Namun, meskipun terdapat berbagai lembaga yang terlibat, penegakan hukum lingkungan di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, seperti kurangnya koordinasi antar lembaga dan minimnya data yang akurat mengenai pelanggaran hukum lingkungan. Hal ini mengakibatkan penegakan hukum yang tidak efektif dan seringkali tidak memberikan efek jera bagi pelanggar (Nugroho, 2020).
b. Mekanisme Penegakan Hukum
Mekanisme penegakan hukum lingkungan di Indonesia melibatkan beberapa tahap, mulai dari pengawasan, penyelidikan, hingga penuntutan. Pengawasan dilakukan oleh KLHK dan lembaga terkait lainnya untuk memastikan bahwa setiap kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan telah mematuhi peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) menjadi instrumen penting untuk mengevaluasi dampak suatu kegiatan terhadap lingkungan (Budiarto, 2020).
Jika ditemukan pelanggaran, langkah selanjutnya adalah penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Penyelidikan ini bertujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan informasi yang diperlukan untuk menentukan apakah pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi hukum. Dalam proses ini, keterlibatan masyarakat sebagai saksi atau pelapor sangat penting untuk memperkuat bukti yang ada (Hidayati, 2021).
Setelah penyelidikan, jika terdapat cukup bukti, kasus akan dilanjutkan ke tahap penuntutan. Penuntutan dilakukan oleh Kejaksaan yang akan membawa kasus tersebut ke pengadilan. Proses peradilan ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelanggar. Namun, dalam praktiknya, proses peradilan seringkali memakan waktu yang lama dan terkendala oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya kepastian hukum (Sari, 2020).
Sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelanggar hukum lingkungan bervariasi, mulai dari sanksi administratif, denda, hingga pidana penjara. Sanksi administratif biasanya berupa pencabutan izin usaha atau perintah untuk menghentikan kegiatan yang merusak lingkungan. Sementara itu, sanksi pidana dapat dikenakan bagi pelanggaran yang dianggap berat dan merugikan masyarakat luas (Pramono, 2019).
Meskipun mekanisme penegakan hukum lingkungan telah diatur dengan baik, masih terdapat tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan lingkungan. Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi mengenai hukum lingkungan harus terus ditingkatkan untuk menciptakan kesadaran kolektif dalam menjaga lingkungan (Nugroho, 2020).
4. Tantangan dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Penegakan hukum lingkungan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang kompleks dan berlapis. Tantangan-tantangan ini tidak hanya berdampak pada efektivitas penegakan hukum itu sendiri, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis secara mendalam setiap tantangan yang ada serta memberikan contoh konkret yang relevan untuk menggambarkan kondisi di lapangan.
Salah satu tantangan yang paling mendasar dalam penegakan hukum lingkungan adalah lemahnya penegakan hukum itu sendiri. Meskipun Indonesia memiliki berbagai regulasi yang mengatur perlindungan lingkungan, seperti Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, implementasinya sering kali tidak berjalan sesuai harapan. Banyak pelanggaran hukum lingkungan, seperti penebangan liar, pencemaran sungai, dan perusakan hutan, yang tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Hal ini menciptakan budaya impunitas di kalangan pelanggar yang merasa tidak ada konsekuensi bagi tindakan mereka. Sebagai contoh, kasus pembalakan liar di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa meskipun ada regulasi yang ketat, banyak perusahaan yang tetap melakukan praktik ilegal tersebut tanpa takut akan sanksi. Penegakan hukum yang lemah ini tidak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam.
Selain itu, kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang hukum lingkungan menjadi kendala yang signifikan. Banyak aparat penegak hukum yang tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai isu-isu lingkungan, sehingga sulit untuk menegakkan hukum dengan efektif. Misalnya, dalam kasus pencemaran limbah industri di sungai Citarum, aparat penegak hukum sering kali tidak mampu mengidentifikasi jenis limbah yang berbahaya dan dampaknya terhadap ekosistem. Minimnya pelatihan dan pendidikan yang berkaitan dengan hukum lingkungan bagi aparat penegak hukum juga memperburuk situasi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui program pelatihan, hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan program pendidikan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan bagi aparat penegak hukum agar mereka dapat memahami dan menangani isu-isu lingkungan dengan lebih baik.