Selama empat bulan, dari 1 Juni sampai 30 September 2019, para peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) Kementerian ESDM akan melakukan kajian potensi cadangan batubara untuk pemanfaatan teknologi gasifikasi batubara bawah permukaan (Underground Coal Gasification - UCG) di salah satu blok tambang batubara di Kalimantan Timur. Â
"Kegiatan tersebut meliputi unsur geologi, hidrologi, hidrogeologi, geoteknik dan keekonomian, sehingga akan didapatkan kajian yang komprehensif terkait keekonomian, keamanan dan nilai cadangan batubara untuk pengembangan UCG di perusahaan batubara di Kalimantan Timur," ungkap Kepala Puslitbang tekMIRA, Hermansyah di Jakarta, Jumat (10/5).
Hermansyah menuturkan, kajian ini dilatarbelakangi oleh status tambang terbuka perusahaan yang sudah mencapai kedalaman 200 meter. Kondisi ini hampir mencapai pit limit, dimana batas lubang galian tambang batubara terbuka, baik luas permukaan tambang maupun sisi/dinding tambang dan luas dasar tambang yang dapat dibuka, mencapai batas ekonomis serta keamanan.
Hal ini menyebabkan ongkos produksi akan semakin besar bila dibandingkan dengan nilai jual batubara tersebut. Akan tetapi, sumber daya batubara di bawah 200 meter tentunya masih sangat besar dan sangat disayangkan apabila tidak dimanfaatkan secara optimal, apalagi luas area perusahaan batubara tersebut lebih dari 7.000 hektar.
Puslitbang Tekmira menawarkan salah satu metode pemanfaatan batubara di kedalaman lebih dari 200 meter, dengan teknologi Gasifikasi Batubara Bawah Permukaan (Underground Coal Gasification (UCG) dilakukan dengan mengekstrak dan mengkonversikan batubara di bawah permukaan menjadi synthetic nature gas (syn-gas/SNG) secara insitu.Teknologi unkonvensional ini tidak memerlukan penggalian batuan penutup dan lapisan batubara terlebih dahulu.
Selain dapat dimanfatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik, teknologi non-konvensional ini juga menghasilkan syngas untuk berbagai keperluan seperti bahan kimia industri petrokimia (amonia, methanol, dan sebagainya) dan pembuatan BBM/BBG sintentis dan bahan kimia industri. UCG juga menghasilkan karbondioksida (CO2) sebagai bahan enhance oil recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi minyak nasional. Biaya produksi syngas UCG lebih murah dibandingkan impor LNG.
Teknologi UCG membantu perusahaan batubara dalam menggunakan batubara lapisan dalam, yang secara ekonomi tidak layak ditambang. Biaya modal dan operasionalnya lebih rendah dibandingkan gasifikasi batubara di permukaan. Perusahaan pun dapat mengurangi dampak lingkungan serta biaya reklamasi dan paska tambang karena tidak merubah bentang alam.
Teknologi UCG telah dimanfaatkan secara komersial di Uzbekistan sejak tahun 1945 sampai sekarang. Sejumlah negara seperti Selandia Baru, China, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Afrika Selatan dan India, juga telah melakukan penelitian dan uji coba UCG.
Berdasarkan data dari Badan Geologi (2013), menunjukkan ada sekitar 40 miliar ton batubara yang berada di bawah tanah (kedalaman lebih dari 150 meter) yang dapat menjadi sumber energi untuk listrik. Diperkirakan potensi gas batubara yang dapat dihasilkan dari teknologi UCG sekitar 13,5 kali lipat dari potensi gas saat ini. (ER/KO)