Mohon tunggu...
Balya Nur
Balya Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yang penting masih bisa nulis

yang penting menulis, menulis,menulis. balyanurmd.wordpress.com ceritamargadewa.wordpress.com bbetawi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buah Simalakama Perda Syariah

21 November 2018   11:09 Diperbarui: 21 November 2018   11:29 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Presiden Jokowi pasrah saja setelah MK "mempereteli" kewenangan  Mendagri dalam hal mencabut perda yang bermasalah . 4 April 2017, MK  membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri mencabut peraturan daerah  bermasalah berlaku setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang  diajukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan  sejumlah pihak.

 Sebelumnya, Presiden Jokowi semangat banget  memerintahkan Mendagri untuk membatalkan sejumlah Perda. " Ndak usah  dikoja-kaji lagi, batalkan saja! " perintahnya. Walhasil, Presiden Joko  Widodo mengumumkan pembatalan 3.143 peraturan daerah yang disebutnya  bermasalah. 

Diantara ribuan perda bermasalah itu kebanyakan soal  investasi dan ekeonomi. Perda yang disebut intoleransi atau sekarang  yang lebih dikenal dengan perda syariah cuma 25 persen.

 Tapi  bukan soal 25 persennya itu. Soal apa yang dimaksud perda syariah itu  tidak jelas. Seberapa kadar syariahnya hingga perda itu bisa disebut  perda syariah. Soalnya, 25 persen itu tidak termasuk Perda Nomor 20  Tahun 2010 tentang penertiban penyakit masyarakat yang berlaku di Kota  Serang yang melambungkan nama Ibu Saenih, pemilik Warteg yang kebanjiran  hadiah dari sejumlah pihak termasuk Presiden Jokowi. Padahal Perda itu  yang bikin sejumlah LSM berteriak kompak, batalkan perda syariah!

 Sebenarnya sih Perda 20 tahun 2010 pemda Serang itu sudah di tangan  Mendagri, sudah menjadi beberapa lembar kertas yang tidak berdaya.  Tinggal sekali gorok, perda itu akan menemui ajalnya. Tapi kenapa  mendadak Mendagri takut mengeksekusi perda itu? 

 Setelah  gelombang simpati  kepada Bu Saenih mulai berkurang, gantian gelombang  dukungan terhadap perda itu datang silih berganti, wabil khusus dari  para ulama lokal Serang dan sekitarnya sampai tingkat nasional. Ketum  MUI, KH. Ma'ruf Amin dengan tegas mendukung perda itu.

 Kalau cuma   berlabel ulama yang menolak pembatalan perda itu sih gampang. Tinggal  tuduh saja sebagai kelompok radikal, selesai. Tapi kalau sudah KH.  Ma'ruf Amin yang selama ini dekat dengan pemerintah sudah ikutan  bersuara, cukup bikin pemerintah serba salah. 

Ditambah lagi, Mendagri  mengaku hapenya dibanjiri pertanyaan soal pembatalan perda syariah.  AKhirnya, dia bikin pernyataan bersayap, tidak ada perda syariah yang  dicabut. Padahal maksudnya perda 20 tahun 2010 itu yang tidak dicabut.  Entahlah perda intoleransi yang 25 persen itu.  Ujung cerita, perda 20  tahun 2010 itu cuma diminta  revisi beberapa bagain saja.

 Sejak  itu suara yang anti perda syariah nyaris tak terdengar. Kalau pun ada,  paling banter setingkat bisik-bisik tetangga. Sampai  Sis Grace  berpidato di depan kader PSI dan depan bro Jokowi. 

Dengan tegas sis  Grace menyatakan "perang" terhadap perda syariah. Supaya tidak  kedengaran memusuhi  perda satu agama saja, sis Grace mengambil jalan  memutar dengan menyebut terlebih dahulu  perda injil. Tetap saja yang  rame adalah soal perda syariah.

 Sis Grace bukan mendagri, bukan  pula presiden, partainya pun masih nol koma. Walaupun gagasannya itu  ditentang oleh cawapres yang didukungnya, walaupun dijegal oleh PPP,  parpol sekoalisinya, walaupun dicicbir oleh TGB, ulama yang  dihormatinya,  dia cuek saja. 

Malah tambah nekad. Dengan tanpa ragu, di  depan para wartawan dia menyebut perda syariah itu ibarat melecurkan  agama. Apa nggak tambah ngehe tuh?

 PDIP  sebagai parpol senior  yang memang DNA-nya menentang perda syariah ikutan gerah. Selama ini  mereka diam bukan berarti sudah beralih menjadi pro perda syariah. Cuma  untuk diucapkan pada musim pemilu ini jelas nggak bagus buat meraup  dukungan wabilkhusus dari kalangan umat Islam.

 Tapi karena parpol  bau kencur sudah ngelunjak menyalip duluan, terpaksa PDIP bicara juga.  Cuma bahasanya lebih diperhalus. PDIP tidak mengakui ada perda Syariah.  

Sekjen PDIP buka suara,  "Buat kami memang tidak ada namanya Perda  Syariah, yang ada peraturan daerah kabupaten mana, peraturan daerah kota  mana, peraturan daerah provinsi mana, yang ada ya seperti itu. Semua  harus diturunkan dari hukum konstitusi kita," kata Hasto di Posko  Cemara, Menteng, sebagaimana dikutip oleh beberaoa media.

  Presiden Jokowi lebih memilih diam. Dia seperti disodorkan buah  simalakama. Dimakan mbah marah, nggak dimakan ibu marah. Ditambah lagi,  dalam situasi galau itu, opoisi ngeledek terus, " kalau diam sama saja  dengan setuju dengan sis Grace, dong..." 

 21112018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun