......
Isabel dan rombongan meneruskan perjalanannya. " Kita butuh kendaraan, di sana ada taksi." Isabel mengganguk ." Fox, jangan berlebihan memperlakukan mereka ." Fox tersenyum lebar. " Mereka layak menerimanya Bella, kurasa  mereka masih beruntung tidak kubunuh ."
" Maksudku, kita tidak perlu menarik perhatian orang-orang, di sini banyak orang sakti. " Fox menatap Isabel." Maksudmu Bella ?. " Sahut Pluto. " Sejarah kebesaran masa lampau kerajaan Majapahit dan kerajaan -kerajaaan besar di Indonesia mewariskan orang-orang hebat. Kita tidak perlu mengambil resiko untuk itu ."
" Oke, aku mengerti ."  Mendekati kedai kopi, rombongan  di sambut oleh Amir." Selamat pagi tuan dan nona-nona, silahkan menggunakan taksi untuk memperlancar perjalanan anda ."
John memperhatikan sosok Isabel yang sangat cantik, lalu memperhatikan yang lain, di mana sosok mereka tampak merupakan sosok para elit. Ia berfikir bagaimana orang-orang kaya raya itu mau  memilih kendaraan orang-orang kelas bawah."  Kami butuh dua taksi ."
" Dengan senang hati ." Jawab Amir pada Jonathan, Isabel menatap tajam ke arah John, yang masih santai menenggak sisa air kopi di gelasnya." Kamu antar saya ." John menenggok  ke kanan dan ke kiri, lalu mengarahkan telunjuk  ke arah dirinya." Saya ?." Kagetnya.
Isabel mengangguk mengiyakan jawabannya yang menunjuk dirinya, ia tanpa banyak berfikir ia bergegas mempersiapkan taksinya.
"  Wo, ayo temani aku ." Dewo menggeleng-gelengkan  kepala.  " Tidak  John, jatah narik ku buatmu." Amir mendorong bahu Dewo." Iya. Masak satu taksi untuk berenam, kau pikir odong-odong apa !. " Sahut Eko. " Oh, i, i, iya boss ."
.......
Taksi tiba di tempat yang di tuju. John dan Dewo turun membuka pintu taksi. Sesekali John menatap Isabel yang sejak bertemu, mengundang banyak pertanyaan akan sosok Isabel yang aneh.
" Ada apa John ?. " Ia mengalihkan pandangannya. " Ti,ti, tidak, maafkan saya, baru pertama kali saya melihat wanita secantik anda. "  Gagap jawabnya  menundukkan wajahnya dari tatapan Isabel.
Jonathan membuka pintu taksi. " Ini untukmu. " Jonathan memberi satu bendel uang dollar kepada Dewo." I, i, ini terlalu banyak. "  Dewo terheran . " Oh, ini untuk berdua  ya ?. "  Tanyanya. " Tidak hanya untukmu ". Ia semakin terheran." benarkah tuan ?.Ma, makasih.  John, aku balik dulu, terima kasih tuan ."
Tanpa panjang lebar, Ia pergi begitu saja, sementara John terdiam  saat melihat Isabel dan Jonathan bertatapan, seolah berkomunikasi tanpa kata-kata, Jonathan bergegas mendatangi John.
" John ini untukmu ." Ia mengangguk, ia bingung, dengan tas yang di berikan Jonathan. Ia buka dan seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia hanya bisa tergagap-gagap dengan banyaknya uang dollar yang ia dapatkan. Â Â
 " Belilah mobil tipe suv dan antar kami ke manapun pergi. Sisa uang yang ada, boleh kau belikan mobil Ferari seperti yang kau idam-idamkan selama ini  ."  Mendengar itu ia menelan ludah, mulutnya terasa berat untuk bicara. " Be,benarkah ?. "
Tanyanya tidak percaya." Ten,ten, tentu, akan aku layani anda, tuan ." Ia membungkuk memberi hormat. " Tidak untukku, tapi untuk tuan putri, putri Isabel. " Â Ia menoleh ke arah Isabel. Â Ia memberi hormat padanya, sembari memberi kartu nama.
John bergegas pergi dengan kegembiraan yang tidak bisa ia bendung, sementara di depan pintu rumah bercorak kolonial tinggalan Belanda tempo dulu, Â Isabel di sambut oleh seorang pelayan yang membungkuk seperti bertemu tuannya.
Ia mempersilahkan masuk, lalu menunjukkan pada rombongan, untuk masuk menuju ke ruang tengah. Sesampainya di ruang utama, sang pelayan menekan tombol yang membuat lemari yang di penuhi buku terbuka, di mana di baliknya terdapat jalan menuju ruang bawah tanah yang besar.
Pandangan fox seperti girang melihat ruangan besar yang dipenuhi buku-buku dan barang-barang kuno. Seolah tengah memasuki perpustakaan besar dengan museum sebagai bingkainya. Sang pelayan menutup lemari  kembali, saat satu peratu tamunya bergegas duduk.
Sejenak memusatkan fikiran, seketika buku-buku itu berterbangan satu persatu dari rak ke arah mereka, lalu halaman demi halaman satu per satu terbuka. Mereka membaca cepat dan ketika buku-buku selesai terbaca, maka buku-buku itu kembali ke rak dengan sendirinya.
5 . Detektif RamosÂ
Â
Ia datang sepuluh menit sebelum waktu yang di janjikan, perlahan langkahnya memasuki ruang tengah, di mana Isabel, Gabriel dan juga Jonathan telah menunggu sejak sepuluh menit yang lalu.
Pakaiannya perlente dengan setelan jas hitam dengan rambut dan sepatu yang mengkilat, cincin-cincinnya besar dengan batu mulia warna merah yang bernilai puluhan juta. Dari itu semua, ada yang jauh lebih mencolok  yaitu jam tangan serta kalung emas yang ia kenakkan.
Seolah ingin menunjukkan kelas diri yang tinggi. Ramos perlahan duduk setelah di persilahkan oleh sang pelayan. Â Jonathan memperhatikan sosok sang dektektif secara serius. Pandangannya menembus ke seluruh tubuh Ramos.
Ia dapati  dua pistol jenis revolver di pinggang sebelah kanan dan juga sebelah kiri. Mata Jonathan menyipit ketika mencoba membaca lapisan rompi di balik jas, seperti rompi anti peluru.
Jonathan mengalihkan pandangannya, ketika Ramos memandang dirinya sembari mengangguk memberi hormat. Ketiganya membalas menghormat dengan menganggukkan kepala.
Seorang pelayan memberikan selembar kertas berisi nama dan keberadaan Andi ketika di London serta ciri-ciri sosok Andi dua puluh tahun yang lalu. Membaca itu semua. Ramos mengganguk-anggukkan kepala.
Ia seperti menggerti pekerjaan yang akan di tanganinya. " Hanya menemukannya ?." Isabel menggeleng. " Tidak, aku ingin bertemu dengan Andi, karenanya aku butuh anda  untuk menyelidiki aktifitas Andi agar saya bisa dekat dengannya ." Ramos mengangguk-anggukkan kepala.
" Berapa lama anda bisa selesaikan pekerjaan ini ?." Ramos berdehem, seperti memberi kode. Gabriel memberi kode pada Isabel, Isabel mengerti. " Berapa yang anda minta ?." Ramos melirik, ia terdiam seperti menimbang.
" E, e ." Isabel mencoba menerka namun ia tidak mengatakannya. Â " Katakan saja, berapa yang anda minta, itu tidak masalah bagi kami ." Tangan Ramos menari seperti memencet tut piano. " Dua puluh lima milyar. " Celetuknya.
Jonathan hanya tersenyum mendengar tarif yang begitu besar, cukup untuk membeli dua mobil Ferrari. " Â Setuju ! kabari saya secepatnya. " Ramos terdiam tidak percaya, ia berfikir ada penawaran harga.Â
Jonathan bangkit dan membawa satu koper, lalu membukanya, kemudian diserahkannya pada Ramos. Secara tunai." Â Anda membayar pada saya tunai ? Sebelum pekerjaan ini saya lakukan ?." Isabel mengangguk.
" Ini bonus untukmu . " Dilemparkannya sekantung uang. Ramos menerima  sekantung uang receh, ia tersenyum geli, lalu tertawa terbahak-bahak karena selama ini, ia tidak pernah mengurusi lagi uang receh, bahkan untuk  parkir mobil ia selalu membayar uang dengan seratus ribuan.Â
Gabriel menoleh ke arah Ramos yang terkekeh-kekeh geli, namun tangannya tetap saja membuka kantung uang itu. Seketika matanya melotot ketika ia dapati satu keping uang emas. Ia cepat-cepat mengecek kemurnian kandungan emasnya.
Matanya membeliak tidak percaya, ketika menyadari jika emas pada uang yang ia pegang, merupakan emas murni kualitas nomor satu. Ia tahu benar karena sejak kecil, ia telah bekerja di toko emas milik keluarga.
Ia kembali membuka kantong dan mendapati  uang emas yang sama.  Matanya berbinar-berbinar ketika mendapati motif ukiran pada uang yang sangat mirip dengan gambar Isabel. Ia menghela nafas panjang sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Ia bergegas keluar pintu rumah dengan ekspresi bahagia, karena terpuaskannya hati memperoleh banyak harta. Ia pergi selayaknya kesatria yang baru saja memenangkan pertarungan. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H