Lumpy Skin Disease (LSD) atau lebih sering dikenal dengan sebutan penyakit lato-lato.Â
Belakangan ini para peternak khawatir dengan munculnya penyakit baru pada ternak, yaitu penyakitPenyakit ini pertama kali muncul di Provinsi Riau pada Februari 2022 dan menyebar hingga ke Pulau Jawa pada awal tahun 2023. Kekhawatiran ini disampaikan oleh salah satu peternak Desa Jeporo dalam kegiatan Lokakarya 1 : Pemaparan Program Kerja Kuliah Kerja Nyata Tematik Inovasi (KKNT-Inovasi) IPB pada 27 Juni lalu di Balai Desa Jeporo.
"Sebagian besar masyarakat Desa Jeporo memiliki ternak dan paling banyak adalah ternak sapi. Melihat kondisi saat ini muncul penyakit lato-lato yang membuat khawatir peternak. Kami berharap ada program kerja sosialisasi terkait penyakit lato-lato sehingga kami (para peternak) dapat mengantisipasi atau mengatasi hal tersebut." Ujar salah satu peternak Desa Jeporo.Â
Dengan adanya saran dan keluhan tersebut, kelompok KKNT-Inovasi IPB mengadakan kegiatan sosialiasi penyakit LSD pada 15 Juli 2023 di Balai Desa Jeporo. Kegiatan ini menghadirkan narasumber yaitu Dr. drh. Novericko Ginger Budiono, M.Si, selaku dosen di Fakultas Kedokteran Hewan IPB University.
Kegiatan sosialisasi ini dihadiri sebanyak 54 orang dan tidak hanya dihadiri oleh peternak Desa Jeporo, melainkan juga dari Desa Kopen dan Desa Giriyoso. Sebelum pelaksanaan kegiatan sosialisasi dilakukan pre-test untuk mengetahui tingkat pemahaman peternak terkait penyakit LSD. Selanjutnya pemaparan materi penyakit LSD yang dimulai dengan pengenalan umum penyakit, gejala klinis, cara penularan, hingga cara pencegahan.
Penyakit LSD merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh virus pox. Ciri khas dari penyakit ini adalah munculnya benjol-benjol pada kulit dan disertai gejala lain seperti demam, malas bergerak, nafsu makan turun, hingga penurunan produksi susu.Â
"Hal yang paling sering menjadi pertanyaan adalah apakah daging sapi LSD boleh dikonsumsi? Jawabannya boleh, karena LSD bukanlah penyakit yang menular ke manusia, atau dalam bahasa kedokteran disebut dengan zoonosis." Jelas Dokter Ricko.Â
Disampaikan lebih lanjut bahwa daging sapi LSD masih boleh dikonsumsi jika gejala klinis yang ditimbulkan ringan dan benjolan belum menyebar ke seluruh tubuh atau benjolan tidak pecah.
Di akhir sosialisasi dilaksanakan kegiatan post-test untuk mengukur tingkat pemahaman peternak mengenai penyakit LSD yang telah disampaikan. Berdasarkan hasil pre-test dan post-test diketahui bahwa setelah sosialisasi pemahaman peternak mengenai penyakit LSD meningkat.Â