Mohon tunggu...
Balla Watunglawar
Balla Watunglawar Mohon Tunggu... Dosen - Saya adalah seorang dosen pada Universitas 17 Agustus 1945

Saya adalah seorang dosen yang setia melakukan tri-darma Perguruan Tinggi, yakni Penelitian, Pengabdian, dan Pengajaran. Saya sangat menikmati kegiatan-kegiatan tersebut karena sangat cocok dengan kesukaan dan minat saya. Say lebih senang mengamati kehidupan masyarakat, menemukan masalah dan mencari solusi pemecahan. Hasil dari pencarian ilmiah tersebut sering saya publikasi pada jurnal-artikel maupun buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepemimpinan Pancasilais: Kajian Etikal

29 Desember 2022   04:44 Diperbarui: 29 Desember 2022   04:51 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Desember akan berlalu menandai berlalunya Tahun 2022, tetapi sampai detik dimana tulisan ini memublik, kasus Ferdy Sambo masih ramai dalam pengkajian persidangan dan perbincangan publik. 

Peristiwa dan fakta persidangan kasus Ferdy Sambo sebenarnya bukan sesuatu yang luar bisa, tetapi sebuah suratan kewajaran. Mengapa? 

Karena Ferdy Sambo adalah pejabat dan public figure. Lebih dari itu, jika dibandingkan dengan kasus-kasus lain yang juga mengena pada tindak pidana pembunuhan tentu tidak sehebo kasus Sambo (apalagi pelaku dari lapisan masyarakat bawah (grassroots). Oleh karena itu, jika direfleksikan dan dimaknai kasus Ferdy Sambo, bukan karena peristiwa pembunuhan atau kematian yang menimpa Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diduga bersumber dari Ferdy Sambo menjadi kensentrasi utama, tetapi lebih-lebih karena Fredy Sambao adalah Pejabat Publik. 

Deretan karirnya telah memperlihatkan kepemimpinan seorang Ferdy Sambo, mulai dari Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Barat pada tahun 2010, Kapolres Brebes tahun 2012, Wa dirreskrimum Polda Metro Jaya pada tahun 2015, Kasubdit IV Dittipidum Bareskrim Polri tahun 2016, Dirtipidum Bareskrim Polri pada tahun 2019, setahun kemudian (2020) menjabat Kadiv Propam Polri.

Terakhit, Ferdy Sambo dicopot dan ditempatkan sebagai Pati Yanma Polri pada 4 Agustus 2022 (https://www.liputan6.com/tag/ferdy-sambo/profile). Deretan karir mengungkapkan fakta kepemimpinan, bahwa Ferdi Sambo bukan bahwahan. Oleh karena itu menarik untuk dikaji perihal leadership. Leadership yang ditekan adalah pancasialist leadership.

Semua pejabat atau manajer baik pada lembaga publik maupun privat dalam wilayah kesatuan republik Indonesia mesti berkualitas pancasialist leadership, karena berada dalam satu penghayatan ideologi, yakni pancasila. 

Pancasialist leadership adalah kepemimpinan atas dasar ketuhanan yang Mahaesa dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, pemimpin yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Mahaesa sebagai pencipta dan penguasa utama segala ciptaan sehingga wajib hukumnya bagi setiap orang termasuk pemimpin untuk menghargai, menghormati, dan merawat hasil ciptaan sebagai ujud kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Pemahaman akan pancasialist leadership merujuk pada kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan untuk taat dan setia mengamalkan iman dan kepercayaan pada Tuhan dan mengamalkannya dalam kehidupan sebagai rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.

Seorang pemimpin dikatakan pancasilais jika memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Mahaesa dan berkemanusiaan yang adil dan beradab. 

Faktor ketuhanan yang Mahaesa dan kemanusiaan yang adil dan beradab adalah faktor pembentukan pancasialist leadership dan keduanya tidak bisa dipisahkan satu dari yang lain. Keberimanan kepada Tuhan yang Mahaesa harus dapat dibuktikan. 

Pembuktiannya melalui pengamalan akan kemanusiaan yang adil dan beradab. Tanpa pengamalan akan kemanusiaan yang adil dan beradab, pengimanan akan ketuhanan yang Mahaesa adalah buta. Mata imaniah adalah pengamalan. Sebaliknya, pengamalan hanya mungkin jika ada keimanan.

Kepemimpinan atas dasar ketuhanan yang Mahaesa bercirikan:

  • Memiliki identitas keagamaan. Pemimpin harus beragama; menganut salah satu dari agama-agama yang ada di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan KTP.
  • Memiliki kualitas hidup doa: rutin menjalankan kegiatan keagamaan dan suportif terhadap segala bentuk kegiatan yang bersifat kerohanian.
  • Takut akan Tuhan. Pemimpin yang takut akan Tuhan adalah membenci, baik kejahatan,  kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, maupun membenci mulut yang penuh tipu muslihat. Bermoral baik; berkomitmen untuk melakukan yang baik dan tidak melakukan yang jahat (bonum est faciendum et prosequendum, et malum vitandum).

Kepemimpinan atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab bercirikan:

  • Pengakuan akan persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Setiap orang memiliki  martabat yang sama, sehingga tidak seorangpun dapat    melecehkan   dan menghalangi sesama manusia untuk hidup secara laya.  Penghormatan  atas harkat dan martabat manusia juga berlaku untuk kepunyaan atau kepemilikan (harta, sifat dan karakter) orang lain.
  • Rasa kecintaan kepada sesama manusia dengan membangun hugungan sosial yang baik, seperti gotong royong, kerjasama, dan solidaritas. Ada rasa untuk saling menopang, saling membesarkan hati, setia dan jujur, saling menghargai perbedaan untuk saling melengkapi.
  • Pengembangan sikap tenggang rasa, dimana ada rasa menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Apa yang tidak kita inginkan diperlakukan orang lain bagi kita, juga tidak kita lakukan bagi orang lain.
  • Berperilaku tidak semena-mena terhadap orang lain. Konsisten dalam menghargai dan mengamalkan hak dan kewajiaban.
  • Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dengan sikap menghargai dan memperhatikan hak-hak individual paupun kelompok.

Perspektif  pancasialist leadership dibangun dari, baik faktor ketuhanan yang Mahaesa maupun kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Secara filosofikal pun perspektif pancasila telah secara baik dan rasional menempatkan sila Ketuhanan yang Mahaesa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sebagai dasar moral bangsa yang menjiwai kewaiban bernegara pada sila Persatuan Indonesia (sila ke-3) dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebikasanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan (sila ke-4) untuk mencapai tujuan bernegara pada sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke-5). Sila pertama dan kedua sebagai dasar moral bangsa menjiwai sila-sila yang lain (sila ke-3,4,5).

Demikian, hal ini menjadi dasar yuridis-normatis bagi setiap pemimpin untuk menghayati, menghidupi, dan mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinannya. Pancasialist leadership tidak lain adalah kepemimpinan moral. Hal ini beralasan karena pancasialist leadership mendasari dasar moral bangsa (sial ke-1 dan sila ke-2) sebagai faktor pembentukannnya. 

Pemimpin yang tidak bermoral adalah pemimpin yang tidak menghidupi, menghayati dan mengamalkan ketuahanan yang Mahaesa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab. Pemimpin tersebut adalah pemimpin yang bukan pemimpin yang berkualitas pancasilais.

Ferdy Sambo adalah representasi dari pemimpin-pemimpin lain di Indnesia yang berada pada krisis kualitas kepemimpinan pancasilais atau krisis kepemimpinan moral. 

Mesti pengamalan akan kepemimpinan pancasilais mengungkapkan sikap positif seorang pemimpin kepada bawahan dalam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, termasuk proteksi terhadap hak hidup seseorang. Pemimpin mesti berada dalam kesadaran moral bahwa tindakan membunuh adalah tindakan yang bertentangan dengan ketuhanan yang Mahaesa dan kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga wajib hukumnya untuk melawan;  bukannya mengajak bawahan untuk melakukan kejahatan. 

Ferdy Sambo mestinya sebagai pemimpin harus mempengaruhi bawahan untuk melakukan yang baik dan jangan melakukan yang jahat bagi orang lain. Pemimpin dengan kualitas pancasialist leadership mesti memiliki perintah untuk tidak membunuh sesama, apalagi bukan musuh atau teroris atau dalam situasi perang. 

Perintah seorang pemimpin pancasilais adalah perintah untuk berbuat baik bagi pengamalan nilai kemanusiaan; perintah untuk pengamalan harkat dan martabat manusia. Pemimpin pancasilais harus menjiwai dan mengamalkan prinsip moral Thomas Aquinas, "bonum est faciendum et prosequendum, et malum vitandum"; ajakan untuk patuh dan wajib melaksanakan yang baik dan tidak melakukan yang jahat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun