Mohon tunggu...
Balqis Tatashela
Balqis Tatashela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa fakultas hukum yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran Gaya Hidup Vegan dan Vegetarian dalam Mewujudkan Sistem Pangan yang Berkelanjutan

3 Juni 2023   11:22 Diperbarui: 4 Juni 2023   11:37 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : National Geographic Indonesia

Gaya hidup vegan dan vegetarian di Indonesia mengalami tren positif dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut disampaikan oleh Karim Taslim selaku Wasekjen dan Humas Indonesia Vegetarian Society (IVS). Tren tersebut diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan bertambahnya industri yang menyediakan produk ramah vegan dan vegetarian.

Pada dasarnya, veganisme merupakan sebuah filosofi yang menerapkan gaya hidup bebas dari eksploitasi hewan. Berbeda dengan vegetarian yang masih mengonsumsi produk olahan hewan, seperti susu, bulu, dan madu, vegan menghindari semua jenis produk hewani karena produk-produk tersebut dianggap sebagai bentuk eksploitasi manusia terhadap hewan. 

Istilah veganisme pertama kali diciptakan oleh Donald Watson di Inggris pada tahun 1944. Seiring dengan berkembangnya zaman, tepatnya pada tahun 2019, veganisme mulai dipopulerkan oleh para pendukung vegan di sosial media. 

Para pendukung vegan melakukan berbagai upaya dan kampanye untuk memperkenalkan gaya hidup vegan pada masyarakat luas. Pada tahun tersebut, veganisme mulai berkembang dan komunitas vegan mulai dibentuk di beberapa negara.

Gerakan kampanye vegan dan vegetarian menuai respon yang beragam dari berbagai pihak. Sebagian orang memberikan respon acuh tak acuh, tetapi tidak sedikit pula yang memberikan respon negatif. 

Respon negatif ini umumnya dikarenakan adanya perbedaan keyakinan, kurangnya pemahaman, dan sikap sebagian kaum vegan yang memaksakan ideologinya dengan melakukan perusakan dan penyerangan pada kaum nonvegan.

Meskipun demikian, terlepas dari adanya pro dan kontra, gaya hidup vegan dan vegetarian berpotensi mendominasi masyarakat di masa mendatang.

Potensi berkembangnya veganisme di masa depan tak lepas dari adanya urgensi penanganan pemanasan global. Salah satu faktor pemicu terjadinya pemanasan global adalah peningkatan gas rumah kaca, seperti karbon dioksida. 

Pada umumnya, orang-orang menganggap bahwa peningkatan gas rumah kaca disebabkan oleh asap kedaraan, penebangan hutan, dan faktor-faktor lainnya. Akan tetapi, tidak banyak orang menyadari bahwa sistem pangan saat ini memberikan kontribusi besar dalam peningkatan pemanasan global.  Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Food and Agriculture Organisation (FAO), lebih dari sepertiga emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh sektor agrikultur. Hewan ternak, khususnya sapi, menghasilkan gas metana hingga 14,5% dari total emisi gas rumah kaca. Gas metana ini merupakan gas yang berperan besar dalam peningkatan pemanasan global karena memiliki kemampuan memerangkap panas di atmosfer 20-30 kali lebih kuat dari pada karbon dioksida. Selain adanya urgensi pemanasan global, tren vegan juga dapat semakin berkembang seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan di masa mendatang. Kebutuhan pangan yang terus meningkat dengan tidak diikuti bertambahnya jumlah lahan membuat perlu adanya efisiensi dalam sistem produksi pangan.

sumber gambar : pribadi
sumber gambar : pribadi

Berdasarkan bagan tersebut, kita dapat melihat bahwa sektor peternakan memberikan dampak yang lebih buruk pada masalah pemanasan global. Selain itu, peternakan juga memerlukan lahan pertanian untuk memproduksi pakan ternak yang artinya lebih banyak lahan yang harus digunakan sehingga penggunaan lahan menjadi kurang efisien. Hal ini memunculkan ide untuk mengembangkan gaya hidup vegan yang lebih ramah lingkungan.

Tren gaya hidup vegan dan vegetarian memunculkan banyak inovasi khususnya di bidang makanan. Berbagai inovasi, seperti daging nabati, mulai diciptakan sebagai alternatif dari produk hewani. Pada awalnya, produksi daging nabati untuk vegan dan vegetarian hanya bertujuan untuk menciptakan makanan pengganti daging yang diperoleh tanpa adanya proses penyembelihan. Namun, kekurangan dari jenis produk ini adalah daging nabati tidak mengandung protein hewani yang hanya dapat diperoleh dari daging hewan. Meskipun demikian, masalah ini sudah dapat diatasi dengan dikembangkannya teknologi lab-grown meat.

Lab-grown meat yang juga dikenal sebagai cultured meat merupakan daging yang diperoleh melalui pengambilan sel punca dari otot hewan hidup yang kemudian ditumbuhkan di laboratorium dengan pemenuhan gizi. Jenis daging ini dianggap vegan karena tidak melibatkan eksploitasi hewan dalam pembuatannya. Keunggulan lab-grown meat dengan daging nabati adalah lab-grown meat memiliki nilai gizi yang sama dengan daging hewan yang diperoleh secara tradisional melalui penyembelihan. Selain itu, lab-grown meat dinilai lebih ramah lingkungan karena proses pembuatannya membutuhkan lebih sedikit sumber daya dan menghasilkan lebih sedikit limbah dibandingkan daging dari peternakan. Teknologi ini juga mampu menyediakan lebih banyak pangan karena dalam pembuatannya hanya diperlukan satu sel hewan untuk memproduksi daging dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, apabila berhasil dikembangkan, harga lab-grown meat di masa depan diperkirakan akan lebih murah dibandingkan daging dari peternakan.

Dewasa ini, baik lab-grown meat maupun daging nabati sudah mulai dijual di pasaran. Meskipun demikian, kekurangan dari kedua produk ini adalah teksturnya yang masih belum menyerupai daging biasa. Akan tetapi, dengan dikembangkannya 3D printer, masalah tersebut seharusnya sudah bisa diatasi di masa mendatang. Dengan demikian, konsumsi daging yang diperoleh dari peternakan dapat semakin dikurangi sehingga penggunaan lahan dapat lebih efisien dan ramah lingkungan.

Gaya hidup vegan dan vegetarian saat ini masih belum banyak diterapkan. Konsep yang masih asing, terbatasnya ketersediaan produk, dan adanya pertimbangan kesehatan menjadikan belum banyak orang yang mengikuti gaya hidup ini. Seiring berjalannya waktu, opsi untuk menjadi vegan atau vegetarian dapat menjadi lebih mudah dengan semakin pesatnya teknologi. Teknologi di masa depan memungkinkan untuk menghasilkan produk vegan yang lebih berkualitas dan juga lebih ramah lingkungan. Dengan demikian, gaya hidup vegan dan vegetarian berpeluang untuk menjadi opsi dalam mewujudkan sistem pangan yang berkelanjutan di masa mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun