"Tenang. Aku hanya menyampaikan yang benar, dan yakini semua kehidupan makhluk di dunia ini sudah diatur Gusti Alloh. Salahnya manusia kebanyakan tak pernah ridho, ikhlas dan bersyukur. Bisanya cuma mengeluh saja."
Cepi yang gempal, dan matanya kadang mendelik secara tiba-tiba kala bicara menambahkan,"kau  pasti sering mendengar ceramah tentang berbaik sangka pada Gusti Allah. Karenanya aku yakin kau masih gelisah dengan hidup ini, padahal yang membuat  gelisah, susah dan tenang itu Gusti Alloh."
Intinya lanjut kawanku ini mengakhiri,"semua masalah atau musibah jangan dicemaskan, yang perlu dicemaskan yaitu kurang tawakal dan taqwa kepada Gusti  ALLOH. Makanya kita harus yakin, hakul yakin UNTUK selalu patuh dan pasrah atas perintah dan jaminan Gusti Alloh yang mengatur segala urusan hidup manusia."
Nyaris satu jam perbincangan itu. Aku serius dengarkan uraian yang disampaikannya tanpa menyanggah. Untaian kata darinya itu seperti mewakili jalan hidupnya yang tanpa beban, dan menerima apapun yang selalu ia terima.
Padahal aku meyakini juga, ia kawanku ini bukanlah malaikat yang bebas dari masalah. Hanya saja ia bisa menyimpannya, dan mengendapkannya di dalam hati. Yang menurutku justru masalah yang disimpan di hatinya itu bila sewaktu-waktu tak terbendung akan meluap juga. Siapa tau. Contohnya, keinginannya untuk mengawini janda tua itu.
Tanpa terasa kami pun meninggalkan warung kopi ini dan gegas beranjak ke mushola tatkala azan maghrib berkumandang. Aku setidaknya mendapat pencerahan darinya bagaimana menyikapi hidup itu dengan pasrah, dan menerima kehendak dari yang Maha Kuasa.
Sambil mengingat-ingat juga janji darinya yang akan meminang seorang janda tua akhir tahun nanti. Aku hanya mengamini diam-diam keinginannya itu.
Penulis: Bambang Sagitanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H