I.
Ketum MUI sekaligus Rais Aam PBNU, K.H. Ma'ruf Amin kerap  disebut ayahanda oleh HRS. Saya menyebutnya sebagai "Ayah Bangsa."  Kedekatannya dengan pemerintah bisa menjadi jembatan penghubung  kebuntuan antara pemerintah di satu sisi dengan pihak yang bersebarangan  dengan pemerintah di sisi lain.Â
 Ketika terjadi ketegangan  jelang aksi dua satu dua, walaupun Pak Kyai mengimbau agar membatalkan  niat aksi itu, tapi Pak Kyai juga memahami niat "anak-anaknya" sulit  dibendung. Pemerintah pun tetap pada pendiriannya, melarang aksi itu.
Pada saat ketegangan sampai pada titik kritis, beliau tampil sebagai  penengah. Walhasil, panitia aksi dan pemerintah mencapai kata sepakat,  aksi tetap berjalan dipusatkan di Monas.Walaupun pada akhirnya meluber  juga sampai jauh, itu soal lain. Beliau didaulat menjadi imam sholat  jum'at pada aksi itu. Beliau tidak mengiyakan, juga tidak menolak.Â
 Setelah beliau pertimbangkan, beliau tidak datang ke  acara aksi itu.  Dapat dipahami,  aksi dua satu dua memang mendapat penolakan dari  kalangan petinggi NU. Pak Kyai ayah bangsa ini ingin berdiri di tengah  anak-anaknya yang pro dan kontra.Â
Terpenting, aksi itu berlangsung super  damai. Kata Penjabat Gubernur  DKI, tidak ada satu pun ranting yang  patah. Walhasil, yang kontra pun memuji kesuper damaian aksi itu.
Pada kasus Ahok, kedekatan Pak Kyai  dengan pemerintah tidak  menyurutkan setapak pun pendapat Pak Kyai bahwa Ahok memang menista  agama Islam sebagaimana  yang dinyatakan pada kesaksiannya di  persidangan.
Sedikit pengantar soal Pak Kyai ini penting untuk  memahami tema tulisan ini yang mengambil judul pelesetan kumpulan puisi "  Tiga Menguak Takdir "  karya tiga penyair, Chairil Anwar, Asrul Sani,  dan Rivai Apin.Â
Kali ini Pak Kyai menjembatani antara pemerintah dengan terpidana terorisme Ustadz Abu Bakar Baasyir. Saya kira untuk  saat ini tidak ada seorang tokoh pun berani mengajukan usul kepada  Presiden agar Ustadz Abu yang sedang sakit  dirawat dengan perawatan  terbaik, terlebih mengusulkan grasi.Â
 Keberanian usulan Pak Kyai  ini disambut baik oleh sejumlah tokoh politik baik parpol pemerintah  maupun oposisi. Maklumlah, ini kan tahun politik. Padahal, kalau  misalnya bukan usulan pak Kyai , mana ada yang berani mewacanakan grasi  terhadap Ustadz Abu Bakar Baasyir. Walhasil, Presiden mengabulkan  permintaan pertama, tapi tentu saja soal grasi perlu proses panjang, dan  syarat utamanya adalah permohonan Ustdaz Abu.
 Mudah ditebak,  Ustadz  Abu menolak permohonan grasi. Dia memilih mendekam di penjara  --baik jeruji besi maupun tahanan rumah --  yang terisa 8 tahun lagi dari  vonis 15 tahun penjara ketimbang minta maaf pada pemerintah. Dia tidak  merasa bersalah.  Menurut pengacaranya, Ba'asyir enggan menerima grasi  karena harus mengakui kesalahan yang tidak dilakukan. "Saya hanya  menjalankan keyakinan saya, agama saya, dan menerangkan tentang agama  Islam," kata Guntur, pengacaranya  menirukan ucapan Ba'asyir sebagaimana  dikutip oleh beberapa media.
 II.
Tertangkapnya kelompok  Family MCA yang dituduh menyebarkan berita hoax mendapat reaksi dari KH  Ma'rif Amin. Pak Kyai meminta agar penebar berita hoax tidak  membawa-bawa nama "muslim. "  Tentu saja taushiyah Pak Kyai Ma'ruf  berdasarkan Alqur'an dan Hadits yang memang dengan tegas melarang  penyebaran berita bohong ( hoax )
 Cuma persoalannya, apakah  Family MCA ini beneran MCA ( Muslim Cyber Army ) atau nama yang  mendompleng MCA. Karena MCA yang asli  tidak punya pengurus, tidak punya  sekretariat, tidak saling kenal dalam pengertian bertatap muka, dananya  dari kocek masing-masing. Kalau pas lagi cekak kouta, ya paling cuma  bisa baca beranda fesbuk tanpa bisa ikut komentar.
 Family MCA ini  tidak seperti MCA yang selama ini dikenal. Ada pengurus, ada divisi  ini, itu, istilahnya pun cukup serem, ada sniper, dan entah apa lagi.  Terpecah menjadi group-group kecil yang tergabung dalam MCA United.
 Menurut pengakuan tersangka, dia mendirikan MCA United sejak 5 tahun  lalu. Padahal MCA beneran baru muncul ke permukaan sejak  aksi dua satu  dua. Katakanlah, cikal bakalnya ada saat pilpres 2014. Tetap saja belum  sampai  5 tahun.Â
 Lebih serem lagi, masuk menjadi anggota MCA  United diteliti dengan ketat dan  harus dibaiat . Pokoknya mirip dengan  geng teroris. Saya membayangkan, pasti pimpinan tertingginya memegang  teguh prinsip, lebih baik dipenjara daripada menyerah kalah. Walaupun  tentu saja menyebar berita bohong ditinjau dari  sudut agama tentu saja  salah.
 Ternyata saya salah duga. Pemimpin tertingginya, walaupun  belum sampai dilimpahkan ke kejaksaan sudah menangis tersedu-sedu  menyesali perbuatannya. Buyar bayangan sniper, baiat , ratusan ribu  hoax, backup organisai tertentu, dana tak terbatas, dan seterusnya.  Ternyata bukan ganteng-ganteng srigala, tapi seram-seram kucing betina.
 Ini sih kayanya nasibnya kaya Saracen. Rame di awal. Tegang menunggu,  siapa ya politisi yang berada di belakang Saracen? Siapa ya yang  mendanai Saracen? Pasti pengungkapannya bakal bikin geger. Tapi sampai  saat ini jawabannya masih mengambang sampai muncul keramaian baru dengan  nama baru,  MCA United.  Begitulah.
 02032018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H