Seringkali dinamika kehidupan itu tidak sebagaimana yang kita bayangkan. Kadang diliputi kebahagiaan juga kepedihan. Namun semua itu bukanlah  takdir yang tanpa makna. Sebab tak sekejap pun hidup itu tanpa insprirasi. Sayangnya manusia luput untuk menyadari itu semua, dan larut dalam hidup yang mengandai-andai.Â
Senja di pangkuan langit tampak jingga, dan aku melangkai gontai sarat dengan masalah. Namun kupaksakan juga untuk terus susuri jalan ke tujuan di mana biasa aku habiskan waktu bersama kawan.
Namun di ujung jalan  itu tiada kuduga. Dari kejauhan tampak olehku lelaki bertubuh gempal tengah menikmati kopi basinya di warung kopi mang Eddy.
Ia berambut putih namun disemir coklat yang justru terlihat merah kala disinari cahaya senja.
Aku kenali kawanku ini. Ia namanya Cepi. Â Lelaki yang dulu sempat berjanji padaku untuk mengawini janda tua di samping mushola dekat warung kopi di mana ia biasa rehat dari aktivitasnya. Ia juga biasa aku juluki orang yang tidak mengenal susahnya kehidupan, dan selalu apa adanya. Hidup baginya seakan bukan masalah.
Aku merasa iri melihat cara hidupnya yang tanpa beban seolah beban itu hanya pada berat tubuhnya saja.
Pada jarak yang dekat  tanpa diketahui, aku tepuk bahunya dari belakang, seraya bilang," lagi santai kawan?Enak sekali ya hidupmu, seperti tak ada beban."
Ia cuma menoleh sesaat, dan tertawa renyah.sambil membalas, " hidup itu sudah ada yang atur kawan, kenapa pula pusing. Jalani saja, tak usah mengeluh."Â
Sebatang kretek sisa semalam ia nyalakan, sementara aku memesan segelas kopi dan duduk sejajar di sisinya. Perbincangan ini pun mengalir. Jawaban yang enteng seakan tanpa dipikirkan darinya itu, membuat aku penasaran, dan bertanya kembali.
 "Maksudmu  bagaimana?Kalo hidup sudah ada yang mengatur, kenapa pula kita pusing cari uang buat hidup."
Sebelum dibalas pertanyaanku ini, kopi panas yang tidak basi pesananku ini pun datang, dan memotong pertanyaan seriusku tadi.