri setelah berkoordinasi dengan badan yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang statistik.

Jelas tersurat dalam PP ini bahwa badan yang dimaksud adalah BPS yang menjadi leading sector data di Indonesia. Karena itu, koordinasi dan sinergisitas data UMKM antar kementerian, lembaga, atau badan merupakan faktor penting dalam mensukseskan berbagai macam program yang akan diluncurkan di instansi masing -- masing. Supaya ke depannya, tidak terjadi lagi tumpang tindih. Ada UMKM yang menerima banyak bantuan, namun di sisi lain banyak UMKM yang tidak mendapatkan apa -- apa. Pada akhirnya asas keadilan akan kembali  dipertanyakan.

PP nomor 7 tahun 2021 ini juga mengusung semangat penggunaan NIK sebagai basis datanya. Hal ini menegaskan kembali bahwa NIK adalah identitas tunggal (single identity number) yang memiliki peran strategis di setiap kebijakan publik pemerintah. Baik itu saat tahun -- tahun politik atau ketika program bantuan pemerintah mulai digulirkan.

UMKM penerima bantuan juga perlu dipastikan telah terdaftar di Online Single Submission (OSS) dan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Dengan demikian, program PEN yang diberikan ke UMKM benar -- benar tepat sasaran dan merangsang kembali mereka untuk berproduksi.

Akhirnya, memanfaatkan basis data tunggal dalam program pemulihan ekonomi nasional adalah sebuah keniscayaan. Menjadi agenda penting dan sangat mendesak untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun