Mohon tunggu...
Balqis Tsabita
Balqis Tsabita Mohon Tunggu... Lainnya - Jurnalistik Unpad

Mahasiswi Jurnalistik, Universitas Padjadjaran. Menyukai buku karya Maya Angelou dan John Green

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Peran Passion dalam Pekerjaan Kerap Diabaikan

7 Desember 2020   12:30 Diperbarui: 7 Desember 2020   23:03 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja | Foto oleh Anthony Shkraba dari Pexels

Dilema antara mengejar passion atau uang saat bekerja nampaknya sering menjadi opsi umum yang tumbuh di sekitar kita, terlebih ketika mulai memasuki usia 20 tahun. 

Banyak bentuk nasihat dan saran yang datang silih berganti mampu menguji pendirian kita akan fokus karir yang telah dirancang. Pun kedua hal ini menjadi satu pertimbangan besar yang akan menentukan standar kepuasan kita terhadap pekerjaan yang dijalani. 

Mengulas kembali memori semasa remaja yang kerap diajukan dengan pertanyaan "Kalau besar nanti ingin jadi apa?," toh rasanya itu menjadi satu pertanyaan yang membangun mimpi maupun impian kita untuk di masa depan nanti. Namun siapa sangka bahwa kehidupan kuliah justru bisa saja memutar balikkan semua angan-angan tersebut.

Belum lagi sewaktu akan memasuki jenjang perguruan tinggi, ada saja permasalahan mengenai jurusan dan rumpun ilmu yang kita ambil, apakah sesuai dengan minat kita atau hanya mencari aman guna mendapatkan prospek kerja yang baik nantinya? 

Menjadi seseorang dengan passion-oriented atau money-oriented tentunya membawa positif dan negatifnya tersendiri. Keduanya memiliki potensi yang mungkin saja sama-sama menguntungkan atau sebaliknya. 

Namun apa yang harus ditekankan dalam pembahasan ini adalah bagaimana seseorang harus bisa mempertahankan apa yang ia impikan terlepas dari mengejar keuntungan dan tawaran profit kerja yang sekiranya bisa lebih memadai. 

Pastinya banyak dari anak muda di masa akhir kuliahnya akan mencari satu prospek kerja yang memiliki jaminan finansial yang menguntungkan pun dengan profit yang mereka terima sangat cukup atau bahkan lebih dari biasanya untuk ukuran fresh graduates, tapi apakah pekerjaan tersebut selaras dengan passion yang diminati oleh mereka?

Melalui fenomena inilah yang mampu memunculkan anggapan tidak semua jurusan perkuliahan akan relevan dengan prospek kerja nantinya. 

Melalui artikel yang diterbitkan oleh organisasi Global Health Corps, banyak generasi milenial di saat ini yang terlalu disetir akan ambisi mendapatkan pekerjaan yang mampu menghasilkan uang atau profit yang banyak. 

Memang bisa dikatakan bahwa uang adalah salah satu sumber kehidupan kita, tapi jika terus menerus membicarakan soal gaji dan hal finansial lainnya rasanya kita selalu terbengkalai dan melupakan apa yang sebenarnya menjadi satu minat bakat bagi kita. 

Padahal jika kita tidak terlalu egois dan ingin mengulik passion kita lebih lanjut lagi itu bisa menjadi satu kesempatan yang baik buat kedepannya. Toh, pada akhirnya apakah mereka yang berpola pikir money oriented akan bahagia dan senang terhadap pekerjaannya? 

Sedikit pengalaman yang pernah terjadi pada Saya, pernah satu waktu datang penawaran dari orang tua untuk bekerja di salah satu perusahaan koperasi terbesar di Indonesia ketika lulus nanti, namun divisi pekerjaan yang ditawarkan jelas membuat Saya terdiam. 

Lalu ketika Saya bertanya mengapa harus bekerja di perusahaan tersebut, jawaban orang tua Saya adalah karena jaminan finansial, gaji, serta asuransi yang bisa didapatkan sangat menguntungkan. 

Sebagai seseorang yang memiliki pola pikir passion oriented tentunya Saya kontra atas pendapat tersebut, jelas karena apa gunanya jika bekerja dalam zona nyaman dan semuanya sudah tersedia tapi tidak cukup memuaskan untuk pencapaian kita nantinya. Terkadang keluar dari zona nyaman dan menyelami hal baru adalah satu harta karun yang harus diterapkan dalam hidup kita. 

Pun sepertinya masalah mengenai keinginan kita untuk tetap mengejar passion ini juga masih melibatkan peran orang tua di dalamnya. Memang orang tua dapat terbilang berpengalaman dalam hal pekerjaan, tetapi pemikiran orang tua dan anak tidak selalu sama, jelas karena zaman yang berkembang diantara keduanya pun sudah berbeda.

Seringkali orang tua juga menjadi figur yang menghentikan atau menghambat impian anaknya, meski begitu sebenarnya kita tahu bahwa mereka hanya ingin anaknya untuk sukses dalam karirnya. 

Terlepas dari bagaimana kita harus mampu mengembangkan minat serta keluar dari zona nyaman, tentunya bekerja sesuai dengan passion pun bisa berdampak baik bagi kondisi psikis kita.

Hal ini juga dijelaskan melalui salah satu artikel psikologi berjudul "The Role of Passion in Sustainable Psychological Well-Being" yang menekankan bahwa dengan melakukan suatu aktivitas atau ruang kerja yang kita sukai akan meminimalisir dampak dari hadirnya atmosfir negatif yang bisa saja menguasai kita. 

Lebih dari itu semua, dalam artikel ini juga dituliskan jika ketika kita bisa bekerja pada satu bidang yang benar-benar cocok dengan minat kita maka akan lebih banyak kontribusi untuk memaksimalkan pekerjaan tersebut.

Sebenarnya inilah yang menjadikan passion itu penting, sewaktu kita menyukai satu hal kita akan selalu terpacu untuk mengembangkannya lebih baik lagi sebab kita tahu betul apa peran dan keterlibatan kita terhadap tujuan pekerjaan tersebut. 

Namun naasnya, banyak orang yang masih belum bisa melihat bahwa prinsip passion oriented itu mampu mendatangkan kepuasan kerja yang maksimal. Kerap sekali pemikiran akan mengedepankan passion adalah suatu yang fana, yang sementara, bahkan dianggap egois.

Maka dari itu tumbuh pola pikir untuk selalu mendapatkan pekerjaan yang aman sedari kini, padahal di usia yang masih terbilang unggul dalam mengembangkan potensi untuk masa depan, anak muda kini terbilang takut dan akhirnya merelakan mimpi agar tidak menanggung beban kerugian di masa depan nanti. 

Hal ini juga yang menjadikan nyali generasi muda di zaman kini terbilang kurang berani akan mengemban satu tanggung jawab dan beban yang bisa saja datang bersamaan. 

Kemudian datang argumen yang mengatakan jika passion ini akan berubah pada waktunya ketika menyelami realitas kehidupan yang sangat abstrak. 

Tetapi itulah yang menjadi ujian, bagaimana kita tetap berpegang teguh tentang apa yang sudah kita minati. Apakah kita ingin berpindah dan melepaskan impian tersebut atau bertahan dan mencoba mengembangkannya? 

Nampaknya, selagi kita masih muda dan bebas untuk berekspresi, tidak ada salahnya untuk terus menggali minat bakat kita, setelahnya kembangkanlah dan jadikanlah satu inovasi yang bisa berdampak baik bagi banyak orang.

Mantapkan pendirian dan jangan selalu termakan akan stereotip pekerjaan yang kerap dipandang rendah oleh banyak orang. Lagipula semua orang memiliki porsi dan kesempatan mereka untuk menjadi sukses bukan?

Selagi itu yang masih menjadi impian mu, akan lebih baik untuk terus mengulasnya dan fokus akan target tersebut, toh buktinya kini banyak anak muda yang banting setir guna menemukan kebahagiaan yang ingin mereka raih melalui pekerjaannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun