Mohon tunggu...
Anna R.Nawaning S
Anna R.Nawaning S Mohon Tunggu... Konsultan - Writer , Sociopreneur , Traveler and Education Enthusiast

Menulis -/+ 40 buku solo dan antologi-fiksi dan non fiksi diterbitkan oleh berbagai penerbit. Sertifikasi Penulis Non Fiksi BNSP http://balqis57.wordpress.com/about

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kota Lama Semarang Sekarang Cemerlang

12 Juni 2022   19:41 Diperbarui: 12 Juni 2022   20:00 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Depan Stasiun Tawang (Dok.Pribadi)

Kota Lama Semarang dinyatakan sebagai destinasi wisata terlaris pada liburan lebaran 2022, berada di peringkat pertama propinsi Jawa Tengah. Mengalahkan Kawasan Borobudur Magelang yang berada di urutan ke 2 . Di posisi ke 3 adalah Pantai Menganti Kebumen. 

Berdasarikan informasi Sub.Koordinator Pengembangan Pasar Disporapar Jawa Tengah, Kota Lama Semarang dikunjungi oleh 162.719 wisatawan,  Candi Borobudur Magelang 153.070 dan Pantai Menganti Kebumen 115.775 kunjungan pada liburan lebaran 2022. Padahal dulu kawasan ini terkesan tak terawat dan tak bersih. Bagaimana kondisi sekarang yang cemerlang?

Sebelum pandemi saya berulangkali berkunjung ke Kota Lama Semarang. Banyak kerabat yang tinggal di dekat Kota Lama Semarang. Rabu, 18 Mei 2022 saya berangkat ke Semarang dengan menggunakan moda traportasi shuttle (Alhamdulillah justru dapat bis pariwisata dari tour & travel terkenal. Nyamanlah!). 

Saya tidak menggunakan transportasi kereta api dikarenakan belum sempat booster, padahal Stasiun Tawang yang merupakan stasiun kereta api pertama di Indonesia berada di area Kota Lama. Yang pasti saya tidak berminat naik pesawat terbang ke Semarang dari airport Soekarno Hatta karena persiapan dari rumah,  perjalanan dari dan ke airport 

(baik di Cengkareng Tangerang maupun airport Semarang) dapat memakan waktu hingga 5 jam. Padahal jika menggunakan transportasi darat sekarang hanya memerlukan waktu sekitar 6 jam.

Kota Lama Semarang di Malam Hari

Saya tiba di gerbang tol Kalikangkung bersamaan waktu Maghrib. Dijemput oleh mobil Honda Mobilio yang dikemudikan oleh sepupu. Hari sebelumnya kakak saya juga datang dari Jawa Timur. Begitu meletakkan barang di Hotel Raden Patah (Hotel pertama yang berdiri di Kota Lama. Sejak zaman Belanda bangunan hotel ini selalu berfungsi loh!) saya dan kakak langsung berjalan-jalan menuju pusat Kota Lama Semarang. 

Sebenarnya Hotel Raden Patah ini sudah berada di pusat dan jalan utama Kota Lama Semarang (Jln Let.Djend Soeprapto). Di depan hotel terlihat bangunan lama namun terang benderang yang kini telah menjadi restoran Sai Ramen (Sebelumnya bangunan ini digunakan untuk Filosofi Kopi , kedai kopi milik public figure di dunia sinema). Sebelum tahun 2019 (Sebelum Filosofi Kopi beroperasi) bangunan tersebut kosong ,

 gelap dan bagi orang yang penakut pasti nggak berani menatap bangunan tersebut. Kalau saya sih biasa saja karena becak langganan (Jika  berlibur di Semarang tanpa membawa mobil) mangkal dan istirahat di depan bangunan tersebut...hahaha....

Saya melihat-lihat Metro Parking Park yang dahulu terkenal dengan sebutan Hotel Jensen (eks Asrama Belanda yang berpuluh-puluh tahun menjadi bangunan yang teronggok). Kini terang benderang dan ramai wisatawan. Bangunannya sih sudah tidak ada lagi. Sayang ya padahal itu bangunan bersejarah loh.

Eks Hotel Jansen, sekarang lahan parkir (Dok.Pribadi)
Eks Hotel Jansen, sekarang lahan parkir (Dok.Pribadi)

Setelah menyusuri Jln Letjend Soeprapto hingga jembatan perbatasan Jln Pemuda, saya dan kakak singgah makan malam di Javara yang masih berada di Kawasan Kota Lama. Kenapa saya memutuskan makan malam di sini? Karena resto-nya kini sudah tidak ada di Jakarta. Mumpung saya di Semarang jadi makan sehat dulu di resto ini, dan besok-besok  bebas wisata kulineran. Setelah Itu saya biasanya detox  lagi deh.

Menyusuri Kota Lama Semarang di Pagi Hari

Depan pintu salah 1 tapas di Jln Cendrawasih (Dok.Pribadi)
Depan pintu salah 1 tapas di Jln Cendrawasih (Dok.Pribadi)
Keesokan hari Saya jalan-jalan pagi menyusuri Kota Lama Semarang. Kali ini kami berjalan ke sebelah kiri dari Hotel Raden Patah. Menyusuri Jln Cendrawasih kea rah Stasiun Tawang. Wah ternyata bangunan-bangunan usia lebih dari 100 tahun di sini sekarang telah menjadi tapas/club dan restaurant bertariff tinggi. Diantaranya adalah restaurant bernama Marabunta. Sejak dulu nama bangunan ini adalah Marabunta, diambil dari nama jenis semut besar.

 Awal tahun 2022 kakak dan keponakan saya sempat makan di restaurant ini, saya belum sempat hingga  kembali ke Jakarta. Di deretan Marabunta terdapat Hollywings yang sedang viral. Resto Italia hingga kedai kopi yang instagramable nan eksotis banyak di temui di Jln Cendrawasih. Saya terus berjalan hingga Stasiun Tawang dan berfoto di depan patung Presiden RI 1 Soekarno. 

Kemudian berjalan ke bangunan Pabrik Rokok Praoe Lajar. Masuk ke sebuah jalan tak terlalu besar, menyusur hingga di belakang Gereja Blenduk yang kesohor.

Depan Marabunta. Masih tutup pagi hari (Dok.Pribadi)
Depan Marabunta. Masih tutup pagi hari (Dok.Pribadi)

Bangunan Pabrik Praoe lAJAR (Dok.Pribadi)
Bangunan Pabrik Praoe lAJAR (Dok.Pribadi)

Pagi belum ramai, dan saya masih bisa menikmati Kawasan Kota Lama Semarang yang sering di jadikan lokasi film-film layar lebar ataupun acara variety show. Sekarang Influencer juga banyak yang kontennya berlatar area ini.

Dari kedai kopi international terkenal saya menyebrang menuju akar besar yang sering digunakan untuk berfoto ria bagi orang banyak, bahkan seleb hingga menantu eks presiden pernah saya lihat foto atau videonya di depan akar pohon besar itu. Pagi itu sayapun berpapasan dengan sepasang calon pengantin dan team-nya yang sedang melakukan foto pre-wedding di sana.

Rumah Akar Kota Lama Semarang (Dok.Pribadi)
Rumah Akar Kota Lama Semarang (Dok.Pribadi)

Setelah berfoto disana seorang tukang becak lanjut usia menawari jasanya. Di Stasiun Tawang seorang tukang becak juga menawari kami untuk berkeliling Kota Lama. Demikian berharap, terkesan betapa sulitya mereka mencari orang untuk menggunakan jasa mereka. Kakak saya mengatakan bahwa ia tidak tega menggunakan jasa becak tersebut, namun saya sebagai penggemar becak yang telah bertahun-tahun tidak naik becak mengatakan,

"Lah emang itu kerjaannya khan? Kita juga berbagi rezeki ke mereka, andaipun mereka nggak kuat ngegenjot becaknya, mereka nggak akan terus melakukannya." Saya pikir lebih "kasihan" lagi jika kita tidak berbagi kepada mereka, andai mereka terlihat kepayahan, saya-pun akan turun dari becaknya dengan tetap memberikan uang . Lebih sreg berbagi dengan mereka daripada ke pengemis yang tidak jelas kerjanya! 

Dengan niat berbagi rezeki kami-pun naik becak ke warung soto depan hotel yang jaraknya hanya 200 meter dari tempat kita naik. Benar dugaan saya, kakek tukang becak itu terlihat sangat gembira membawa kami. Bahkan bergaya macam-macam saat saya meminta foto dengan becaknya, padahal saya ingin memintanya menyingkir karena sebenarnya saya hanya ingin foto dengan becak yang kini telah langka. 

Tadi sempat juga melihat becak yang belakangnya sudah diganti dengan motor yang sedang membawa barang.

Oh ya, di sekitar Kota Lama Semarang juga banyak 'properti' foto seperti sepeda, becak, gerobak, kursi yang d hias bagaikan mau ikut karnaval. Di dekatnya terdapat box yang dapat di isi uang sukarela bagi wisatawan yang berfoto di dekatnya.

Depan Hotel Raden Patah (Dok.Pribadi)
Depan Hotel Raden Patah (Dok.Pribadi)

Pagi itu saya sudahi berjalan menikmati Kota Lama Semarang. Belum berakhir karena selama di Semarang saya memang tinggal di sini.

Sepeda Hias (Dok.Pribadi)
Sepeda Hias (Dok.Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun