Mohon tunggu...
Anna R.Nawaning S
Anna R.Nawaning S Mohon Tunggu... Konsultan - Writer , Sociopreneur , Traveler and Education Enthusiast

Menulis -/+ 40 buku solo dan antologi-fiksi dan non fiksi diterbitkan oleh berbagai penerbit. Sertifikasi Penulis Non Fiksi BNSP http://balqis57.wordpress.com/about

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sebelanga Hikmah dari Surat Cinta untuk Kartini

22 April 2016   18:36 Diperbarui: 22 April 2016   23:31 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Nobar Surat Cinta Untuk Kartini/Dok.Kompasiana"][/caption]Surat Cinta Untuk Kartini , film bertokoh utama nyata, RA Kartini yang merupakan istri muda, ibu muda dan meninggal dunia muda dengan tokoh fiksi Sawardi seorang tukang pos dengan kesetiaan menyampaikan amanah kepada tujuan. RA Kartini yang terkenal senang berkorespondensi dengan sahabat-nya di Eropa menunjukkan keintelektualannya dibandingkan tokoh-tokoh wanita lain di Indonesia (bahkan di dunia). Surat-surat yang diantar melalui tukang pos akhirnya menjadi maha karya di dunia literasi –Door Duisternis Tot Licht.

Sawardi, seorang duda beranak satu bekerja sebagai tukang pos diperankan oleh Chicco Jerikho yang sangat ciamik memerankan karakter tersebut walaupun terkadang terlihat “lepas kontrol” dari karakter pria asli sebuah kabupaten di Jawa Tengah.

Alur cerita pada film ini mengalir dengan manis. Kalem, lembut namun saya tidak merasakan kelambanan dalam cerita. Kita sebagai warga negara Indonesia terpelajar (Setidaknya hafal Pancasila dan menghargai “atribut” kebangsaan) jelaslah mengerti sejarah RA Kartini. Dalam film ini tidak ada rekayasa kisah beliau, justru banyak hal dibalik kisah RA Kartini yang dapat saya simpulkan hikmahnya seusai menyaksikan film Surat Cinta Untuk Kartini. Cinta pada pandangan pertama Sawardi pada RA Kartini (Diperankan oleh Rania Putrisari) ketika melihatnya putri bupati Jepara dari salah seorang istri berpose keluarga. 

Tergambar jelas Kartini seorang wanita bangsawan dewasa terpelajar, status single tulen, bahkan penjajahpun menghargainya. Dengan cara cerdas Sarwadi meminta agar Kartini bersedia mengajar Ningrum.Sawardi sebagai tokoh fiksi di film  bukan juga tidak memiliki arti, justru dialah yang seakan menjadi penyampai pesan ke penonton mengenai berbagai hikmah dalam kehidupan RA Kartini yang banyak masih “ditutupi”, misalkan mengapa RA Kartini akhirnya menerima pernikahan poligami memasuki kehidupannya.

Di film atau buku yang menceritakan RA Kartini selama ini terlihat ketidak berdayaan RA Kartini “melawan” keadaan dan ketertekanannya, tapi tidak di film Surat Cinta Untuk Kartini produksi MNC Picture Movie. Justru terlihat kejernihan berpikir dan keberdayaan dalam ketenangan dirinya. Selama ini kita memandang bahwa RA Kartini bersahabat dengan penjajah, sehingga ada kesan penghianat dalam dirinya terhadap bangsa kita? Hei,justru disinilah tergambar tingginya bargain position RA Kartini terhadap bangsa Eropa! Dengan sikap ketenangan RA Kartini berjuang dengan pena dan tulisan, memiliki personal branding yang teramat sangat kuat dan hebatnya hingga melewati 100 tahun personal branding tersebut sangat terjaga, terlihat ia adalah seorang wanita yang visioner.

 Tidak ada kegelisahan saat dikatakan oleh Ningrum bahwa wanita yang cerdas/pintar akan sulit jodoh, dan saat menerima pinangan pria beristri 3 beliau tidak membathin,”Ah daripada gue ngejomblo seumur hidup....” atau dalam adegan ia menemui Ibu kandungnya bersama ibu tirinya yang merupakan istri utama (permaisuri) ayahnya seolah ada klarifikasi walaupun kedudukan sebagai istri tua bukan berarti akan menjadi istri utama dan istri muda bukan berarti merebut suami orang – bahkan bisa berjasa mendidik anak tiri seperti laiknya anak kandung. Keduanya hanya diperlukan 1 hal, yakni : KEIKHLASAN/KERELAAN.

Di film ini juga menunjukkan betapa RA Kartini bervisi dan bekerja sesuai dengan passion-nya, yakni : MENGAJAR ANAK-ANAK, khususnya perempuan pribumi. Tidak ada harapan sedikitpun ia dibayar oleh anak-anak didiknya, bahkan beliau tetap tersenyum tulus dan mengajar ikhlas walaupun muridnya yang datang hanya Ningrum seorang.  Hikmah lain yang tercetus dalam ucapan RA Kartini di Surat Cinta Untuk Kartini adalah saat beliau menceritakan di masa pingitan ia senantiasa mengisi waktunya dengan membaca koran/buku dan menulis. Membaca dalam bahasa Indonesia dan Belanda. Koran yang disodorkan agar Sarwadi-pun berbahasa Belanda sehingga Sarwadi menggelengkan kepala tanda tak dapat berbahasa Belanda. 

Walaupun dalam pingitan  melalui tulisan-tulisan pada suratnya ia dapat menyampaikan inspirasinya ke seluruh dunia. Bercerita aneka “personal project”-nya kepada sahabat di Eropa. Bayangkan jika ia hanya bercerita “personal project” masa depannya ke wanita pribumi yang membaca-pun tak bisa? Inspirasi dan gagasan RA Kartini tak akan mewujud seperti saat ini. Kebiasaan menulis dan membaca merupakan “modal” Raden Ajeng Kartini dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional dan Pahlawan Kemerdekaan oleh Presiden Indonesia, Bapak Soekarno. Kita mengertilah bagaimana selera Bung Karno terhadap wanita :D Selain itu seperti ucapan dari penulis Pramoedya AT, yakni : “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama tak menulis maka ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.

Tuhan memang tidak memberikan umur yang panjang kepada RA Kartini, tetapi Tuhan memberikan kelimpahan berkah umur baginya. RA Kartini yang tidak akan pernah melihat anak kandungnya dewasa, justru diberi keberkahan mendidik anak-anak perempuan yang bukan anak kandungnya. Berdampak positif hingga saat ini. Inilah amal jariah seorang RA Kartini! 

Tergambar Ningrum yang terus mengajar anak-anak hingga dewasa, gemar membaca sekalipun buku yang dibacanya sangat terbatas, bahkan harus menyalakan kompor tungkunya agar mendapat penerangan ketika membaca. Sawardi dan Ningrum yang mencintai  dan merasakan jasa RA Kartini serta kemudian hendak bersilaturahim dengan RA Kartini di Rembang juga menunjukkan bahwa betapa kasih sayang seseorang yang dididiknya  bisa lebih terasa dari amal jariah daripada persaudaran sedarah atau ikatan pernikahan.

Sawardi sempat mengatakan bahwa perjuangan Kartini akan sia-sia dan hidupnya akan hancur sengsara apabila ia menikah dengan pria beristri. Dalam film ini justru seolah terklarifikasi bahwa pernikahan  Kartini dengan pria beristri justru berdampak baik bagi perkembangan pendidikan wanita pribumi. Ya, kenyataannya sang suami memberikan fasilitas kepada RA Kartini untuk mendirikan sekolah  wanita di dekat kantor kabupaten Rembang. Jadi Kartini tidak hanya pasrah menuruti orang tua dan menerima lamaran bupati Rembang beristri tiga, karena ia melihat manfaat bagi masa depan dirinya dan wanita di sekitarnya.

 Kartini-pun mati muda di usia 25 tahun, dan usia pernikahannya juga belum sampai 1 tahun. Andaikan Kartini tidak menerima lamaran bupati Rembang belum tentu perjuangannya berlanjut, belum tentu akhirnya berdiri beberapa sekolah wanita pribumi di berbagai kota di Jawa dibawah naungan namanya yang di kembangkan oleh sahabat-sahabat dari Eropa. Kebayang kalau Kartini menerima lamaran Sawardi dan meninggal dunia 4 hari setelah melahirkan? Apa malah nggak tambah nelongso hidup Sarwadi mengasuh 2 anak? Ningrum-pun dapat dipastikan akan merawat bapak dan mengasuh adiknya – tidak melanjutkan perjuangan Kartini mendidik dan mengajar anak-anak pribumi di sekitarnya seperti yang tergambar di akhir film.

Sawardi memang tokoh fiksi di Surat Cinta Untuk Kartini, tetapi tukang pos pengantar surat-surat untuk Kartini di dunia nyata pastilah bukan fiksi. Mereka memang ada, hingga saat ini. Perkembangan teknologi menggerus surat-surat kertas dan kini beralih ke surat elektronik. Bahkan jika internet masa itu sudah ada, pastilah RA Kartini pada masa pingitannya akan melanjutkan pendidikan dari lembaga pendidikan di Eropa melalui program e-learning. Film Surat Cinta Untuk Kartini dapat dijadikan media belajar sejarah dan hikmah bagi generasi muda kekinian agar mereka benar-benar memanfaatkan teknologi dan dunia literasi dengan maksimal. 

Alangkah baiknya jika film Surat Cinta Untuk Kartini menjadi tontonan yang sangat dianjurkan pagi pelajar di Indonesia, khususnya setiap bulan April. Seperti film G 30 S PKI masa orde baru yang merupakan tontonan wajib bagi pelajar dan stasiun televisi untuk menayangkannya setiap tanggal 30 September. Film Surat Cinta Untuk Kartini juga seakan mengukuhkan 2 Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, yakni Kartini sebagai guru dan Sarwadi sebagai Tukang Pos

Bukankah jasa Tukang Pos di masa lalu begitu besar? Menyambung tali silaturahim melalui surat-surat yang diantarnya dengan mengayuh sepeda di bawah terik matahari menyengat mengantarkan berbagai berita dari beragam belahan dunia.

Hanya 1 hal yang kurang “menendang” saya temui di film Surat Cinta Untuk Kartini, yakni nuansa Jawa-nya tidak terlalu kental. Atau barangkali memang ingin semakin mengukuhkan bahwa RA Kartini adalah milik seluruh wanita Indonesia, dan bukan milik wanita Jawa saja? Satu hal lagi yang mengganggu saya pada film ini, yakni adegan awal terlalu “jualan bedak dan parfum” milik seorang guru TK wanita-nya.

[caption caption="Kompasianers Peserta Screening Surat Cinta Untuk Kartini/Dok.Arum"]

[/caption]

Pengamatan  terhadap tokoh film Surat Cinta Untuk Kartini :

Rania Putrisari sebagai Kartini : Beraktingnya sangat natural. Bisa mendapatkan chemestry RA Kartini dengan baik, tanpa over acting atau sok kejawa-jawa-an.

Chicco Jerikho sebagai Sarwadi : Keren acting lo,Bro! Bulan lalu saya menyaksikan actingnya di film Garin Nugroho yang mengambil lokasi di Solo. Di film tersebut actingnya top juga, dan di SCUK Chicco actingnya sama kerennya namun bisa “memisahkan” antara dirinya sebagai tokoh sebelumnya dan tokoh Sawardi. Tapi tokoh Sawardi ini kok kurang dekil yach? Hahaha...

Christabelle Marbun sebagai Ningrum : Top banget deh nih anak! Usia aslinya 12 tahun dan memerankan sebagai anak usia 7 tahun. Kedewasaan sebagai anak yang juga “mengasuh” Ayah-nya juga nampak natural dan aktingnya luwes. Hebat, bisa mengimbangi acting Chicco Jerikho dengan teramat baik. Body language-nya juga mantap,eh ternyata dia memang balerina bersertifikat Royal Academy of Dance. Pernah duet dengan diva senior Ruth Sahanaya pula. Duuuh, kalau ada adegan ia nembang lagu anak-anak Jawa di SCUK pasti lebih mantap lagi nih!

Enche Bagus sebagai Mujur : Oke-oke...tambah menyegarkan film ini! Walaupun latar film ini lebih dari seratus tahun lalu, karena kehadiran tokoh Mujur jadi tidak terlihat kusam sejarahnya.

Donny Damara sebagai Ayah Kartini : Aaaaiiiih, si Om masih simpatik aja deh! Jadi inget zaman dahulu saat saya masih SMP yang nguber-nguber beliau saat fashion show. Masih tinggal di Tanah Mas, Om? Kebetulan rumah saya dulu satu kelurahan dengan Om Donny. Tapi di film ini kok kumisnya seperti “maksa” ya? Hahaha...kesan Romo yang bijaksana dan dekat dengan anak perempuannya sangat terasa di SCUK.

Keke Soeryo Kusumo sebagai Ibu Tiri Kartini : Nggak banyak dialog, tetapi terkesan anggun khas wanita Jawa.

Ayu Diah Pasha sebagai Ibu Kandung Kartini : Yang biasanya terlihat sumringah dalam kesehariannya, maka kali ini nampak wajah yang nrimo. Nggak terlalu banyak dialog juga sih.

 

Produksi :MNC PICTURES

Executive Producer :AFFANDI ABDUL RACHMAN

Producer : TOHA ESSA ,RINA YANTI HARAHAP

Creative Producer : LUKMAN SARDI

Sutradara : AZHAR KINOI LUBIS

Skenario : VERA VARIDIA

 21 April 2016 di Bioskop Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun