Ketua Komunitas Migas Indonesia, Herry Putranto menjelaskan SKK Migas memperkirakan 1,3 miliar STB minyak dapat diperoleh dengan menggunakan metode EOR. Sudah ada 37 lapangan minyak yang direncanakan akan dioptimalkan melalui EOR. Untuk memenuhi kegiatan tersebut, maka kebutuhan surfaktan EOR di Indonesia akan sangat besar dan pasarnya potensial untuk dikembangkan.
Pasar ekspor surfaktan EOR pun masih terbuka lebar, karena tidak banyak produsen surfaktan EOR dunia. Produsen kimia surfaktan EOR terkemuka di dunia saat ini masih terbatas, setidaknya ada enam perusahaan besar di antaranya Sasol, Solvay, dan Shell. Penyedia jasa laboratorium di luar negeri pun belum banyak, baru delapan perusahaan yang menggeluti. Herry mengharapkan PPPTMGB "LEMIGAS" juga memanfaatkan peluang ini.
"PPPTMGB "LEMIGAS" dapat berperan sebagai penyedia jasa laboratorium surfaktan EOR dan jasa layanan pembuatan surfaktan dengan data yang dimiliki", harap Herry.
Herry memaparkan perusahaan migas mengharapkan ada surfaktan EOR generik. Jika nanti di lapangan minyak membutuhkan tambahan polimer, tidak terlalu bermasalah. Yang terpenting sudah ada surfaktan EOR bagus yang bisa dikembangkan. SKK Migas telah menyusun kriteria surfaktan untuk EOR di Indonesia. Parameter yang ditetapkan meliputi IFT, adsorpsi, stabilitas termal, phase behavior, filtration ratio, recovery factor, dan harga.
"Salah satu yang terpenting adalah harga per kilogramnya dipatok kurang dari USD 5/kg", tutup Herry.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H