Mohon tunggu...
Balqis Zahra
Balqis Zahra Mohon Tunggu... lainnya -

"Good Bad Who Know"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalbu Cinta Bagian 4 (1)

30 Januari 2015   07:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:07 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

4
Jika matahari itu sosok, mana mungkin saat ini aku akan bersahabat dengannya. Sama bila Hanni itu bukan diciptakan sebagai insan pasti aku tidak akan bersahabat dengannya..

Lolongan ayam terdengar, suaranya masih sama, ritmenyapun masih sama "kukuruyuuukkk" dari dulu hingga sekarang pekikan ayam dipagi hari tetap sama, tidak pernah berubah.

Entahlah, selesai sholat subuh aku duduk terdiam disamping dipanku, merenung atau melamun aku tidak tahu. Namun, hal ini tidak terjadi lama, langsung saja aku ambil kitab suci al-qur'an dan mulai bertadarus untuk mengisi kekosongan pagiku serta untuk mengobati kerinduanku kepada baginda nabi.

"Antarkan salamku pada kekasihMUYaa Rabb, salam rinduku." Kuakhiri tadarusku dipagi ini dengan menitip salam pada Allah untuk rasulku..

Lagipula dinginya pagi sudah tak terasa, yang ada justru hangat yang mengepung saat ini. Kehangatannya yang seakan-akan memeluku penuh kasih Ilahi, kenikmatan yang sungguh indah. Subhanalloh, keagunganmu Yaa Rabb.. Untuknya jadikan aku pula ciptaanmu yang mengagungkanmu selalu. Bisiku dalam hati.

"Nak, nak.. Ini ada Hanni" tutur ibu dari luar kamar. "Iyaa buu, sebentar" jawabku sedikit berteriak. Kulepas mukenaku dan langsung mengenakan kerudung biruku.

Criiiiitt.., bunyi pintu kamarku berderit, kulangkahkan kakiku menuju beranda rumah, ada Hanni disana bersama secangkir teh yang menemaninya. "Pagi Hanni jelek" ejekku membangkitkan gairah. "Eeeh jelek, sudah bangun nih? Huh! Perempuan jam segini baru bangun? Balas Hanni meledek. "Eh, eh, eh ngeledek yah? Baru selesai tadarus Hanniku, sahabatku"

"Iyaa deh iyaa, eh nanti ada acara?" Tanya Hanni menyerang. "Sebentar, kamu kesini pagi2 ada apa? Nanti aku tidak ada acara apapun" jawabku. "Aku rindu kamu. Hihihi.., restu mengajak kita jalan-jalan nanti siang" balas Hanni lagi. Aku berfikir kiranya aku mau tidak yaa untuk jalan-jalan bersama Hanni dan Restu. "Ayoolah Nab, itu yaa.., aku mohon" rengek Hanni. Mendengarnya memaksa aku jadi tidak tega, akhirnya kuiyaakan kemauangnya.

Aku mengangguk sambil tersenyum lebar, menandakan aku sangat bersedia setidaknya begitu. Melihat aku mengiyakan kemauanya. Hanni langsung bersorak dan mencubit pipiku, aku membalas mencubitnya lirih lalu lari mencoba menghindari kejailan-kejailan hanni selanjutnya.

Usai mandi dan berkemas-kemas aku dan Hanni langsung menuju kediaman restu. Semenjak pertemuan dirumah kak zubair aku, Hanni dan restu jadi agak dekat. Sebelum pergi aku dan Hanni berpamitan kepada ayah dan ibu. Ayah berpesan untukku tidak pulang terlambat serta menjaga diri. "Assalamu'alaikum, Nabila pergi yaa bu, yaah" ucapku salam sambil menutup pintu.

Tidak sampai 10 menit sebuah angkutan kota menghampiri kami. "Ayoo dik, mau kemana?" Tanya si supir. "Jalan merpati, Gg.seruni pak?" Jawab Hanni. "Ooo, ayo-ayo masuk" ajak pak supir. Suasana angkot yang ruwet dan sumuk membuat perjalanan terasa amat lama hingga akhirnya tibalah aku dan hanni di tempat yang dituju. "Kiri pak, ini uangnya. Makasih yaa" kataku sambil menyodorkan uang Rp.3000,- untuk 2 orang.

Saat berjalan menuju kediaman Restu tiba-tiba kami berpapasan dengan tetangga restu, si Wirdan. "Waaah, temen kak Restu yah? Tadi pergi naik mobil dengan lelaki" tuturnya dengan menunjukan jari telunjuknya ke arah kanan gang. "Ooh, makasih yah Dan" jawab Hanni.

"Apakah kak bai' yaa yang dimaksud wirdan tadi?" Tanya hanni, aku hanya mengangkat bahu mengisyaratkan ketidak tahuanku. Hanni langsung merogoh sakunya dan mengambil ponselnya, "biar ku telephone restu" ujarnya sembari menekan nomor tujuan. Panggilan gagal, Hanni mencoba mengulanginya hingga berkali-kali tapi hasilnya tetap sama, tak ada jawaban.

Hening menyapa sesaat, lalu dengan ekspresi muramnya Hanni membuka kalimat "tidak usah dengan restu lah nab, kita pergi berdua saja" aku melihat rasa kecewa dalam keputusannya. Aku mencoba menghiburnya dengan mengajak Hanni ke toko buku. " Yaa sudah. Ayo han, ke toko buku saja. Kebetulan ayah titip buku padaku" ajakku.

Setibanya di toko buku, kami langsung asyik dengan bacaan2 yang membuat kami lupa pada kejadian menjengkelkan beberapa saat tadi.
....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun