Setelah berfoto disana seorang tukang becak lanjut usia menawari jasanya. Di Stasiun Tawang seorang tukang becak juga menawari kami untuk berkeliling Kota Lama. Demikian berharap, terkesan betapa sulitya mereka mencari orang untuk menggunakan jasa mereka. Kakak saya mengatakan bahwa ia tidak tega menggunakan jasa becak tersebut, namun saya sebagai penggemar becak yang telah bertahun-tahun tidak naik becak mengatakan,
"Lah emang itu kerjaannya khan? Kita juga berbagi rezeki ke mereka, andaipun mereka nggak kuat ngegenjot becaknya, mereka nggak akan terus melakukannya." Saya pikir lebih "kasihan" lagi jika kita tidak berbagi kepada mereka, andai mereka terlihat kepayahan, saya-pun akan turun dari becaknya dengan tetap memberikan uang . Lebih sreg berbagi dengan mereka daripada ke pengemis yang tidak jelas kerjanya!Â
Dengan niat berbagi rezeki kami-pun naik becak ke warung soto depan hotel yang jaraknya hanya 200 meter dari tempat kita naik. Benar dugaan saya, kakek tukang becak itu terlihat sangat gembira membawa kami. Bahkan bergaya macam-macam saat saya meminta foto dengan becaknya, padahal saya ingin memintanya menyingkir karena sebenarnya saya hanya ingin foto dengan becak yang kini telah langka.Â
Tadi sempat juga melihat becak yang belakangnya sudah diganti dengan motor yang sedang membawa barang.
Oh ya, di sekitar Kota Lama Semarang juga banyak 'properti' foto seperti sepeda, becak, gerobak, kursi yang d hias bagaikan mau ikut karnaval. Di dekatnya terdapat box yang dapat di isi uang sukarela bagi wisatawan yang berfoto di dekatnya.
Pagi itu saya sudahi berjalan menikmati Kota Lama Semarang. Belum berakhir karena selama di Semarang saya memang tinggal di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H