Desember akan berlalu menandai berlalunya Tahun 2022, tetapi sampai detik dimana tulisan ini memublik, kasus Ferdy Sambo masih ramai dalam pengkajian persidangan dan perbincangan publik.Â
Peristiwa dan fakta persidangan kasus Ferdy Sambo sebenarnya bukan sesuatu yang luar bisa, tetapi sebuah suratan kewajaran. Mengapa?Â
Karena Ferdy Sambo adalah pejabat dan public figure. Lebih dari itu, jika dibandingkan dengan kasus-kasus lain yang juga mengena pada tindak pidana pembunuhan tentu tidak sehebo kasus Sambo (apalagi pelaku dari lapisan masyarakat bawah (grassroots). Oleh karena itu, jika direfleksikan dan dimaknai kasus Ferdy Sambo, bukan karena peristiwa pembunuhan atau kematian yang menimpa Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diduga bersumber dari Ferdy Sambo menjadi kensentrasi utama, tetapi lebih-lebih karena Fredy Sambao adalah Pejabat Publik.Â
Deretan karirnya telah memperlihatkan kepemimpinan seorang Ferdy Sambo, mulai dari Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Barat pada tahun 2010, Kapolres Brebes tahun 2012, Wa dirreskrimum Polda Metro Jaya pada tahun 2015, Kasubdit IV Dittipidum Bareskrim Polri tahun 2016, Dirtipidum Bareskrim Polri pada tahun 2019, setahun kemudian (2020) menjabat Kadiv Propam Polri.
Terakhit, Ferdy Sambo dicopot dan ditempatkan sebagai Pati Yanma Polri pada 4 Agustus 2022 (https://www.liputan6.com/tag/ferdy-sambo/profile). Deretan karir mengungkapkan fakta kepemimpinan, bahwa Ferdi Sambo bukan bahwahan. Oleh karena itu menarik untuk dikaji perihal leadership. Leadership yang ditekan adalah pancasialist leadership.
Semua pejabat atau manajer baik pada lembaga publik maupun privat dalam wilayah kesatuan republik Indonesia mesti berkualitas pancasialist leadership, karena berada dalam satu penghayatan ideologi, yakni pancasila.Â
Pancasialist leadership adalah kepemimpinan atas dasar ketuhanan yang Mahaesa dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, pemimpin yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Mahaesa sebagai pencipta dan penguasa utama segala ciptaan sehingga wajib hukumnya bagi setiap orang termasuk pemimpin untuk menghargai, menghormati, dan merawat hasil ciptaan sebagai ujud kemanusiaan yang adil dan beradab.Â
Pemahaman akan pancasialist leadership merujuk pada kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan untuk taat dan setia mengamalkan iman dan kepercayaan pada Tuhan dan mengamalkannya dalam kehidupan sebagai rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
Seorang pemimpin dikatakan pancasilais jika memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Mahaesa dan berkemanusiaan yang adil dan beradab.Â
Faktor ketuhanan yang Mahaesa dan kemanusiaan yang adil dan beradab adalah faktor pembentukan pancasialist leadership dan keduanya tidak bisa dipisahkan satu dari yang lain. Keberimanan kepada Tuhan yang Mahaesa harus dapat dibuktikan.Â
Pembuktiannya melalui pengamalan akan kemanusiaan yang adil dan beradab. Tanpa pengamalan akan kemanusiaan yang adil dan beradab, pengimanan akan ketuhanan yang Mahaesa adalah buta. Mata imaniah adalah pengamalan. Sebaliknya, pengamalan hanya mungkin jika ada keimanan.